Tambo Minangkabau

Disadur Dari Buku Minanga, Minangkabau dan Pagaruyung Disusun oleh DR. H. Nudirman Munir, SH, MH

TAMBO MINANGKABAU

 

Disadur Dari Buku Minanga, Minangkabau dan Pagaruyung

Disusun oleh DR. H. Nudirman Munir, SH, MH

 

1.1 Tambo Minangkabau

 

Tambo Minangkabau adalah karya sastra sejarah yang merekam kisah kisah legenda-legenda yang berkaitan dengan asal usul suku Bangsa, Negeri dan tradisi dan alam Minangkabau. Tambo Minangkabau ditulis dalam bahasa Melayu yang berbentuk prosa. Tambo berasal dari bahasa Sanskerta, Tambay yang artinya bermula. Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo merupakan suatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan. Kata tambo atau tarambo dapat juga bermaksud sejarah, hikayat atau riwayat. Maknanya sama dengan kata babad dalam bahasa Jawa atau bahasa Sunda.

 

Penulisan tambo Minangkabau, pertama kali dijumpai dalam bentuk aksara Arab dan berbahasa Melayu. Sedangkan penulisan dalam bentuk latin baru dikenal pada awal abad ke-20, yang isinya sudah membandingkan dengan beberapa bukti sejarah yang berkaitan. Naskah tambo Minangkabau sebagian besar ditulis dengan huruf Arab-Melayu (huruf Jawi), dan sebagian kecil ditulis dengan huruf Latin. Jumlah naskah yang sudah ditemukan adalah 83 naskah. Judulnya bervariasi, antara lain UU Minangkabau, Tambo Adat, Adat Istiadat Minangkabau, Kitab Kesimpanan Adat dan UU. UU Luhak Tiga Laras, dan UU Adat.

 

Tambo di Minangkabau secara garis besar dibagi dua bagian utama: 

 

1. Tambo alam, yang mengisahkan asal usul nenek moyang serta tentang kerajaan Minangkabau.

 

2. Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistem pemerintahan, dan undang- undang tentang pemerintahan Minangkabau pada masa lalu.

 

Penyampaian kisah pada tambo umumnya tidak tersistematis, sementara kisahnya kadang kala disesuaikan dengan keperluan dan keadaan, sehingga isinya dapat berubah-ubah menurut kesenangan pendengarnya. Namun demikian pada umumnya Tambo Minangkabau adalah karangan saduran, oleh sipenyadur tidak menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah merupakan hasil karyanya. Ada 47 buah tambo asli Minangkabau yang tersimpan di berbagai perpustakaan di luar negeri, 10 diantaranya ada di Perpustakaan Negara Jakarta, satu sama lainnya merupakan karya saduran tanpa di ketahui nama asli pengarangnya.

 

Tambo lain dalam budaya Minangkabau

 

Selain Tambo Minangkabau, juga dikenal tambo lain dalam tradisi Minangkabau. Contohnya Tambo Adat Alam Naning di Negeri Sembilan, Malaysia, dan Tambo Adat Bayang Nan Tujuh Koto.

 

1.2 Sejarah Dan Tambo Minangkabau

 

A. Pengertian

 

Sejarah. Sejarah berasal dari kata arab Syajarah dalam kamus al munjid, kamus arab keluaran barat tahun 1931 tertera syajarah artinya sebatang pohon atau asalnya alsyajar dengan makna ma qama a la saqim min nabati Jarabi Oleh Dr. ALIS MARAJO DT.SORI MARAJO NA. DT. SAMPONO MARAJO YY. DT. RAJO BAGINDO. Maksudnya pohon-pohon yang tumbuh kokoh di bumi. Dalam malay english dictionary oleh R.J Wilkinson tertera sejarah berasal dari kata arab Syajarah. Hindustani Syijarah maksudnya geneologis, family tree maknanya daftar keturunan. Kamus umum bahasa Indonesia, sejarah mengandung pengertian: Kesusastraan lama, silsilah dan asal usul. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Ilmu pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar telah terjadi. Pengertian Tambo. Diceritakan dengan bahasa-bahasa yang halus dalam sebuah pantun atau prosa, misalnya; Pisau sirauik bari hulunyo Diasah mako bamato Lautan sajo dahulunyo Mangko banamo pulau paco

 

B. Tambo Alam Dan Tambo Adat

 

Pengertiannya adalah dahulunya adalah lautan yang luas, lama kelamaan air menyurut maka muncullah pulau-pulau diantaranya pulau Paco (Sumatera), maka tambo itu terdiri atas Tambo Alam dan Tambo Adat. Tambo Alam menceritakan asal usul wilayah Minangkabau, luak dan rantau. Tambo Adat menceritakan tentang falsafah (adagium), institusi dan perilaku adat itu sendiri. Cerita, Isi dan Tema Tambo Minangkabau. Tambo alam Minangkabau menceritakan riwayat kedatangan/tentang asal usul suku. Tatkalo maso dahulu rajo batigo naiak nobat nan surang maharajo alih nan pai ka banua rum nan surang maharajo dipang nan pai ka banua cino nan surang maharajo dirajo manapek ka pulau ameh nangko.

 

Artinya masa dahulu kala keturunan Sultan Iskandar Muda Zulkarnain berangkat dari tanah basa memimpin rombongan diantaranya Suri Dirajo, Indo Jati, Cati Bilang Pandai, Harimau Campo, Kuciang Siam, Kambiang Hutan, Anjiang Mualim dan para anggota lain menyusur pulau Lakadewa, melalui pulau Seruidit (langgopuri sailan), lauik lapeh (lautan hindia), selat malaka, memasuki muaro sungai (siak, kampar dan indragiri) terus kehulu dan sampai ke gunung merapi. Pada zaman purba berkembang budaya pemujaan terhadap hewan (totenistne), misalnya dahulu kala bangsa Mesir menaruh kepercayaan pada Sphink sebagai lambang, bangsa India pada Lembu Nandi, Cina pada Barongsai, Indonesia pada Garuda sedangkan suku bangsa Minangkabau menaruh kepercayaan pada kuda (Sembrani), ayam (Kinantan), kerbau (Sibinuang) dan kuda (Gumarang). Apalagi kalau kita lihat Iskandar Zulkarnain yang hidup pada abad ke IV sebelum masehi (anak raja Philip) dari Macedonia, raja ini berhasrat untuk menyatukan timur dan barat.

 

Akibat budaya dan peradaban yang ditinggalkannya pada saat dia berkuasa di India terjadi migrasi ke pulau Sumatera atau Pulau Paco, implikasi kemuliaan raja ini selalu dikenang oleh masyarakat pada waktu itu sehingga secara tersirat dikatakan bangsa Minangkabau keturunan Iskandar Zulkarnain. Menurut penyelidikan ahli sejarah dapatlah kita menentukan bahwa yang dimaksud dengan nama hewan yang dibawa dalam rombongan Maharajo Dirajo adalah manusia juga, Harimau (campo) adalah anggota rombongan kerajaan Campa, Kuciang (siam) dari daerah Kocin (india belakang), Kambiang (hutan) dari Lambay sebelah utara Malabar, sedang Anjiang Mualim daerah India selatan dengan Parsia. Bahwa ninik moyang orang Minangkabau adalah orang yang percaya dengan kegaiban yang ada pada gunung, sehingga dalam perjalanannya melalui laut selalu mencari gunung-gunung sebagai tujuan utama dan dari gunung inilah dikembangkan budaya dan peradaban, hal ini dikisahkan dalam tambo: Dari mano titiak palito Dibaliak tilang nan batali Dari mano asa niniak kito Dari ateh gunuang marapi Tersirat dalam setiap tambo, bahwa ameh jo perak merupakan lambang kehidupan masyarakat minangkabau pada masa dahulu kala, cerita ini terungkap dalam maniang. Pisang ameh bao balayia Pisang lidi diateh peti Utang ameh buliah dibayia.

 

C. Sistematika Kesukuan

 

Utang budi dibao mati Apo dirandang dikuali Padi sipuluik tambun tulang Apo dipandang pado kami Ameh indak bangsopun kurang. Tambo menceritakan tentang satuan wilayah: Dari taratak ka dusun Disusun kaum jo paruik Dari dusun ka kato Disusun paruik jo payuang Dari kato ka nagari Disusunlah payuang manjadi suku Dari maniang ini lahirlah sistematika susunan Suku kato piliang dengan payuangnyo Koto Piliang Tanjuang Payobada Simabua sipisang Sikumbang Picancang Guci (dalimo) Suku bodi caniago dengan payuangnyo Bodi Supayuang Caniago Balai mantiang Singkuang Mandaliko Sumagek Suku jambak jo pitopang dengan payuangnyo Jambak Bulu kasok Pitopang Salo Kutianyie Pauah Domo Suku malayu dengan payuangnyo Malayu Bandang Kampai Mandahiliang Panai Berkelanjutan dari kato dan nagari diceritakan dasar pemikiran tambo sebagai berikut Alam batampuak Luak bapanghulu Rantau barajo Lareh bajunjungan Dalam tarubo juga ada yang menyebutkan; Alam barajo Luak bapanghulu

 

D. Asal Usul

 

Rantau ba andiko Lareh bajunjungan Hubungan sejarah dan tambo. Masa prasejarah.

 

1. Zaman batu tua (paleoliticum)

Pada tahun yang lalu Sumatera masih kosong.

 

2. Zaman batu tengah (messolithicum)

Pada tahun yang lalu ada bukit-bukit kerang dipantai pulau Sumatera (pertanda) sudah ada penghuni (penduduk). Pusat kebudayaannya di torikui (Madelaini Colani, ahli sejarah perancis).

 

3. Zaman batu baru (neolithicum)

Campuran manusia mesolithicum dengan ras melayu, sisanya orang kubu, orang sakai, talang manak dan orang rupit.

 

Diutara Minangkabau masa dahulunya pernah berdiam suatu kaum pengelana dihutan, dikaitkan dengan kalimat dalam tambo urang nan bajawikan ruso, baantokan sikai, badindiangkan baniak kayu. Prof. Sukarno (ahli purbakala) dalam bukunya, pengantar sejarah kebudayaan indonesia, mengatakan bahwa gelombang pertama memasuki wilayah minangkabau sekarang adalah 2500 sebelum masehi. Gelombang kedua pada sekitar 500 sebelum masehi, mereka berlayar dengan perahu bercadik masuk melalui kuala sungai di pantai timur Sumatera Tengah. Adalah pasca kekuasaan Iskandar Zulkarnain tahun sebelum masehi, anak raja Philip ini ingin menguasai India, Mesir dan Babilonia, raja ini kawin dengan puteri raja parsi dan tidak memiliki anak. Iskandar Zulkarnain akhirnya dikalahkan atau diusir oleh raja Magada (india) Chandra Gupta dan akhirnya dia kembali ke Susa (Syiria).

 

Tiga panglima yang ditinggalkannya yaitu Ptolemeus, Silenkos dan Antagonos, sekitar tahun 323 sebelum masehi paska kekuasaan Iskandar Zulkarnain mereka mencari emas. Hubungan Sumatera dengan Mesir Kuno sudah ada sejak 1500 sebelum masehi, hal ini dibuktikan adanya oleh para penulis sejarah Dr.Note Boom tentang kegiatan berlayar bangsa Indonesia dahulu kala, bahwa Trothabane yang dikatakan oleh Strabo dan Pilimius (Yunani) bukanlah Srilangka tetapi adalah Sumatera. Barosailama yang diungkapkan oleh Ptolemeus (panglima Iskandar Zulkarnain) pada pembuatan petanya di era Iskandar Zulkarnain adalah Barus sekarang.

 

One sectrus seorang pegawai Iskandar Zulkarnain telah melihat kapal orang Sumatera berlalu lintas antara Sumatera dan bandar perdagangan di India, catatan lain mengungkapkan bahwa Thakius seorang utusan yang diterima menghadap Claudius pada pertengahan abad pertama masehi adalah orang Minangkabau, kalau hal ini dikaitkan dengan tambo jelaslah yang datang ke Pariangan yaitu Maharajo Dirgo, Indojati, Cati, Anjiang Mualim, Kambing Hutan merupakan kiasan terhadap unsur penguasa, pedagang dan masyarakat dan kedatangan itu bertahap sejak 323 sebelum masehi sampai berdirinya kerajaan Sriwijaya.

 

Masa sejarah. Digolongkan kepada masa setelah adanya tulisan pada benda-benda peninggalan sejarah seperti patung, candi dan sebagainya, akhir zaman pra sejarah adalah dimulainya zaman tulisan. Setiap bangsa berbeda waktu tentang mulainya masa sejarah atau berakhirnya zaman pra sejarah misalnya bangsa Mesir Kuno dan bangsa Sumeria mengakhiri zaman pra sejarahnya sejak 4000 sebelum masehi, bangsa India 3000 sebelum masehi, bangsa Indonesia 400 sebelum masehi. Menurut catatan sejarah (buku yeyen kiram) menyatakan bahwa rombongan panglima Iskandar Zulkarnain yang datang ke Minangkabau itu adalah rombongan Antagonos, rombongan ini bertemu dengan rombongan dari Mongolia yang telah datang lebih awal dikawasan tersebut (diduga suku-suku jambak, pitopang, melayu dan ng)ereka (rombongan antagonos) ini masuk melalui selat malaka terus bendang).

 

Mereka (rombongan antagonos) ini masuk melalui selat malaka terus ke Kampar Sungai Siak, yang ke Sungai Kampar tertahan dihulunya disebut Batang Kapur dan Batang Kampar (disebut pintu rajo india) kemudian mereka melanjutkan ke Batang Mahek (mahat diambilkan dari nama negeri yang mereka tinggalkan di india selatan). Sebahagian rombongan menduduki Batang Indragiri Hilir sampai ke Baserah (nama negeri di Irak), maka diyakini rombongan inilah yang membawa peninggalan neolithik yang banyak dijumpai di Kabupaten Limapuluh Kota. Diyakini bahwa zaman sejarah di Minangkabau sudah dimulai sebelum tahun 400 Masehi, hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa situs-situs seperti yang terdapat didaerah Guguk, Balubuih, Koto Tinggi di Mahek. Pengaruh India, Cina dan Arab, Parsi ikut mempengaruhi kedatangan nenek moyang orang Minangkabau.

 

Pada saat kedatangan pertama rombongan nenek moyang kita dari dataran tinggi Yunan di Cina sudah berkembang aliran agama Laotse demikian juga di India sudah berkembang agama Hindu, demikian juga pelarian pengikut-pengikut panglima Iskandar Zulkarnain sudah tentu ada yang beragama Hindu, agama Budha berkembang/diperkembangkan sejak kelahiran Sidarta Gautama (sm). Dapat disimpulkan bahwa suku Minangkabau lebih tua di kepulauan Nusantara, pusat pemerintahan dari kerajaan pulau Paco ini adalah Minangkabau yang pada saat itu bernama Swarnabhumi. Menurut catatan Coedis pada tahun ada kerajaan Kantoli di Sumatera didaerah khatulistiwa yang diperintah oleh seorang raja yang bergaya Varanendra, tahun 502 diperintah oleh puteranya yang bernama Vijayawarman.

 

Berarti dengan kerajaan Kantoli ini barulah ada cerita Maharaja Dirga, Suri Dirajo yang tertulis dalam sebuah aksara pallawa di Pariangan, inikah yang disebut dengan aksara prenagari. Bukti sejarah zaman pra sejarah & zaman sejarah. Bukti-bukti zaman prasejarah adalah kaba-kaba yang secara tersirat menggambarkan kekuasaan Minangkabau (Swarna Bhumi) pada masa lampau Secara fisik dijumpainya menhir di Luak Limopuluah Koto sebagai indikasi daerah Minangkabau dulunya adalah pernah dipengaruhi oleh kebudayaan yang datang dari indocina, kerajaan Funan misalnya sangat mungkin mempengaruhi kebudayaan suku Minangkabau.

 

Minangkabau timur hingga abad ke 6 Sejak awal abad 6 masehi Minangkabau bagian timur amat masyur karena menghasilkan lada dan rempah-rempah. Saudagar saudagar Arab dan Cina silih berganti keluar masuk kuala menjemput hasil bumi Minangkabau. Pada zaman sejarah dalam era diperkirakan munculnya kadatuan pariangan yang dipimpin oleh Dt. Sori Dirajo sebagai penggagas, dilanjutkan dengan Dt. Bandaro Kayo dan Dt. Marajo Basa (Pariangan Padang Panjang). Bukti perkembangan agama; Antara awal abad ke 6 tahun 500 m dan abad 14, fase-fase itu tebagi atas: 2)

 

1) Agama Budha (Hinayana) m

2) Agama Islam (Suriah) m

3) Agama Budha (mahayana) m

4) Agama islam syiah m

 

Itsing seorang pendeta Budha dari China menulis dalam buku berita perjalanannya ke India tahun 674, singgah di Minangkabau bahagian timur menceritakan tentang hari yang sama panjangnya antara siang dan malam dan tanah yang subur masyarakatnya telah beradat. Timbullah dizaman itu kerajaan Budha Hinayana seperti Melayu Tua Muaro Tembesi sebagai bandar utamanya, di Sriwijaya Tua Muara Sabak bandar utamanya. Islam Suriah pada abad ke 7 dan 8 masuk ke daerah bandar Sriwijaya Muaro Sabak/Jambi dan mengislamkan Maharaja Indrawarman, dua kekuatan dagang yang berpengaruh saat itu adalah Khalifah Umayah di Arab dan Dinasti Tang di China.

 

Dinasti Tang adalah penyebar agama Budha Mahayana akibat kuatnya kekuasaan Dinasti Tang dan Sriwijaya maka armada Islam yang dikembangkan umaiyah di Minangkabau timur lumpuh. Barulah setelah raja Rajendra Cola melumpuhkan Sriwijaya pada abad ke- 4, maka Islam Syiah bangkit kembali di daerah kuntu, buktinya banyak kuburan-kuburan hilang dijumpai di kuntu dan bertahun masehi. Di Minangkabau pada saat tahun masehi telah terjadi pengembangan pariangan ke lima kaum dan ke Sungai Tarab, sudah terbentuk tiga sistim kelarasan yaitu lareh nan panjang pimpinan Dt. Bandaro Kayo, lareh nan gadang (kato piliang) pimpinan Dt. Bandaro Putiah di Sungai Tarab dan lareh nan bunta di dusun tuo Limo Kaum pimpinan Dt. Bandaro Putiah. Sejarah mulainya adat minangkabau dipakai masyarakatnya.

 

Setelah selesainya konsep nagari sekitar tahun 500 di Pananjan, dilanjutkan dengan dikukuhkannya 3 sistim adat lareh nan gadang, sekaligus dengan itu ditugaskan dua orang datuk ke luak agam Dt. Bandaro Panjang ke Biaro Balai Gurah membentuk 16 koto dengan sistim lareh nan gadang. Bersamaan dengan itu Dt. Bandaro Kuning ke Tabek Pajang Baso membentuk sistim adat lareh nan bunta sehingga didirikan 32 koto atau 32 ninik mamak. Antara tahun m juga diturunkan Dt. Rajo Nun, sadi awal, rajo bandaro hitam dan rajo bandaro putiah ka luhak Limopuluah Koto sebanyak 50 ninik mamak dan membuat 50 koto (usat adat).

 

Demikian pula 70 ninik mamak melantunkan perpindahan ke daerah solok sekarang, 59 orang dari Pariangan terus terjadi ke daerah Pasaman, Bandar x Pesisir Selatan, perpindahan itu dipimpin olah seorang datuk sebagai pemimpin koto. Diperkirakan mulainya terbentuk sistim adat itu pada tahun Masehi, tersebutlah oleh Rasyid Manggis Dt. Rajo Panghulu dalam bukunya sejarah dan adat Minangkabau sebagai berikut: Taratak mulo dibuek Sudah taratak manjadi dusun Sudah dusun manjadi koto Kemudian bakampuang banagari Pariangan padang panjanglah nagari yang pertama di Minangkabau pariangan dipimpin oleh Datu (dukun yang mengobati orang sakit dengan ramuan), datu itu adalah Datu Bandaro Kayo di Pariangan dan Datu Marajo Basa di Padang Panjang. Datu Bandaro Kayo bertindak sebagai hakim dalam setiap sengketa, Datu Marajo Basa menyuruh berbuat dan melarang berbuat jahat.

 

Alat untuk menyelenggarakan ini adalah UU adat sesuai dengan keadaan masa itu, hal ini tersebut dalam tambo; Dirandang randang mamasak Dikirai-kirai di banda Tatangguak ikan gulamo Bagarundang puyu dihulunyo Dibilang-bilang diatok Dicurai-curai di papa Diayun si tambo lamo Tigo undang dahulunyo Pertama simambang jatuah Kaduo silam lamo Katigo si gamak-gamak. Yang pertama maknanya agar segera diberi keputusan, yang kedua agar diselidiki dan ketiga maknanya seorang yang khilaf melakukan suatu kesalahan dihukum dengan bersyarat, hal ini diperkirakan terjadi setelah perpindahan Maharaja Dirga dari Muaro Mahat ke Palembang 683-1008 M).

 

Dalam kurun waktu itu agama yang dianut di Minangkabau mungkin saja Hindu, Budha dan Islam Suni yang telah masuk pada tahun 700 masehi ke Muaro Sabah, dalam episode inilah lahirnya falsafah adat yang melahirkan nilai-nilai dasar adat nan ampek, budi, aka, ilemu, mungkin jo patuik yang sebelumnya didahului oleh nilai-nilai ratio dan afteksio (pikiran dan perasaan) sebagaimana tertuang dalam mamang adat, adaik ampek parakaro, nan partamo baso jo basi, nan kaduo siriah jo pinang, nan katigo sambah manyambah dan kaampek alue jo patuik. Tahun 683 sampai 1200 masehi adat Minangkabau telah dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu dan Islam, hubungan lintas wilayah dilakukan dalam bentuk panjang bak rotan laweh basibiran, sisa-sisa agama Budha terlihat misalnya pada cerita rakyat tentang tumbuh- tumbuhan padi yang bisa bercahaya atau membuat rumah menghadap matahari dan sebagainya.

 

Dalam zaman keemasan Sriwijaya (683-1100 M), Minangkabau telah berbudaya tinggi oleh karena emasnya, kelembagaan datuk dilengkapi dengan manti (manteri), mualim (juru) dan dubalang (orang yang arif bijaksana). Datuk orang yang berbudi Manti orang yang berakal Mualim orang yang berilmu Dubalang orang yang bijak, tahu mungkin jo patuik. Falsafah adat pada saat ini adalah adat sandi basandi atau adat basandi alue jo patuik, dalam kurun waktu ini juga agama Budha berkembang (m) dan sebelumnya Islam Suni (m). Sejarah adat Minangkabau sebagai penegak ajaran sejarah.

 

Pada abad ke 11 raja Rapendra Cola dari India muda menghancurkan Sriwijaya, maka Islam di kuntu (syiak) bangkit kembali, kemudian sejak tahun 1285 faham syiah mulai digantikan oleh mazhab Syafei yang dibawa dari Samudra Pasai pengaruhnya kepada adat Minangkabau adalah bergantinya sebutan datuk menjadi penghulu dan falsafah adat berubah adat basandi syarak, syarak basandi adat. Nilai dasar adat nan ampek (budi, aka, ilemu, mungkin jo patuik) berkait dengan ajaran islam (hakekat, tharekat, makrifat dan syariat).

 

Dalam kurun waktu 1292 Kartanegara melaksanakan misi ekpedisi (ekpedisi pamalaya) ekpedisi ini adalah upaya Singasari untuk merakit hubungan keluarga dengan raja-raja melayu yang telah mundur ke hulu sungai batang hari (siguntur dan mendirikan kerajaan darmasraya) dari misi kartanegara ini 2 orang puteri melayu Dara Petak dan Dara Jingga dibawa keraton Singasari. Dari pertemuan ini lahirlah Adityawarman yang menjadi raja di Pagaruyung/Minangkabau. Pada zaman raja Pagaruyung, sultan Bakilap Alam, terjadi perubahan sebutan maharaja diraja menjadi sultan, sekaligus perolehan Budha menjadi Islam. Hubungan kepemimpinan adat & syarak. Sebelum adityawarman merajakan diri di Minangkabau, telah terbentuk struktur adat seperti lareh nan panjang, lareh nan godang (koto piliang) dan lareh nan bunta serta langgam nan tujuh koto piliang.

 

Di zaman Sultan Bakilap Alam barulah muncul Basa Ampek Balai (indomo di samaso, titah disungai tarab, makhudun di sumanih dan tuan kadi di padang gantiang). Dalam kurun waktu masehi tidak ada raja yang memerintah di Minangkabau sehingga kekuasaan dipegang oleh basa ampek balai. Diperkirakan tahun 1600 di minangkabau ada 3 raja yang memerintah yaitu disebut rajo tigo selo, rajo adat di buo, rajo alam di pagaruyuang, rajo ibadat di sumpur kudus. DAFTAR PUSTAKA 1) Rasyid Manggis: Minangkabau sejarah ringkas dan adatnya) D.G Hall; Sejarah asia tenggara. 3) Abdul Kiram dan Yeyen Kiram Raja-raja minangkabau dalam lintasan sejarah) Dt. Nagari Basa: Tambo Alam minangkabau) Dt. Batuah Sango Tambo minangkabau) Westenenk De Minangkabausche terjemahan mahyudin saleh. 1980.

 

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *