Sekilas Mengenal Abdullah Tuanku Nan Renceh

Sejarah2570 Dilihat

Sekilas Mengenal Abdullah Tuanku Nan Renceh

 

Lahir : Mejan, Jorong Bansa, Nagari Kamang (sekarang Nagari Kamang Mudik, Kamang Magek), Luhak Agam, Minangkabau 1762 M.

Tokoh penggagas Perang Padri.

Gelar Pahlawan Nasional : Pahlawan Perjuangan Nasional.

Perjuangan : 1803 – 1838 M.

Orang Tua : ♀️Rahmah.

Anak : ♂️Tuanku Kali Ali Rasyid.

Wafat : Mejan, Jorong Bansa, Nagari Kamang, Minangkabau 1832 M.

Makam : Kamang Mudiak, Kec. Kamang Magek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat 26152.

 

Keterangan: 

 

Sosok Tuanku Nan Renceh tidak sejelas namanya yang sudah begitu sering disebut dalam buku-buku sejarah. Putra Kamang bertubuh kecil ini diyakini pula sebagai salah seorang tokoh proklamator dan lokomotif utama Gerakan Paderi pada awal abad ke-19 silam. Nama asli dari Tuanku Nan Renceh adalah Abdullah. Abdullah adalah putra dari Incik Rahmah, keturunan suku Koto Nagari Kamang Mudik, yang lahir di Jorong Bansa, Nagari Kamang Mudik, Luhak Agam, tahun 1762. Pengetahuan Agama dan pengetahuan umum Tuanku Nan Renceh pada awalnya diperoleh dengan melakukan terobosan dengan belajar di kampung lain, tepatnya di surau Tuanku Tuo di Cangkiang, Luhak Agam. Abdullah kemudian melanjutkan masa menuntut ilmunya ke Ulakan Pariaman.

 

Bergeraknya kelompok wahhabi berawal pada tahun 1802 ketika “Tiga Serangkai” pulang dari Makkah, yakni Haji Miskin dari Pandai Sikek (Pandai Sikat) Luhak Agam, Haji Muhammad Arief dari Sumanik, Luhak Tanah Datar (dikenal dengan Haji Sumanik), dan Haji Abdurrahman dari Piobang, Luhak Limopuluah Dikoto (dikenal dengan Haji Piobang). Ketiganya dikenal dengan sebutan Haji Nan Tigo. Mereka mendalami ajaran Wahabi saat belajar di tanah suci Makkah hampir 10 tahun lamanya. Bagi Abdullah Tuanku Nan Renceh, kabar “diusirnya” Haji Miskin justru membuat penasaran. Pikirnya, kalaulah apa yang dibawa Haji Miskin tak terlalu istimewa, tentulah perlawanan dari orang kampung sendiri tidak sehebat itu. Ternyata benar. Saat bertemu Haji Miskin di tempat pengungsiannya, Nagari Ampek Angkek, Abdullah mendapat pelajaran tentang pemurnian gerakan Islam. Ajaran ini sama dengan yang digerakkan oleh kaum Wahabi di jazirah Arab. Haji Miskin datang ke Bansa sekitar 1805, Tuanku Nan Renceh dan salah seorang Tuanku (Tuanku Nan Gapuk) mengikuti prinsip ajaran aliran Wahhabi.

 

Dalam catatan Buku Tuanku Rao banyak diungkapkan bahwa adanya pembentukan Markas besar dengan pendidikan agama Islam serta Benteng Kamang . Disana juga dibangun angkatan bersenjata dengan keunggulan Janytsar Cavallry Islam yang bisa merekrut 32.000 personil tentara dengan keunggulan tehnik pertempuran berkuda (cavalry) dibawah binaan Haji Piobang dan Haji Sumanik . Sedangkan Haji Miskin dengan kemampuan bertempur di padang pasir (hermet), terkenal dengan pertarungan hidup mati dalam hindari maut di padang pasir Timur Tengah. Konon kedua Haji tersebut sudah terlatih dengan pertempuran Cavallary dengan tentara Turki .

 

Di desa kelahirannya, Bansa, ia mendirikan sebuah dewan khusus, disini pedagang yang pernah dirampok bisa mengajukan permohonan ganti rugi, ia juga menyusun daftar desa bandit (desa yang mempertahankan tradisi yang bertentangan dengan Islam) dan desa penjahat (desa yang dihuni para mailing) dan memulai serangkaian serangan terhadap mereka, bersama para siswanya. Menurut laporan Belanda berdasarkan keterangan dari berbagai daerah Minangkabau tahun 1830-an, Tuanku Nan Renceh bertubuh tipis dan kecil perawakannya, tetapi memiliki emosi yang tinggi, matanya “berkaca dengan api yang tidak biasa “.

 

Di desa-desa atau nagari yang dikuasai kelompok Paderi semua sabung ayam, judi dan penggunaan tembakau, opium, sirih-pinang dan minuman keras dihapuskan. Pendukung Paderi mengganti pakaian normal mereka dengan pakaian panjang mencapai ke pergelangan kaki, laki-laki memakai jenggot sebagai tanda , dan sorban putih. Perempuan Paderi terselubung dan mengenakan pakaian hitam. Tidak ada bagian tubuh yang boleh dihiasi dengan perhiasan emas dan pakaian sutra. Sholat lima kali sehari dibuat wajib. Sebuah sistem denda dilembagakan untuk pelanggaran aturan-aturan ini. Dalam tahun 1820-an, pengikut golongan radikal itu makin banyak di Luhak Nan Tigo. Mereka mewajibkan kaum lelaki memelihara jenggot, yang mencukurnya didenda 2 suku [1 suku = 0,5 Gulden); memotong gigi didenda seekor kerbau; lutut terbuka didenda 2 suku; wanita yang tidak pakai burka didenda 3 suku; memukul anak didenda 2 suku; menjual/mengkonsumsi tembakau didenda 5 suku; memanjangkan kuku, jari dipotong; merentekan uang didenda 5 shilling; meninggalkan shalat pertama kali didenda 5 suku, jika mengulanginya dihukum mati. Usai shalat Shubuh di surau-surau, Nan Renceh menurunkan Laskar Paderi keliling kampung. Mereka bertugas memeriksa batu tapakan yang sudah disediakan di setiap pintu masuk rumah penduduk. Apabila batu itu basah, diketahuilah bahwa penghuni rumah sudah melaksanakan shalat Shubuh. Tapi bila tidak, penghuni rumah akan langsung diinterogasi. Andai belum shalat karena tertidur, maka diperintahkan segera menunaikan shalat. Bila tiga kali didapati tidak juga menunaikan shalat–ditandai dengan batu tapakan yang tidak basah–maka penghuni rumah harus bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi bila kemudian terbukti meninggalkan shalat kembali, maka penghuni rumah harus meninggalkan nagari. Bagi mereka yang akan dipilih menjadi wali nagari (kepala pemeritahan nagari) harus mampu menjadi imam shalat berjamaah. Hukum Islam sangat tegas dan berwibawa.

 

Tuanku Nan Renceh membentuk kelompok sendiri yang terkenal dengan sebutan “Harimau Nan Salapan” yang militan, yaitu: 1. Tuanku di Kubu Sanang, 2. Tuanku di Ladang Lawas, 3. Tuanku di Padang Luar, 4. Tuanku di Galuang, 5. Tuanku di Kota Hambalau, 6. Tuanku di Lubuk Aur, 7. Tuanku di Bansa, 8. Tuanku Nan Renceh,

 

Walau tak pernah ada berita tentang peperangan langsung antara Tuanku Nan Renceh dengan Belanda, namun yang pasti daerah kamang terlibat aktif dalam perang Paderi. Bala bantuan Belanda yang dikirim dari Batavia. Hal ini berlanjut dengan berbagai serangan ke daerah Kamang. Pasukan Belanda terbukti terlalu kuat dan berhasil merebut Kamang. Pergolakan Islam berikutnya di Kamang adalah tahun 1908, meski ada gladi resik atau persiapan untuk itu pada tahun 1896.

 

Bagi kita generasi muda, setelah membaca dan mempelajari tentang kemunculan kelompok Paderi di Kamang, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa :

 

Nagari-nagari di Minangkabau memiliki sosok pejuang yang harusnya kita banggakan dan selalu hargai.

 

Kita harus tetap memperhatikan nilai toleransi, nilai adat istiadat, kecuali hal yang bertentangan dengan aqidah dan ibadah. Namun untuk hal muamalah atau amalan untuk hubungan dengan sesama manusia kita harus tetap memperhatikan dan berusaha memahami nilai adat Minangkabau.

 

Semangat belajar masyarakat zaman dahulu ternyata sangat besar buktinya banyak pelajar dari daerah lain yang ingin menuntut ilmu dan datang ke daerah-daerah yang memiliki sekolah-sekolah tradisional. Kita sebagai generasi muda harus mengambil nilai tersebut dengan tetap semangat dalam belajar dan menuntut ilmu, baik belajar dalam hal ilmu pengetahuan umum yang bersifat duniawi di bangku sekolah, apalagi ilmu pengetahuan agama di surau, mushalla, masjid, MDA, dan di wirid pengajian

 

Dalam hal urusan Agama kita haruslah mematuhi dan mengikuti ajaran Islam dengan sebaik-baiknya dengan menjalankan rukun Islam dan memantapkan rukun Iman. Dan sebagai hal yang wajib pula bagi kita untuk mendalami adat istiadat Minangkabau sehingga nilai dan norma adat itu tidak makin pudar, untuk menciptakan masyarakat yang ber adab (agama) dan ber adat.

Kuburan Tuangku Nan Renceh
Kuburan Tuanku Nan Renceh

 

Semoga tulisan pendek ini memberi semangat dan motifasi bagi kita semua untuk berbuat yang tebaik dalam semua hal, mencapai prestasi di dunia pendidikan dan kerja dan tetap menghargai jasa pahlawan.

 

Penghimpun: iing chaiang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *