LITURGI SENDOK DAN SENYAP
by Bumiara
Ia turun ke lumpur
Seperti imam turun ke altar
Bawa sendok besar dan doa yang sudah dihafal kamera.
Lumpur disendok perlahan
Bukan dibersihkan melainkan untuk disakralkan
Agar bencana tampak khidmat
dan kegagalan terlihat manusiawi
Rakyat membayar mahal
upacara ini
Pajak sebagai dupa,
kesabaran sebagai sajadah
Dan luka sebagai persembahan yang tak pernah kembali bernama
Beras diangkat seperti kitab suci dadakan
Rendang diaduk agar empati tetap hangat di layar kaca
Sementara dapur kebijakan
dibiarkan dingin dan berdebu
Ia menyebutnya kerja senyap.
Senyap yang tak melahirkan jejak,
tak meninggalkan hitungan, tak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Dalam senyap menua sebelum lahir
Janji membusuk tanpa bau dan kesalahan belajar berjalan tanpa bayangan
Pemimpin semacam ini
tidak memimpin arah
Ia menjaga suasana tak menyembuhkan luka
Hanya memastikan
luka itu tampak tenang
Dan ketika ritual usai
Sendok kembali ke etalase
Kamera pulang lebih dulu
Sementara negeri
tetap berlutut di hadapan masalah
yang tak pernah diajak bicara
—


