Mengapa Seolah yang Disalahkan Adalah Para Insan Pers.? Terkait Kasus yang Hebohkan Kota Jam Gadang
Seperti pemberitaan sebelumnya di Banuaminang.co.id terkait kasus yang menghebohkan Alam Minangkabau, Nusantara bahkan sampai ke luar negeri. Yaitunya tentang dugaan kasus incest di Bukittinggi.
Ini negeri yang beradat yang selalu menjunjung tinggi falsafah Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah.
Apalagi mendengar klarifikasi yang dikirimkan oleh Erman Syafar selaku Walikota Bukittinggi melalu video pendeknya yang berdurasi 2 menit 58 detik yang diunggah pada hari Selasa (27/06), sebelum jumpa pers ini.
Yang lebih anehnya lagi pada menit 01:53 di video tersebut ucapan walkot yang menyatakan :
“Lalu kemudian itu viral. Itu diluar sepengetahuan kami, dan kami tidak pernah meminta wartawan dari awal Kita mendapati perbuatan-perbuatan penyimpangan ini untuk diberitakan”.
Hal itu tentunya jadi perbincangan sengit di tubuh insan pers. Seolah dapat diambil suatu kesimpulan bahwa :
Walikota Bukittinggi tidak pernah meminta Wartawan untuk memberitakan
Disini dapat ditarik kesimpulan sederhana :
1. Apakah walkot tidak memahami tugas dari jurnalis.?
2. Mengapa seolah yang disalahkan adalah para insan pers.? Apakah lantaran pemberitaan konon khabarnya, menjadi viral baik di dalam negeri maupun diluar negeri.?
Selanjutnya yang sangat aneh lagi adalah mengenai konferensi pers atau jumpa pers yang seolah dipaksakan oleh pihak Kominfo Bukitinggi, hal ini tentunya juga berdasar :
1. Walkot ataupun orang yang diduga atas suruhan dari walkot, menyebarkan video klarifikasinya keseluruh media sosial sebelum konferensi pers atau jumpa pers dimulai.
2. Walkot tidak hadir diacara jumpa pers tersebut, karena ada kesibukan di luar daerah.
3. Menghabiskan dana yang lumayan cukup besar untuk konferensi pers ini, apalagi akan diadakan konferensi pers lanjutan. Seperti yang disampaikan oleh kadis Kominfo kota Bukittinggi.
Dalam hal ini tentunya mengajak dan menantang jiwa jurnalistik saya, yang juga seorang redaksi dan juga anggota organisasi pers PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia).
Dan selaku putera asli Minangkabau penulis ingat pepatah adat :
Anak dipangku
Kamanakan dibimbiang
Urang Kampuang dipatenggangkan
Dalam hal ini pun penulis tidak ada hak menjustis ataupun menyalahkan walkot. Seandainya toh itu benar (kejadian yang menghebohkan tersebut) tentunya bak pepatah Minang yaitunya Piciak Tungau Dalam Sarawa
Akhirnya penelusuran, pemantauan serta penggambaran dari penulis ternyata, sang walikota Bukittinggi lahir dari ibu dan ayah, yaitunya orang Kamang Magek tepatnya orang jorong Durian.
Dimana didaerah tersebut yaitunya Jorong Durian Kamang Magek, seperti pemberitaan di Banuaminang.co.id ini terdapat suatu ruas jalan yang telah teregister di Pemkab Agam sebagai jalan kabupaten dan saat ini jalan tersebut dipagari oleh pihak perusahaan. Hingga akses jalan Durian-Aia Tabik ini terputus. Dan konon kabarnya pihak Pemda Agam sudah menyurati untuk membongkar pagar tersebut.
Surat dari Pemkab Agam tersebut pun, penulis dugakan agak aneh. Karena dihari penandatangan surat itu ditandatangani oleh kadis PUTR Agam. Dimana penulis sebelumnya bersama Tim investigasi Banuaminang.co.id mendatangi kantor PUTR ini, pegawai nya menyatakan bahwa pak kadis keluar kota, tapi anehnya lagi mobil dinas kadis ini terpakir mulus di teras kantor PUTR ini.
Aahh… Ini membuat penulis jadi bertanya-tanya… Akhirnya kembali kepepatah adat seperti yang telah dituliskan diatas sebelumnya.
Penulis : iing chaiang
Seorang jurnalis, dan anggota PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia) NRA 820601010941
Sumber foto : Tangkapan layar video klarifikasi walikota Bukittinggi
Ampek Koto, 29 Juni 2023