Aturan Ahli Waris Dalam Adat Minangkabau 

Aturan Ahli Waris Dalam Adat Minangkabau 

 

Disadur Dari Buku Minanga, Minangkabau dan Pagaruyung

Disusun oleh DR. H. Nudirman Munir, SH, MH

 

Bagaimana seandainya suatu kekerabatan dalam kaum yang saling berjauhan, tidak lagi memiliki keturunan lagi?

 

Sesuai dengan ungkapan pepatah: “panjang nan bakaratan, laweh nan basibiran”. Panjang nan bakaratan atau panjang yang berkarat artinya, semakin panjang garis keturunan, semakin berkarat atau tidak berkilat/jelas lagi antara satu sama lainnya. Laweh nan basibiran atau luas yang berada di pinggir, artinya semakin luas atau jauh lokasi tempat tinggal, semakin jauh dari pusat atau tempat asal yang asli.

 

Menurut adat Minangkabau, jika seandainya putus ahli waris pada tempat yang lebih jauh, maka kerabat tempat asal akan mewarisi harta dan pangkatnya, dengan syarat harus ditunggui atau mendiami lokasi tinggal kerabat yang hampir/telah punah. Maksudnya, apabila tidak ada yang menjadi ahli waris dalam suatu kaum di Minang, maka kerabatnya yang lain, walaupun berada di tempat tinggal yang berbeda, akan menjadi ahli waris karena masih satu keturunan sebelumnya. Begitu juga sebaliknya. Sesuai dengan pepatahnya: “Warih bajawek pusako batolong, untuak batariak baban babao, bakeh diuni pusako ditunggui”, Maksudnya, ahli waris bertanggung jawab menyelamatkan warisan atau pusaka, yang bersangkutan atau ahli waris harus mendiami atau menempati warisan atau pusaka yang telah menjadi beban tanggung jawabnya tersebut. Tujuannya adalah supaya lokasi-lokasi yang telah ditemukan serta dijaga dan dipergunakan sebelumnya tidak lepas kepada pihak lain yang bukan dari orang Minang.

 

Metode/adat waris tersebut diatas dibuat oleh ninik moyang orang Minang yaitu Datuak Tantedjo Garhano. Beliau adalah orang Minang pertama yang mendirikan “Balai Panjang” ruangan dengan tempat duduk yang panjang, beratap tetapi tidak memiliki dinding. Tempat ini digunakan untuk berkumpul dan menerima perintah dari penguasa. Bahan-bahan asli pembuatan Balai Panjang ini terdiri dari tumpukan batu sebagai alas tempat duduk, bambu sebagai kerangka atap, ijuk sebagai atap dan sebagainya. Tinggi Balai tidak seberapa, karena pengerjaan atap tidak menggunakan tangga seperti yang sering kita gunakan untuk menggapai puncak yang melebihi tinggi badan manusia. Balai Panjang tersebut kemudian diberi nama Balairung Sari, terletak di Kampung Tabek, Limakaum.

 

Sistem Pemerintahan Pertama Minangkabau

 

Di Balairungsari ini, Maharadjo Diradjo mengendalikan dan menjalankan pemerintahan atau kekuasaan yang dipegangnya secara mutlak. Kekuasaan penuh dan berdasarkan pertimbangan Maharadjo Diradjo, di dalam tambo Alam Minangkabau disebut dalam pepatah: “undang-undang simumbang jatuah”, maksudnya, undang-undang yang mutlak dipatuhi, karena tak boleh dibanding/diprotes dan tak ada kata ampun, wajib harus dituruti.

 

Undang-undang tersebut berlaku kepada keturunan Maharadjo Diradjo. Akibatnya, banyak rakyat yang harus menerima hukuman karena perbuatan yang belum tentu salah sama sekali. Hak asasi manusia, tidak berlaku sepenuhnya di zaman ini (aturan pertama).

 

Di bidang ekonomi (aturan kedua atau undang-undang si gamak- gamak), segala lapangan pekerjaan untuk penghidupan dikuasai oleh kecerdasan dan kepandaian serta kemampuan masing-masing. Dimasa ini orang hidup sendiri-sendiri, tak menghiraukan kehidupan orang lain.

 

Dalam kehidupan sosial (aturan kedua atau si lamo-lamo), penghargaan pada perbuatan baik tidak akan mendapat ungkapan terima kasih, sebab orang yang memiliki sikap yang baik dan terpuji tidak akan berani menghadapi orang yang dianggap terpandang, karena yang menyandang status terpandang akan dianggap sebagai orang yang berani, sedangkan orang yang tidak terpandang di tengah masyarakat akan merasa jadi penakut.

 

Setelah wafatnya Maharadjo Diradjo, pemerintahan dilanjutkan oleh keturunannya yaitu Suri Diradjo. Beliau melakukan perubahan aturan, sesuai dengan ungkapan pepatah; “sakali gadang balega, sakali adat barubah”. Maksudnya, setelah cukup umur dan patut, maka diangkat atau diresmikan, kemudian sekalian dengan adanya perubahan adat atau aturan.

 

Undang-undang Tarik Balas

 

Setelah kekuasaan dipegang oleh Datuak Suridiradjo, undang-undang yang diterapkan adalah undang-undang Tarik Balas yang bertujuan agar sesuatu kejahatan atau kesalahan seseorang akan mendapat balasan setara atau setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya. Jika seseorang membunuh, maka hukuman yang pantas diterimanya adalah dibunuh juga. Dalam urusan utang piutang, apa yang dipinjam harus sesuai bentuk pengembalian sama seperti barang atau materi yang dipinjam, tidak boleh diganti dengan bentuk lain. Sesuai dengan pepatah: “utang ameh baia jo ameh, utang nyao baia jo nyao, utang padi baia jo padi, utang kato baia jo kato” atau utang emas bayar dengan emas, utang nyawa bayar dengan nyawa, utang padi bayar dengan padi, utang kata bayar dengan kata. Perubahan undang-undang ini membawa perubahan dalam masyarakat. Sebelumnya, undang-undang yang dipakai tidak kenal kata ampun dan kasihan.

 

Undang-undang Tarik Balas diterima dengan baik oleh masyarakat pada waktu itu. Undang-undang terus dilanjutkan oleh keturunan Datuk Suridiradjo yaitu oleh Datuk Seri Mahardjo nan Banego-nego, kemudian oleh anaknya Datuk Maharadjo Basa. Undang-undang tersebut berjalan lancar karena masyarakat boleh mempertahankan kebenaran sebagai hak asasinya sebagai manusia. Adik Datuk/Sutan Maharadjo Basa, yaitu Sutan Balun selalu ikut mendampingi sang kakak sambil memperhatikan dengan cermat setiap jalannya perkara. Sekali-sekali Sutan Balun menyumbangkan buah pikirannya, dan kemudian diangkat sebagai penasehat Sutan Maharadjo Basa. Baik rakyat dan Sutan Maharadjo Basa sangat mengagumi adiknya Sutan Balun yang memiliki kecerdasan dan ide-ide yang cemerlang dalam menghadapi suatu masalah.

 

Walaupun Sutan Balun telah ikut berperan serta dalam membantu Sutan Maharadjo Basa dan terbukti sangat dikagumi, namun Sutan Balun masih melihat dan menilai bahwa undang-undang Tarik Balas belum memberikan kepuasan bagi rakyat. Penerapan undang-undang Tarik Balas yang menyelesaikan satu perkara, tetapi menimbulkan perkara baru, karena dalam menjatuhkan hukuman, harus dibuat perlakuan yang sama bagi terhukum. Misalnya, menghukum mati seorang pembunuh, maka yang melaksanakan eksekusi hukuman sama saja telah melakukan pembunuhan juga. Akibat dari hukuman ini akan menimbulkan rasa luka bagi keluarga pembunuh yang dihukum mati. Sungguh pun demikian, karena sifat bijaksana Sutan Balun yang diwarisi dari ayahnya Catri Bilang Pandai, tidak membuat Sutan Balun gegabah untuk langsung menyampaikan keluhannya kepada kakak lain ayahnya, Sutan Maharadjo Basa.

 

Budi Curiga (Paham Bodi Chaniago)

 

Sutan Balun semakin mencemaskan masa depan masyarakat Minangkabau sebagai akibat dari pelaksanaan undang-undang Tarik Balas. Kecemasan dan kecurigaan yang timbul pada diri Sutan Balun karena kedekatan beliau dengan masyarakat lebih kental dibandingkan kakaknya Sutan Maharadjo Basa. Kecurigaan atau rasa prasangka akan apa yang timbul dimasa datang adalah karena kesucian cahaya hati yang memancar dan menerangi pikirannya. Karena kuatnya desakan untuk melakukan perubahan demi kebaikan masyarakatnya dimasa akan datang, Sutan Balun kemudian membulatkan tekadnya untuk memperjuangkan kebenaran itu kepada Sutan Maharadjo Basa.

 

Setelah berpikir sedalam-dalamnya dan pada waktu yang tepat nantinya, Sutan Balun sangat berharap beliau berdua dengan kakaknya Sutan Maharadjo Basa dapat membicarakan hal tersebut dengan hati dan jiwa yang tenang.

 

Saat Sutan Balun sudah menemukan waktu yang tepat untuk menyampaikan isi hatinya, Sutan Maharadjo Basa merasa kagum dan di dalam hati mengakui kecerdasan dan kebenaran yang ada pada diri Sutan Balun. Tetapi tidak serta merta Sutan Maharadjo Basa langsung menerima pendapat yang disampaikan oleh Sutan Balun. Sutan Maharadjo Basa yang sangat cermat dan teliti dan bertindak, kemudian menjawab usulan Sutan Balun dengan berjanji akan mempertimbangkan dan memikirkan lebih dahulu sedalam-dalamnya. Walaupun begitu, Sutan Balun sudah merasa sangat senang dan bahagia hatinya karena usulannya akan menjadi pemikiran oleh Sutan Maharadjo Basa.

 

Pemegang Tampuk Kekuasaan

 

Menjelang ditepatinya janji oleh Sutan Maharadjo Basa, Sutan Basa tak henti-henti berupaya agar pendapatnya itu tidak kandas begitu saja. Terlebih lagi pendapatnya itu telah dipikirkan sedalam-dalamnya dan tujuannya adalah demi kebaikan masyarakat banyak. Di mata masyarakat, baik Sutan Maharadjo Basa dan Sutan Balun adalah sama-sama pemimpin mereka. Sutan Maharadjo Basa adalah pemegang tampuk kekuasaan yang sangat ditakuti oleh rakyat, tetapi segala keputusan yang berlaku adalah berdasarkan pertimbangan dan pendapat dari Sutan Balun. Semua yang terlaksana adalah berkat kecerdasan, buah pikiran dan kecintaan Sutan Balun pada masyarakatnya.

 

Setelah menunggu selama lebih dari dua minggu, Sutan Balun menuntut jawaban yang dijanjikan oleh Sutan Maharadjo Basa, namun Sutan Maharadjo Basa memberi jawaban bahwa pendapat tersebut belum selesai dipikirkan sedalam-dalamnya. Termasuk seperti apa kira-kira cara, bentuk dan undang-undang penggantinya. Perlu dirumuskan terlebih dahulu semasak-masaknya undang-undang baru yang akan dilaksanakan, barulah usulan tersebut dapat diterima dan undang-undang lama bisa dibatalkan. Sutan Maharadjo Basa kembali menangguhkan dan akan memikirkan semasak-masaknya.

 

Menerima jawaban dari Sutan Maharadjo Basa, Sutan Balun membalas dengan tekad yang kuat bahwa dia akan tetap memperjuangkan pendapatnya hingga cita-citanya menjadi kenyataan. Menanggapi kenyataan yang terjadi, maka timbullah perasaan yang bukan-bukan pada diri Sutan Maharadjo Basa. Menurut dugaannya, jika pendapat Sutan Balun diterima oleh masyarakat, maka pandangan dan penilaian rakyat akan lebih pada diri Sutan Balun, sementara dia sebagai raja akan direndahkan oleh rakyat. Bisa-bisa kekuasaanya akan berpindah ke tangan Sutan Balun, padahal Sutan Balun tidak berhak menjadi raja, karena Sutan Balun adalah anak Catri Bilangpandai bukan anak dari Datuk Seri Maharadjo Diradjo Nan Banego-nego ayah kandung Sutan Maharadjo Basa yang menjadi raja sebelumnya. Di zaman itu, Minangkabau masih menganut garis keturunan Patriakhat yaitu kekuasaan atau warisan yang turun dari ayah kepada anaknya.

 

Janji dari Sutan Maharadjo Basa kembali didiamkan sampai beberapa waktu yang cukup lama, dan tak pernah disinggung kembali. Kondisi yang demikian menimbulkan keinginan yang kuat pada diri Sutan Balun untuk menuntut kembali jawaban yang dijanjikan. Pada waktu penyampaian kembali, Sutan Balun tak lagi bisa menyembunyikan perasaannya. Sutan Balun secara tegas meminta kejelasan dari Sutan Maharadjo Basa, apa alasan raja menolak usulannya. Karena desakan yang keras dari Sutan Balun, maka Sutan Maharadjo Basa menegaskan bahwa undang-undang Tarik Balas tidak bisa diubah oleh siapa pun juga, karena sudah turun-temurun dari nenek moyang. Sutan Balun menyampaikan bahwa dia mengusulkan perubahan bukan untuk mencari-cari simpati dari masyarakat, tetapi adalah untuk membela keselamatan rakyat, dan tidak ada pula bermaksud menjatuhkan kekuasaan kakaknya. Sutan Balun mengatakan bahwa kakaknya telah salah dalam berpikir, namun Sutan Maharadjo Basa menjawab bahwa Sutan Balun tidak berhak ikut campur dalam urusan kerajaan, karena ayah Sutan Balun bukanlah seorang raja sebelumnya.

 

Sutan Balun tidak menjawab sepatah kata pun, karena hati dan perasaannya merasa sangat sakit karena ucapan terakhir dari sang raja. Sutan Balun yang mempunyai sifat yang budiman dan penyabar, sangat pandai menahan hati, sehingga tak tampak sama sekali kekecewaan dan sakit hati yang dirasakannya. Sehabis ucapan terakhir dari sang raja, keduanya hanya bisa diam dan bermenung. Setelah sekian lama diam dan bermenung, Sutan Balun berdiri dan terus berjalan tanpa pamit sepatah kata pun. Sutan Balun menuju keramaian untuk menenangkan pikiran tanpa menceritakan kembali kepada siapa pun tentang apa yang telah dialaminya.

 

Bersambung…

 

Akan terbit:

  • Catri Bilangpandai
  • Sutan Maharaja Basa
  • Sutan Balun

 

Keterangan foto: iing chaiang bersama Nudirman Munir Dt. Palimo Bandaro

 

Referensi sebelumnya:

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *