Bukittinggi, Banuaminang.co.id – 2 September 2025. Isu dugaan penyelewengan dana pokok pikiran (pokir) anggota dewan kembali mengemuka di berbagai daerah, termasuk sorotan masyarakat di Sumatera Barat. Menanggapi hal ini, pakar hukum Dr. (C). Riyan Permana Putra, S.H., M.H menegaskan bahwa penyelewengan dana pokir merupakan tindak pidana korupsi.
Menurut Riyan, dana pokir sejatinya adalah instrumen penyerapan aspirasi masyarakat oleh anggota legislatif untuk pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun dalam praktiknya, tak jarang dana tersebut disalahgunakan.
Jika dana pokir dipakai tidak sesuai peruntukannya, apalagi untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu, itu jelas termasuk korupsi sebagaimana Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tegas Riyan di Bukittinggi, Selasa (2/9/2025).
Landasan Hukum
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun…”
Pasal 3 UU Tipikor: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan… dipidana…”
Yurisprudensi Terkait
1. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 671 K/Pid.Sus/2012 – menegaskan bahwa setiap penyalahgunaan anggaran daerah yang mengakibatkan kerugian keuangan negara merupakan tindak pidana korupsi.
2. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1596 K/Pid.Sus/2013 – menyatakan bahwa anggota legislatif yang terlibat dalam pengelolaan dana aspirasi (pokir) dan menyalahgunakannya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Riyan menambahkan, aparat penegak hukum tidak boleh ragu menindak oknum yang terbukti melakukan penyimpangan dana pokir.
Dana pokir adalah uang rakyat. Kalau diselewengkan, sama saja mengkhianati amanat konstitusi. Transparansi dan pengawasan publik mutlak diperlukan agar dana pokir benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, ujarnya.
( DK )