Sekilas Sejarah Tuanku Nan Tuo

Sejarah771 Dilihat

Sekilas Sejarah Tuanku Nan Tuo

(Abdullah Arif/ Tuanku Pariaman)

 

Lahir : di Koto Tuo, Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatra Barat 1723 M.

Ulama Minangkabau tokoh Kaum Paderi.

Anak : ♀️Siti Saerah, ♂️Jalaluddin Faqih Shaghir.

Wafat : tahun 1830 M.

Makam : PC2G+6HV, Balai Gurah, Kec. Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat 26191.

 

Keterangan: 

 

Tuanku Nan Tuo (1723–1830) atau Tuanku Nan Tua adalah salah satu ulama Minangkabau terkemuka. Ia dikenal sebagai ulama yang wasatiyyah (moderat), mengambil pendekatan sinkretis dalam pandangan keagamaan, dan merupakan seorang sufi serta bercita-cita untuk melakukan reformasi dan pemurnian Islam di wilayah Agam, Sumatera Barat. Ia juga memainkan peran penting dalam lahirnya reformis Islam Minangkabau yang dikenal sebagai padri. Namun Tuo tidak setuju dengan pandangan puritan radikal yang dianut oleh kaum padri termasuk Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Imam Bonjol .

 

Masa muda

 

Tuanku Nan Tuo lahir di Koto Tuo, IV Angkek, Agam, pada tahun 1723. Semasa mudanya, ia merupakan seorang remaja yang bersemangat mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Ia belajar Islam pada Tuanku Mansiangan Nan Tuo di Paninjau, Tanah Datar. Ia juga memperoleh ilmu mantiq (logika) dan ilmu ma’ani ( kalam ) dari Tuanku Nan Kaciak di Koto Gadang, mempelajari ilmu Sharaf dan nahwu (ilmu pemahaman bahasa Arab) dari Tuanku di Talang dan Tuanku di Salayo, serta ilmu-ilmu hadis, tafsir, dan ushul al-fiqh seperti faraidh ( fikih waris Islam ) dari Tuanku di Sumanik.

 

Karier

 

Pada tahun 1784, Tuanku Nan Tuo menjadi kepala surau Tarekat Syattariyah di Koto Tuo IV Angkek. Saat menjadi kepala surau ia berhasil menarik ribuan santri dari desa sekitar. Pendidikan yang diajarkan di suraunya selain syariah adalah pencak silat . Disiplin diberikan agar setiap siswa terampil dan mampu menggunakan senjata dalam situasi pertempuran. Salah satu muridnya yang berprestasi, Haji Miskin, mengikutinya dalam dakwah syariah di daerah Agam Tuo. Selain itu, beberapa muridnya yang militan ditugaskan untuk berdakwah di IV Angkek, khususnya ke nagari usaha dagang. Beberapa muridnya yang melanjutkan upaya penanaman syariah di Minangkabau adalah Jalaluddin Fakih Shagir yang mendirikan surau di Campak Koto Laweh, Agam, Tuanku Bandaro dari Alahan Panjang yang berjuang dengan Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao di Rao yang mengambil alih kepemimpinan nagari dan berdakwah di tanah kelahirannya, dan Saidi Muning yang menguasai wilayah di Lintau, Tanah Datar. Upayanya dalam menjelaskan syariah semakin dipercepat dengan adanya permintaan para pedagang lokal di sekitar surau akan keamanan berdasarkan peraturan syariah. Pada tahun 1790-an di wilayah IV Angkek, Agam, peraturan mengenai perdagangan sudah sangat maju dan sebagai hasilnya, ia dikenal sebagai “pelindung para pedagang”.

 

Perang Paderi

 

Tuan Ku Nan Tuo tidak setuju dengan fanatisme ekstremis dan kekerasan militan: Terutama Tuan Ku Nan Renceh, Tuan Ku Lintau, dan Tuan Ku Pasaman. Tuan Ku Nan Tuo adalah seorang tokoh Islam yang sangat dihormati dan kaum Padri sangat membutuhkan restunya. Nan Tuo menolak dan dia teguh berpegang pada Jalan Tengah. Dalam perpecahan ini, Nan Renceh akan menyatakan dirinya sebagai Imam Besar (pemimpin besar) dan meremehkan gurunya Nan Tuo sebagai Rahib Tua (biksu tua).

 

Meskipun Nan Tuo adalah mentor dan guru dari para pemimpin utama Paderi, mereka kemudian melancarkan balas dendam kepada tarekat Syattariyah atas kekurangajaran Nan Tuo. Pusat-pusat Syattariyah seperti Paninjauan diratakan dengan tanah. Daerah sekitar Ampat Angkat (di Agam) diserang dengan kejam. Mereka membunuh ulama dan urang cerdek (intelijen). Kekayaan apa pun dijarah dan dijarah. Para wanita yang ditangkap dipaksa menjadi istri dan selir mereka.

 

Kaum Padri berperang melawan Koto Tuo selama 6 tahun dan putra-putra Nan Tuo terbunuh dalam pertempuran. Koto Tuo bertahan hingga tahun 1821 ketika Belanda merebut kembali wilayah tersebut. Bahkan sebelum serangan Belanda, Nan Tuo telah berhasil menggalang dukungan melawan kaum Padri di desa-desa dari Candung hingga Padang Tarab. Tuan Ku Nan Tuo meninggal pada tahun 1824.

 

Penghimpun: iing chaiang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *