Pikiran Apa

Pikiran Apa

 

Entah apa dipikirnya

barangkali logikanya sudah disewakan pada ambisi,

digadai lunas ke langit palsu

lalu menjahit bendera dari warisan basi

yang kini cuma jadi taplak meja pesta ego sendiri.

 

Waktu baginya sekadar jam tua

yang berdetak ke sudut belakang

Panggung luka yang ia sewa

untuk menari di atas derita orang lain.

 

Sifatnya kini cuaca tak jelas musim

kadang mendung iri,

kadang badai hasut,

kadang gerimis pura-pura peduli

Semuanya turun di waktu yang paling tidak perlu.

 

Langkahnya seperti pendoa

tapi napasnya bau minyak kuasa.

Bicara tentang laku luhur

lewat mimbar yang dibangun dari emas curian

Topang janji yang dibakar sunyi.

 

Tingkah lakunya seperti kitab cetakan ulang

Sampulnya baru

isinya kosong,

Dijual mahal kepada yang tak sempat membaca.

 

Monoton,

tapi tetap dielu-elukan

oleh sorak penonton yang dibayar nasi bungkus

Duduk di barisan depan sambil lupa lapar.

 

Sangkanya ia malaikat

padahal cuma arca,

dipoles moral tempelan dan pajangan

Dilorong penuh kaca,

tempat ia berkaca pada pujian

Mabuk oleh gema namanya sendiri.

 

by: Bumiara