Mohammad Natsir Sang Pemikir Yang Peduli Terhadap Pendidikan Islam

Bukittinggi, Banuaminang.co.id ~~                  Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 1908, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya bernama Muhammad Idris Sutan Saripado yang bekerja sebagai seorang juru tulis kontrolir di masa pemerintahan Belanda. Ibunya bernama Khadijah yang dikenal taat memegang ajaran Islam. Dalam keseharian beliau sering disapa Pak Natsir. Dan sangat terkenal dengan pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia. Kehidupan pribadi dari Bapak M. Natsir memegang teguh hidup sederhana dan jauh dari kecintaan terhadap harta benda. Dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pergaulan politik, Beliau selalu menjalin persahabatan, dia sering dalam hal ideologi dan keyakinan beliau selalu berbeda pendapat dengan tokoh lain, jika kita melihat dalam berpolitik selalu mengedepankan sopan serta santun untuk berpolitik.

 

Sesuai dengan judul diatas penulis mencoba menyajikan konsep pendidikan yang terkenal dari Bapak Mohammad Natsir adapun konsep pendidikannya adalah yang integral, harmonis, dan universal. ini merupakan hasil dari ijtihad dan renungan yang digali Pak Natsir langsung dari al-Qur’an dan Hadits. Konsep pendidikan dari hasil pemikiran beliau merupakan refleksi serta reaksi Natsir terhadap kenyataan sosio-historis yang ditemukannya dimasyarakat. Konsep pemikiran tersebut ternyata tidak atau belum ditemukan dalam masyarakat Islam di mana pun. Pak Natsir menilai bahwa pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat Islam tidak sesuai dengan konsep pendidikan ideal yang dicita-citakan oleh beliau. Karena Konsep pendidikan yang ada adalah konsep pendidikan yang bersifat diferensial, dikotomis, dan disharmonis. Bukan konsep yang universal, integral, dan harmonis. Kondisi tersebut menurut beliau diakibatkan bahwa dunia Islam sekian lama semakin mengalami kemunduran karena saat itu sesuai dengan pandangan Pak Natsir Islam terlalu dominan dalam pemikiran tasawwuf serta terhambat perkembangannya karena dalam penjajahan Barat selama berabad-abad.

 

Sebagai seorang tokoh yang modernis, yang sangat memahami perkembangan zaman sehingga tidak mudah terkontaminasi oleh arus pemikiran lama yang membuat arah berpikir menjadi fatalis. Selain itu beliau adalah tokoh Nasional yang reformis yang memiliki visioner jauh kedepan dan selalu mencari solusi dari masalah-masalah yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Sebagai wujud dari pemikirannya Beliau merealisasikan dari cita-citanya tersebut, maka pada tahun 1932, Natsir membuka sebuah kursus sore yang merupakan embrio lembaga pendidikan Islam seperti yang diimpikannya selama ini. Dalam Pendidikan Islam tersebut Natsir menggabungkan dua sistem, yaitu sekolah yang bernafaskan Islam (cita pendidikan yang Islami) dengan sistem kurikulum dan manajemen modern. Natsir menekankan bahwa tidak ada dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum.

 

Baginya, semua jenis pendidikan hendaknya bertumpuh pada suatu dasar maupun tujuan tertentu. Dasar tersebut bagi Natsir tidak lain terkandung dalam ajaran Islam, yaitu tauhid. Sedangkan tujuannya yaitu ta’abbud, pengabdian diri kepada Allah SWT. Konsepsi pendidikan yang integral, universal dan harmonis dalam pandangannya tidak mengenal dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, sebaliknya dimaksudkan untuk mewujudkan adanya keterpaduan dan keseimbangan. Dasar atas semua hal tersebut adalah agama, apa pun bidang dan disiplin ilmu yang ada.

 

Konsep pendidikan yang diungkapkan Natsir tidak dapat dilepaskan dari misinya untuk menyebarkan ajaran Islam, sebagai agama yang universal, Islam bukan sekedar ajaran tentang tata hubungan antara manusia dengan Tuhan (Habluminallah), melainkan suatu pandangan hidup manusia dan sekaligus mejadi pegangan hidup. Ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat universal, lengkap dan sempurna. dapat dipahami bahwa Islam tidak mengenal batas-batas Negeri, Negara, dan Benua. Islam bukanlah Barat dan bukan pula Timur (la syarqiyyah wa la gharbiyyah) tetapi adalah milik Allah yang dikaruniakan kepada manusia. Baginya Islam tidak mengenal dikotomi Barat dan Timur. Baginya Islam hanya mengenal dikotomi antara yang haq dan yang batil. Maka dari hal tersebut tidak perlu ada pertentangan dalam ilmu, apakah datangnya dari Barat ataupun dari Timur. oleh sebab itu Rasulullah SAW tidak membatasi wilayah-wilayah tertentu bagi umatnya untuk mendapatkan ilmu. Rasulullah menyuruh kepada seluruh umatnya. Untuk menuntut ilmu kemana saja dan dimana saja, termasuk ke negeri Cina, suatu tempat yang saaat itu cukup jauh dari negeri Arab. Kalaulah dikaitkan dengan kondisi sekarang, suka atau tidak suka, kemajuan ilmu telah diraih oleh bangsa-bangsa Barat, maka bisa jadi pesan perkataan Rasulullah tidak lagi ke negeri Cina, melainkan ke negeri-negeri Barat.

 

Demikian pula halnya dengan pendidikan. Menurut Pak Natsir pendidikan yang berasal dari Barat dan Timur tidak perlu dijadikan bahan perselisihan. Sebagai sesuatu yang diciptakan oleh manusia sendiri dan bersifat baru kedua sistem mempunyai kelebihan dan kekurangannya, serta kebaikan dan keburukan. Karena itu, tidak perlu dipertentangkan (antagonisme), dengan cara untuk menghidupakan lampu kita terpaksa kita mematikan lampu orang artinya untuk membenarkan yang satu dan kita menyalahkan yang lain . Islam hanya mengenal antagonisme yang haq dan yang batil, yang benar dan yang salah. Semua yang hak akan diterima dan semua yang batil akan ditolak, tanpa memperdulikan apakah hal itu berasal dari Barat atau dari Timur.

 

Secara prinsip Natsir yang menyatakan bahwa pendidikan Islam bersifat universal dan sekaligus integral dan harmonis, ini merupakan kemajuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam. tidaklah diukur dengan penguasaan duniawi saja, akan tetapi sampai di mana kehidupan duniawi memberikan aset kehidupan di akhirat kelak.

 

Menurut Natsir, tujuan utama dari pendidikan adalah ajaran tauhid, mengenal Tuhan, mempercayai, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Tauhid diperlukan untuk menjaga harmonis dan keseimbangan antara intelektual dan spritual, antara jasmani dan rohani, dan antara duniawi dan ukhrawi. Tauhid menurutnya merupakan dasar pendidikan yang hendak diberikan kepada generasi mendatang.

 

Sasaran ajaran tauhid adalah pembentukan kepribadian yang juga menjadi sasaran tujuan pendidikan. Keyakinan terhadap keesaan Allah akan menempa seseorang menjadi tangguh pribadinya dalam melaksanakan tugas kemanusiaan sebagai hamba Allah, berani hidup mengarungi berbagai kesulitan, bahaya, tipu daya, dan bahkan malapetaka. Sebagai makhluk sosial, seorang anak yang sudah tertanam dasar tauhid akan mampu mengambil danmelaksanakan kewajiban dengan penuh tanggung jawab demi kepentingan masyarakat. Tauhid pada hakikatnya adalah landasan dari seluruh aspek kehidupan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.

 

Natsir menjelaskan bahwa hakikat penghambaan kepada Allah sebagai tujuan hidup juga mempunyai tujuan pendidikan kita, bukanlah suatu penghambaan yang memberikan keuntungan kepada yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan kepada yang menyembah. Penghambaan yang memberikan kekuatan kepada yang mempersembahkan dirinya.( BAHRUL ‘ULUM.ZR )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *