Tambo Alam Minangkabau, Kisah dari Hadis Nabi Muhammad

Disadur Dari Buku Minanga, Minangkabau dan Pagaruyung Disusun oleh DR. H. Nudirman Munir, SH, MH.

Tambo Alam Minangkabau, Kisah dari Hadis Nabi Muhammad

 

Disadur Dari Buku Minanga, Minangkabau dan Pagaruyung

Disusun oleh DR. H. Nudirman Munir, SH, MH.

 

Kisah dari Hadis Nabi Muhammad

Dalam tambo terdapat beberapa kisah yang dapat dirunut kepada kisah- kisah yang terdapat dalam hadis Nabi.

Pertama, Nama-nama tempat dari kisah Isra’ Mi’raj. Nama-nama: “Sidratulmuntaha, Baitulmakmur, Bukit Kaf.” terdapat dalam tambo bagian silsilah keturunan raja Minangkabau: “mako barguncanglah kayu Sidratul-muntaha, mako tarbukalah pintu Baitulmakmur Mako kadangaran suaro dari Bukit Kaf itu, mako mamandang Adam sarato Hawa….” 

 

Kedua, Yang dinyatakan sebagai ucapan Nabi. Beberapa kali Tambo Minangkabau mengambil rujukan atau bersandar kepada sebuah ungkapan yang dinyatakan sebagai ucapan Nabi. Dalam bagian martabat penghulu, dinyatakan yaitu saroman kato Nabi Muhammad salallahu alaihi wasalam pado sagalo umatnyo, “Man sada qaumahu fa huwa sayyid.” Juga dalam nasihat Datuk Parpatiah yang Sabatang: “Mako datang pulo kato Nabi, al fikru sirajul qalbi, barmulo pikia itu palito hati, tasurek pado tujuah pitalo langik dan tujuah pitalo bumi.”

 

Ungkapan Khas Tasawuf

 

Pertama, Ghaibul ghuyub, awal balum, akhirpun balum. Terdapat dalam tambo bagian awal kisah Nur Muhammad, bunyinya: “I’lam, katahui olehmu hal talib, tatkalo itu ghaibul ghuyub namonyo, yakni hawang gumawang samato-mato. Mako tatkalo itu awal balum, akhirpun balum.”

Kedua, Nur Huruf Alif, mumkinat. Terdapat dalam tambo bagian akhir kisah Nur Muhammad, bunyinya: “Mako Nur Huruf Alif itulah burhan atas tauhid. Allah Ta’ala yang laysa kamis lihi syai’un adonyo. Dan Nur Huruf Alif itulah asal Nur Muhammad yang mulo-mulo. Antaro kaduo-nyo, yakni antaro Nur Huruf Alif dan Nur Muhammad, yaitu kandungmangandung kaduo-nyo. Tiado dapat dipahamkan maknanyo karano syahnyo padonyo sagalo sifat dan sagalo namo-namo yang tabilang Barmulo Huruf Alif itulah pargantuangan sagalo mumkinat yang ado”

Ketiga, Hakikat, Makrifat, tajalli. Terdapat dalam tambo bagian kisah penciptaan manusia pertama, yaitu Nabi Adam, bunyinya: “Mako dituangkan Allah akan Nabi Adam itu roh yang kaluar ia daripada Nur Muhanımad, yang dikatahui akan dia daripado rukun iman, Islam, tauhid, makrifat, parhimpunannya huruf Alif itu adonyo. Muhammad yang tajalli pado hati sanubarı itulah yang dinamoi dia insan yang kamil.”

Keempat, Nafsu rahman, syamsu fi adil qalbi. Terdapat dalam tambo bagian tanda kebesaran Sultan Sri Maharaja Diraja “Mako batiuplah angin nafsur rahman dan daripado pihak tanam-tinaman daripado sarugo Jannatul Firdaus, mako tarhambur-hambur baun-baunan yang harum nurwastu yang usali, tabukalah syamsu fi adil qalbi yang hakiki…”

 

Tema-Tema “Baru”

 

Naskah-naskah periode kedua, sesudah tahun 1900-an umumnya menggunakan huruf cetakan. Kemungkinan para penulis/ penyusun adalah orang yang cukup mahir dalam penggunaan bahasa Arab maupun penggunaan huruf Jawi. Kutipan atau penggalan ayat atau hadis yang tercantum dalam tambo tampak lebih akurat. Kemungkinan besar penulis/ penyusun adalah orang yang memiliki pengetahuan agama yang lebih baik. Terdapat beberapa tema yang baru muncul dalam naskah-naskah periode kedua. Tema-tema tersebut belum ada dalam naskah periode pertama. Penulis naskah periode kedua menyatakan bahwa tema tersebut merupakan catatan dari hasil penelitian sendiri dari belajar adat.

 

Di samping itu, terdapat tema-terma yang diadopsi dari “data sejarah”, atau dari catatan sejarah para peneliti. Dalam beberapa naskah periode kedua ini terdapat kisah-kisah yang berusaha “obyektif”. Jejak Islam dalam Naskah- Naskah Tambo Minangkabau 23 terhadap masa lalu. Ada usaha memasukkan data-data dari sumber lain yang dianggap obyektif dan relevan dengan sejarah Minangkabau. Ada juga usaha membuka hal yang selama ini disembunyikan. seperti kedatangan Aditiawarman dan kekuasaannya di Minangkabau yang sebelumnya hanya disampaikan secara samar-samar dalam kisah kiasan “Datangnya Enggang dari Laut” atau “Datang Rusa Dari Laut.” Berikut ini tema-tema yang baru muncul pada naskah-naskah periode kedua berikut penulisnya.

Tabel. Tema baru Tambo Minangkabau Periode II

 

Tema-tema yang baru muncul pada naskah-naskah Tambo Minangkabau seluruhnya tema umum yang tidak terkait sama sekali dengan Islam. Bahkan beberapa tema dapat dikategorikan sebagai tema non-Islam, seperti: Adityawarman/ Wadityawarman, Nun Alam, Rum Pitulo, Undang Tariak Baleh, Si Gamak-Gamak, Si Mumbang Jatuah. Data ini belum memberi kesan yang kuat tentang jejak Islam atau jejak keberagamaan penulis. Data tersebut akan memberi makna, manakala dibandingkan dengan data berikut, tentang tema-tema Islam yang hilang atau tidak ditulis lagi pada naskah-naskah Tambo Minangkabau periode kedua, seperti terlihat dalam sub-bab berikut. Uraian dua sub-bab di atas memperlihatkan transformasi naskah Tambo Minangkabau periode pertama ke periode kedua. Transformasi ini lebih memperlihatkan perubahan keberagamaan penulis tambo yang bergeser dan meninggalkan dunia tasawuf. Hasil perbandingan muatan/isi naskah-naskah Tambo Minangkabau periode pertama dengan buku-buku Tambo Minangkabau periode kedua dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:

 

Tabel Perbandingan Muatan/Isi Tambo Minangkabau Periode Pertama dan Periode Kedua

 

Semua tokoh Minangkabau dalam Tambo Minangkabau periode pertama dinyatakan sebagai tokoh beragama Islam, baik dari silsilahnya maupun perilaku dan ucapan-ucapannya. Dua tokoh yang ditulis dalam buku Tambo Minangkabau periode kedua (Sang Sapurba dan Adityawarman) diambil dari sumber sejarah yang secara eksplisit bukan tokoh beragama Islam Tambo periode pertama hanya menceritakan enggang dari laut (atau rusa), dan tidak dieksplisitkan menjadi bagian dari tokoh yang diakui sebagai bagian Minangkabau.

 

Naskah-naskah Tambo Minangkabau periode pertama, umumnya ditulis sebelum tahun 1900 Isi tambo sarat dengan muatan pelajaran tasawuf, pelajaran hakikat penciptaan manusia, hakikat dan etika hubungan antar manusia, etika serta syarat dan tugas pemimpin/penghulu. Penulis bukanlah orang yang akrab dengan aksara Arab, bukan santri atau guru/ ulama yang terbiasa menulis huruf Arab, atau biasa menulis ayat Al-Quran. Penulis sangai mengenal dunia tasawuf Penulis mengetahui kisah, tokoh, tema, istilah.

 

Jejak Islam dalam Naskah-Naskah Tambo Minangkabau nama-nama yang biasa terdapat dalam dunia tasawuf di berbagai belahan dunia. Kisah dan berbagai ungkapan tasawuf yang dikutip dalam tambo adalah hal yang sangat akrab bagi penulis. Penulis akrab berbagai ungkapan dan istilah alam-alam gaib. Penulis lebih akrab dengan kajian Makrifat, kajian sifat-sifat Tuhan, Tapi tidak akrab dengan Asma al Husna.

 

Sebaliknya penulis tidak akrab dengan ritual ibadah Islam. Penulis tidak dekat dengan ahlul bait Nabi Muhammad, tidak menyebut satupun keluarga dan sahabat nabi. Penulis tidak dekat dengan ritual haji maupun kisah Nabi Ibrahim. Penulis berusaha mengasosiasikan/mendekatkan seluruh tokoh- tokoh nenek moyang Minangkabau dengan sifat-sifat ideal seorang “insan kamil” manusia ideal menurut Islam. Istilah dalam tambo untuk insan kamil adalah “urang sabana urang”. Naskah-naskah Tambo Minangkabau periode kedua, umumnya ditulis setelah tahun 1900-an dan dicetak (letter press). Muatan pelajaran tasawuf sebagian besar hilang. Kisah-kisah yang terkait dengan alam gaib, martabat arwah, tidak ada.

 

Pertama, Terdapat dua variasi besar wacana keislaman dalam naskah-naskah Tambo Minangkabau. Naskah periode pertama, sebelum tahun 1900 M semuanya ditulis tangan, naskah periode kedua adalah terbitan sesudah tahun 1900-an, umumnya sudah dicetak.

 

Kedua, Naskah periode pertama dipenuhi oleh wacana tasawuf Hampir keseluruhan isi tambo, dan hampir semua nadkah tambo memuat wacana yang terkait dengan tasawuf. Terdapat kisah Nur Muhammad atau Martabat Arwah yang merupakan kisah yang terdapat di berbagai naskah sastra sufi di berbagai belahan dunia.

 

Ketiga, Naskah periode kedua tidak memuat kisah Nur Muhammad, tampak berusaha rasional dengan memasukkan “sejarah ilmiah” tentang Sang Sapurba dan Adityawarman. Wacana alam gaib dan tasawuf relatif tidak ada dalam naskah periode kedua

 

Keempat, Corak keberagamaan yang menjadi sumber wacana, dan tema-tema keislaman dalam naskah-naskah Tambo Minangkabau periode pertama sangat kental dengan dunia tasawuf. Tidak memuat tuturan tentang ahlul bait nabi, dalam arti tidak dekat dengan Syiah. Tidak terdapat tuturan tentang ibadah, tidak ada tuturan tentang Ibrahim, atau tentang haji. Tambo Minangkabau lebih esoteris, sebagaimana dunia tasawuf.

 

Kelima, Naskah periode kedua cenderung lebih eksoteris, terutama naskah tambo yang memuat term-term: Pemerintahan Adat, Undang-Undang Tariak Baleh, Si Gamak-Gamak, Si Mumbang Jatuah.

 

Keenam, Corak keberagamaan penulis-penulis pada periode pertama penulisan naskah Tambo Minangkabau sangat kental dengan tasawuf. Hal ini sangat mungkin menjadi salah satu sumber pertikaian kaum adat dengan kaum Paderi yang ditengarai menentang tasawuf.

 

Ketujuh, Penulis-penulis periode kedua relatif sudah meninggalkan dunia tasawuf. Ada kemungkinan terjadi perubahan karena pengaruh Paderi dan perkembangan Islam di Indonesia Minangkabau pasca diskursus “Kaum Tua vs Kaum Muda”.

 

Kedelapan, Pengaruh pemikiran Islam terhadap penulisan naskah-naskah Tambo Minangkabau sangat nyata. Naskah Tambo Minangkabau sangat sarat dengan muatan pemikiran Islam pada masanya. Kemudian perubahan situasi dan konstelasi pemikiran Islam di masyarakat juga merubah wacana yang ditulis oleh penulis naskah periode berikutnya.

 

Perlu didalami lebih lanjut perubahan wacana-wacana keislaman dalam naskah tambo pada setiap periode Data perubahan wacana yang terikat dengan waktu penulisan akan membantu memberi penjelasan apa yung terjadi pada suatu masa. Tambo Minangkabau sebagai karya sastra lisan yang nyata membawa pesan-pesan Islam layak untuk jadi bahan kajian sekaligus media pembelajaran sastra budaya khususnya pembelajaran Budaya Alam Minangkabau, dalam rangka melaksanakan tanggungjawab menjaga da melanjutkan kebudayaan Indonesia.¹

 

Bersambung…

 

Akan terbit:

Kaba Minangkabau 

 

Catatan Redaksi: Poin-poin yang dirasa ada penekanan tokoh atau suatu peristiwa penting sengaja diberi tulisan tebal.

 

¹https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/turast/article/view/356/233

 

Referensi sebelumnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *