Minimnya Perhatian Pemerintah Sumatera Barat terhadap Pembangunan Kepemudaan

Oleh: Z.A Jana Thoha Ketua Badiklat SEMMI Sumatera Barat

Banuaminang.co.id- Di tengah semangat kebangkitan generasi muda dan sorotan besar terhadap peran strategis pemuda dalam pembangunan nasional, Sumatera Barat justru memperlihatkan wajah yang muram dalam urusan kepemudaan. Ironis, di tanah yang dikenal dengan pepatah “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”, tempat para ulama dan pejuang besar dilahirkan, perhatian terhadap pembinaan dan pengembangan pemuda justru sangat minim.

Sebagai Ketua Badiklat Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Sumatera Barat, saya merasa perlu menyuarakan kegelisahan kolektif ini. Bukan sekadar kritik, tapi panggilan nurani agar pemerintah daerah membuka mata, hati, dan telinga terhadap satu realitas dimana pemuda hari ini sedang kehilangan tempat untuk tumbuh dan mengakar.

Kebijakan Ada, Implementasi Nihil

Jika kita membuka dokumen resmi seperti Peraturan Gubernur Sumatera Barat No. 18 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2023, kita akan menemukan narasi-narasi indah tentang sinergi lintas sektor, pentingnya karakter pemuda, dan penguatan kapasitas SDM generasi muda. Tapi, mari jujur melihat di lapangan, berapa persen dari itu semua yang benar-benar dijalankan?

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Dispora Sumbar Tahun 2023 mencatat banyak program strategis kepemudaan yang tidak berjalan optimal. Bukan karena tidak ada niat, tapi karena alokasi anggarannya sangat minim. Dari keseluruhan anggaran Dispora, hanya sebagian kecil yang benar-benar menyasar pemuda sebagai subjek pembangunan, selebihnya terserap untuk kegiatan seremonial atau olahraga rutin.

Musrenbang: Pemuda Sekadar Pelengkap Agenda

Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RKPD Sumbar Tahun 2024, pembangunan pemuda bukan isu prioritas. Fokus hanya pada pendidikan formal, kesehatan, dan pengurangan kemiskinan. Padahal, pemuda adalah jembatan antara hari ini dan masa depan. Kalau bukan sekarang dibina, kapan?

Lebih menyakitkan lagi, suara pemuda dalam forum-forum strategis seperti ini sering kali hanya diminta sebagai formalitas. Diundang, diberi waktu lima menit bicara, lalu ditinggalkan. Tidak ada ruang partisipasi bermakna, apalagi kemauan politik untuk mengintegrasikan aspirasi mereka ke dalam kebijakan nyata.

Krisis Moral dan Sosial yang Tak Ditangani Serius

Masalah kenakalan remaja, narkoba, pergaulan bebas, sampai keterasingan budaya adat makin hari makin mencemaskan. Pemerintah menyebut ini sebagai “masalah moralitas”, lalu menggelar seminar. Tapi pembangunan karakter pemuda tidak bisa diselesaikan dengan spanduk dan hotel berbintang. Ia butuh ekosistem, ruang belajar kritis, komunitas aksi sosial, inkubasi wirausaha, dan gerakan pemuda yang tumbuh dari bawah.

Kami di SEMMI Sumatera Barat telah berulang kali mengadakan diskusi terbuka, pelatihan kepemimpinan ideologis. Tapi upaya-upaya ini sering jalan sendiri, tanpa dukungan dari negara. Apakah pemuda mesti selalu bekerja dalam sunyi, tanpa dianggap sebagai mitra pembangunan?

Koordinasi Lemah, Agenda Kepemudaan Terbengkalai

Hasil audit kelembagaan oleh BPK dan laporan evaluasi internal menunjukkan bahwa koordinasi antar perangkat daerah di Sumbar lemah, khususnya dalam pelaksanaan program lintas sektor seperti kepemudaan. Akibatnya, kegiatan pemuda hanya dijalankan oleh satu dua dinas, itupun tidak strategis. Tidak ada integrasi antara pendidikan, ekonomi kreatif, dan gerakan kebudayaan yang menyasar pemuda secara menyeluruh.

Saatnya Sumatera Barat Menjadi Rumah bagi Para Pemuda

Sebagai Ketua Badiklat SEMMI Sumatera Barat, saya menyerukan kepada pemerintah daerah untuk hentikan retorika, dan mulailah membangun ruang nyata bagi pemuda. Pemuda bukan beban, mereka adalah kekuatan. Tapi kekuatan ini akan melemah jika dibiarkan berjalan sendiri, terpecah dalam kebijakan yang setengah hati.

Sudah saatnya Sumatera Barat punya Rencana Aksi Daerah (RAD) Kepemudaan yang konkret, punya Pusat Pengembangan Pemuda yang hidup di setiap kabupaten/kota, serta memberikan panggung bagi organisasi dan komunitas yang serius membina generasi muda.

Sumatera Barat tak kekurangan orang cerdas, hanya kekurangan perhatian. Dan perhatian itu harus datang dari negara, melalui kebijakan dan dukungan yang nyata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *