Catri Bilangpandai

Disadur Dari Buku Minanga, Minangkabau dan Pagaruyung Disusun oleh DR. H. Nudirman Munir, SH, MH

Catri Bilangpandai

 

Disadur Dari Buku Minanga, Minangkabau dan Pagaruyung

Disusun oleh DR. H. Nudirman Munir, SH, MH

 

Catri Bilangpandai

Sungguh pun banyak hiburan yang ditemuinya di dalam keramaian, tidak bisa untuk menghilangkan kegelisahan dan rasa hatinya yang telah hancur Adapun yang dilakukan oleh Sutan Maharadjo Basa juga diam tidak pernah menegur sapa Sutan Balun, tentunya keadaan ini makin memperparah keadaan yang dialami oleh Sutan Balun. Ayah Sutan Balun yang sangat hapal dengan sikap dan tingkah laku Sutan Balun, tentunya merasa heran melihat perubahan yang dialami putranya. Sutan Balun yang sudah bertekad untuk memperjuangkan sendiri cita-citanya, tidak mau mengungkapkan isi hatinya pada Catri Bilangpandai, walaupun sudah dibujuk dengan segala cara. Namun, Catri Bilangpandai karena adalah orang yang sangat bijaksana, akhirnya Sutan Balun menceritakan semua yang telah terjadi antara dirinya dengan Sutan Maharadjo Basa.

 

Setelah mendengar semua uraian dari Sutan Balun, Catri Bilangpandai juga turut merasa gelisah dan kesal hatinya melihat kondisi hubungan anak kandungnya Sutan Balun dengan Sutan Maharadjo Basa anak tirinya. Karena hubungan darah yang tidak sama itulah, membuat sulit bagi Catri Bilangpandai untuk membantu menyelesaikannya. Kedua pihak yang sama-sama mempertahankan pendiriannya masing-masing, yang berujung merusakkan hari dan keretakkan antara dua bersaudara berlainan ayah. Catri Bilangpandai hanya bisa menyabarkan hati Sutan Balun. Namun Sutan Balun mengemukakan kesedihan hatinya lantaran pembicaraan Sutan Mahardjo Basa. Baginya lebih sakit disinggung oleh kata daripada kena senjata tajam. Segala macam pandangan disampaikan Catri Bilangpandai untuk menenangkan hati Sutan Balun, namun tidak berhasil sama sekali. Pada akhirnya, Sutan Balun meminta izin kepada ayahnya agar dirinya bisa dilepas untuk melakukan perjalanan untuk menenangkan hati dan jiwanya yang gelisah dan menderita siksaan batin yang sangat berat

 

Catri Bilangpandai tidak mengizinkan anaknya untuk pergi dengan alasan bahwa ilmu pengetahuan yang akan diberikannya masih banyak lagi, sedangkan yang telah ada pada diri Sutan Balun belumlah mencukupi. Selain itu, Catri Bilangpandai tidak akan merasa tenang hatinya sebelum pertikaian antara kedua anaknya selesai. Jika sengketa ini didiamkan tanpa diselesaikan, akibatnya akan sampai kepada rakyat. Sebab rakyat yang bersimpati kepada Satan Balun akan gelisah, jika Sutan Balun menyisihkan diri dari Sutan Maharadjo Basa. Akibatnya akan membawa perpecahan anak nagari menjadi dua golongan, yaitu golongan Sutan Maharadjo Basa dan golongan Sutan Balun. Catri Bilangpandai berusaha menahan Sutan Balun untuk tidak berangkat meninggalkan kampung. Tetapi keputusan Sutan Balun sudah tak bisa diubahnya lagi. Catri Bilangpandai dengan terpaksa melepas kepergian Sutan Balun

 

Sutan Maharaja Basa

Pada saat waktu yang tepat, Sutan Balun berangkat diam-diam setelah jauh-jauh hari meminta izin dan berjabat tangan dengan kedua orang tua dan adiknya. Sutan Balun sama sekali tidak menemui Sutan Maharadjo Basa untuk minta izin atau sekurang-kurangnya memberi tahu nianya. Sutan Maharadjo Basa insyaf dan sadar bahwa kepergian Sutan Balun bukan hanya karena pendirian dan tujuannya tidak tercapai, tetapi pergi karena hati yang rusak disebabkan kata-kata yang diucapkan kepada adiknya. Sebagai yang sangat menyayangi dan mengagumi adiknya, Sutan Maharadjo Basa merasakan hati yang hancur ditinggalkan adik dalam keadaan tidak berbaik hati. Sutan Maharadjo Basa merasa sangat canggung ditinggalkan Sutan Balun, seperti pepatah “bak padang ditinggakan angin, bak lauik ditinggakan ombak”. Penyesalannya semakin hari semakin bertambah apalagi timbul kesulitan-kesulitan dalam urusan nagari dan pemerintahannya.

 

Sutan Balun 

Tekad untuk yang bulat untuk mengubah undang-undang Tarik Balas yang telah banyak merugikan rakyat menambah pekat darah dalam diri Sutan Balun selama menempuh perjalanan. Dia berjanji tidak akan pulang kampung sebelum sanggup melenyapkan undang-undang yang menjadi sebab perselisihannya dengan Sutan Maharadjo Basa dan membawa dirinya jauh ke rantau. Menurut cerita Tambo Minangkabau, Sutan Balun berangkat dari Pariangan Padang Panjang, lalu ke nagarı Lima Kaum dan terus ke Batutaba. Diteruskan berjalan ke Sijunjung, menyusuri ke hilir Batang Kuantan, terus ke Selat Malaka. Dilayarinya Selat Malaka dengan menyinggahi pulau-pulau di Riau sambil menambah pengetahuannya. Selanjutnya terus menuju tanah Semenanjung Malak dan masuk ke Selat Johor. Adapun rute yang ditempuhnya, yaitu tanah Malaya, Pahang, Petani, Negeri Sembilan, Kualalumpur, Kedah, sampai keluar tanah Malaya. Diteruskannya perjalanan ke Siam menuju Bangkok.

 

Tujuan perjalanannya ke daerah-daerah tersebut adalah semata-mata untuk melihat, memandang, dan mempelajari adat-istiadat serta ilmu pemerintahan negeri yang disinggahinya. Puas berkeliling di Siam dan Bangkok serta telah cukup mengerti dengan tata cara hukum, Sutan Balun meneruskan perjalanannya menuju negeri China. Dia bermaksud untuk sampai ke Makau dan sekitarnya, karena dimasa itu negeri tersebut telah mempunyai kemajuan dan terkenal kemana-mana.

 

Pada suatu saat Sutan Balun termenung dan teringat pada nasib diri yang terombang-ambing oleh peruntungan yang membawanya ke perantauan yang jauh. Dalam termenungnya, dia teringat kejadian yang menjadi penyebab terpisahnya diri dari orang tua dan saudara sampai waktu yang cukup lama. Timbullah rasa cinta dan kerinduan pada kampong halaman, tanah tumpah darahnya.

 

Setelah dirasa cukup pengetahuannya untuk melaksanakan cita-citanya untuk memperbaiki nasib rakyatnya, timbullah keinginan untuk pulang ke kampong halaman. Setelah menimbang semasak-masaknya dan mengukur ilmu pengetahuannya, apakah sudah cukup untuk mencapai tujuan agar tidak ada halangan lagi sama sekali. Menjalani hidup di perantauan selama lebih kurang tiga tahun, sudah cukup rasa dan keyakinannya, disiapkanlah barang- barang yang tidak ada di negerinya untuk dibawa pulang. Selain itu dibawanya seekor anjing kesayangannya yang didapat di negeri Siam. Seekor anjing kumbang (hitam) yang besar, bulunya panjang, serta daun telinga yang terkulai. Anjing tersebut menjadi teman setia dan menjadi pengawal pribadinya selama menjalani masa perantauan. Kesetiaannya yang melebihi keberaniannya menjadi alasan kuat kenapa anjing itu harus dibawa bersama pulang ke Pariangan Padang Panjang.

 

Pada waktu dan situasi yang baik, berangkatlah Sutan Balun dari tanah China kembali ke tanah airnya, Pulau Andalas. Dalam perjalanan, selalu terbayang olehnya keinginan dan cita-citanya sambil memikirkan bagaimana cara baik untuk melaksanakannya. Akibatnya dia lupa arah perjalanan, laut mana yang sedang diarunginya. Setelah melalui Pulau-pulau Tujuh dan barulah sadar saat telah memasuki perairan Riau. Sampai di salah satu lembah di Batang Hari, ditelusuri sungai tersebut ke arah hulu hingga berlabuh di suatu negeri kecil. Beberapa lama menyusuri pedalaman, maka sampailah Sutan Balun di Pariangan Padang Panjang. Sutan Balun langsung menemui kedua orang tuanya dan menyalami tangan keduanya. Rasa bahagia memenuhi isi rumah menyambut kedatangannya.

 

Kembalinya Sutan Balun

Sutan Balun menceritakan kejadian-kejadian yang dialaminya, dimana belum pernah ditemui sebelumnya. Mulai dari suka dukanya di tengah-tengah lautan lepas yang diarungi tanpa pernah dipelajari sebelumnya, tetapi alam sekitarnya telah menjadi guru hingga dia tidak mengalami kesulitan-kesulitan yang berarti. Dari kejadian-kejadian alam yang ditemui, Sutan Balun mendapatkan banyak hikmah dan pengalaman hidup, dan yang paling penting adalah ilmu pengetahuan yang kelak sangat berguna bagi kelangsungan hidup dirinya serta masyarakat banyak. Seperti kejadian matahari yang menyinari bumi, dengan panas teriknya, di tengah laut Sutan Balun melihat kejadian dari langit tidak berawan menjadi berawan dan awan tersebut buyar menurunkan hujan. Hujan turun membasahi bumi mengalir di sungai-sungai membawa hanyut debu, pasir, tanah dan kembali lagi berkumpul di lautan tempat asalnya. Catri Bilangpandai sangat terharu mendengar cerita putranya. Apalagi mendengar ucapan kata-kata falsafah yang halus tetapi sangat dalam pengertiannya yang dikemudian hari akan dilaksanakan oleh Sutan Balun menjadi falsafah Adat Nan Subana Adat.

 

Orang-orang kampung pun mulai ramai mengunjungi Sutan Balun di rumah ibunya Putri Indah Jalih. Tak henti-hentinya tamu yang diterima oleh Sutan Balun, baik dari pihak keluarga, dari korong kampung, serta dari koto dan nagari. Sutan Maharadjo Basa pun tahu orang-orang selalu ramai mengunjungi rumah ibunya, ada keinginan untuk bertamu, namun belum ada kesempatan sama sekali Sutan Maharadjo Basa berkeinginan bercakap-cakap secara empat mata dengan adiknya Sutan Balun, namun karena masih banyaknya tamu, terpaksa keinginan tersebut diundurnya. Sutan Maharadjo Basa kemudian menugaskan hulubalangnya untuk menemui Sutan Balun dalam rangka menyampaikan keinginan sang raja. Kedatangan hulubalang diterima oleh Sutan Balun, kemudian terbayang olehnya bahwa keretakan yang disebabkan oleh kata-kata sang raja yang menusuk hatinya dahulu telah diinsyafi oleh sang raja. Saat itu timbullah kembali harapan Sutan Balun bahwa cita-citanya akan tercapai dengan jalan baik-baik. Untuk menyisiasatinya, Sutan Balun menanyakan beberapa hal kepada hulubalang tentang keadaan Sutan Maharadjo Basa. Secara tidak sadar, hulubalang telah menguraikan beberapa hal yang disinggung oleh Sutan Balun. Sutan Balun menanyakan keadaan secara perlahan dan sedikit demi sedikit serta pertanyaan yang sifatnya memancing hulubalang untuk menjawabnya. Setelah sekian lama berbicara dan tanya jawab berbagai hal, hulubalang pun pamit. Sutan Balun merasa harap-harap cemas menunggu kedatangan saudaranya Sutan Maharadjo Basa.

 

Akhirnya, pada keesokan paginya Sutan Maharadjo Basa datang diiringi oleh hulubalangnya. Dengan penuh sukacita Sutan Balun menyambut kedatangannya. Keduanya lalu duduk melakukan ramah tamah dengan penuh rasa persaudaraan. Dalam pertemuan pertama itu, hanya membahas tentang masalah keluarga, tidak ada dibicarakan mengenai kejadian yang pernah membuat pertengkaran diantara mereka. Setelah sekian lama berbincang- bincang, mereka pun makan siang bersama. Selesai makan, Sutan Maharadjo Basa minta izin pamit pulang. Diikuti oleh hulubalang, Sutan Maharadjo Basa turun ke halaman rumah. Sutan Basa mengikuti hingga pintu depan rumah. Saat hulubalang yang berjalan paling terakhir melewati anjing kumbang kesayangan Sutan Balun. Saat itu anjing kumbang sedang asyik berguling- guling di dekat gerbang perkarangan rumah. Sewaktu hulubalang sudah dekat dengan anjing tersebut, dihampirilah anjing itu karena ketertarikannya melihat sang anjing, saat hulubalang hendak memegang tali pengikatnya, si anjing menoleh pada tuannya, Sutan Balun. Sutan Balun memberi sedikit kode, dan karena sudah tiga tahun lebih menemani tuannya dengan setia, si anjing langsung mengerti, si anjing spontan marah terus melompat ke arah hulubalang dan menggigitnya. Sutan Maharadjo Basa terkejut melihat kejadian tersebut. Sebagai tuan rumah dan majikan sang anjing Sutan Balun langsung mengejar dan berusaha melepaskan hulubalang dari terkaman anjing yang sedang marah. Kaki hulubalang mengeluarkan darah karena terluka agak dalam dan merasa sangat kesakitan karena gigitan sang anjing. Darah yang mengalir membasahi celananya, dan menjadi terlihat jelas oleh khalayak ramai yang menyaksikan peristiwa tersebut. Sutan Balun langsung memberikan pertolongan pertama pada hulubalang.

 

Berita mengenai tergigitnya hulubalang tersiar dengan cepat melalui cerita dari mulut ke mulut. Setelah kejadian itu, orang-orang yang bertamu ke rumah Sutan Balun merasa harus berhati-hati agar tidak digigit oleh sang anjing. Kejadian itu menjadi buah bibir dan pemikiran bagi para cerdik pandai, para hulubalang-hulubalang lainnya, dan ampang lima, karena membahayakan bagi si hulubalang yang terkena gigitan sebagai yang teraniaya. Oleh karena itu, sangat pantas untuk dituntut orang yang memiliki anjing tersebut. Kelanjutan dari permasalahan ini sangat menjadi perhatian orang banyak. karena yang kena gigit adalah hulubalang, sementara yang punya anjing dan patut didakwa adalah orang yang malah sepatutnya memberikan keadilan bagi rakyatnya.

 

Sutan Maharadjo Basa merasa sangat kesulitan dalam memikirkan keadaan tersebut, akan terasa berat bila diadili, karena demi menjaga hati dan perasaan saudaranya yang baru saja kembali dari perjalanan yang sangat jauh karena kesedihan hati sebelumnya. Jika Sutan Balun dituntut, ada kekhawatiran pada diri Sutan Maharadjo Basa, Sutan Balun yang telah rusak hatinya dan mungkin bisa disembuhkan, nanti malah akan bertambah rusak. Jika tidak diperkarakan dan diadili, tentunya tidak akan menyenangkan hati anak negeri dan mungkin akan menghilangkan wibawanya sebagai orang yang berkuasa. Itulah sebabnya Sutan Mahardjo Basa sangat lalai untuk mengusut dan menyelesaikan masalah tersebut. Sementara Sutan Balun juga ikut merasa tidak enak dan gelisah karena belum diusutnya perkara tersebut, bisa-bisa juga rencananya untuk memberikan yang terbaik bagi rakyatnya akan kandas sebelum sempat menyampaikannya.

 

Sutan Balun kemudian mengemukakan kepada Sutan Maharadjo Basa, bahwa perkara tersebut wajib diselesaikan agar pemerintahan Sutan Maharadjo Basa tidak dipandang jelek oleh rakyatnya. Atas pendapat itulah, Sutan Maharadjo Basa lalu melanjutkan perkara tersebut menurut ketentuan- ketentuan yang berlaku dalam negeri. Tepat pada hari kelima setelah hulubalang digigit anjing, maka bersidanglah para “manti” serta para pembantu raja dalam persidangan adat yang dilaksanakan diatas “Balairungsari” yang memiliki panjang tujuh belas ruang. Rakyat pun turut menyaksikan proses persidangan, karena yang terlibat dalam perkara adalah Sutan Balun.

 

Balairongsari dipenuhi oleh peserta rapat yang akan menggelar sidang. Selain itu juga disaksikan oleh para penduduk yang datang dari penjuru Nagari. Persidangan dimulai dengan pemeriksaan terdakwa, yaitu Sutan Balun. Dalam pemeriksaan, Sutan Balun mengakui perbuatan anjingnya yang telah menggigit kaki hulubalang hingga terluka mengeluarkan banyak darah. Sutan Balun juga berpendapat, bahwa siapa yang melakukan harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan patut didakwa. Pada kenyataannya, dalam perkara tersebut tidak ada kesalahan pada pribadi Sutan Balun, karena khalayak ramai menyaksikan bahwa yang melakukan kesalahan adalah seekor anjing. Tetapi yang merumitkan dalam persidangan, kenapa Sutan Balun yang didakwa melakukan kesalahan?.

 

Bersambung…

 

Akan terbit:

  • Hukum Tarik Balas
  • Tuah Sakato

Catatan Redaksi: Poin-poin yang dirasa ada penekanan tokoh atau suatu peristiwa penting sengaja diberi tulisan tebal.

Keterangan foto: Redaksi Banuaminang.co.id bersama dengan DR. H. Nudirman Munir, SH, MH (Dewan Penasehat Banuaminang.co.id)

Referensi sebelumnya:

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *