MENEPI-NEPI dan RAJA SINGA

Beberapa Puisi Karya Sulthan Indra

 MENEPI-NEPI

 

menepi-nepi kita, nak

bermain angin

biar kau tahu

jika saja arah dilamun badai,

dada ayah tempat berpulang

 

ke tepian kita, nak

di luar sana

kabar begitu pikuk

: bagak bersama dalam kumpulan

 

kau laki-laki,

tahu kapan ke tepi sebagai rajo

atau di tengah menjadi ego

 

nak, biarkan angin membawamu ke tepian

jangan kau risau hilang dalam peredaran

jika saja mata angin berubah arah

kau tidak akan mabuk mencari jalan pulang

 

Tapian Rajo | 2025

 

 

 RAJA SINGA

 

di dinding batu terjal, kambing hutan menjepit kelaminnya sebelum dimangsa.

 

— ini kisah perburuan semusim. tentang singa berbulu domba, raja tak berbulu atau raja singa di antara bulu

 

tentang perempuan diperkosa orang kaya, lahirlah kemiskinan

 

tentang lelaki paruh baya menanam doa sebelum ajal tanahnya dirampas investor

 

tentang lampu merah yang menyala di mata anak jalanan

 

tentang hutan diselangkangan lingkar penguasa; tentu tentang kemenangan

 

ini kisah perburuan semusim. tentang pekerja pabrik yang diPHK

 

tentang menciptakan pekerjaan di dalam penjara cipta kerja

 

tentang mengerjai mereka yang berharap kerja di rumah sendiri

 

: bagaimana kabar hutan dan laut

 

domba-domba sedang digembala raja singa ke jurang kehancuran dan kambing hutan masih melakban kelaminnya yang tergores bujuk rayuan.

 

Pinggir Jalan | 2025

 

Biodata: Sulthan Indra, pria kelahiran Lampung 1982. Saat ini berdomisili di Bukittinggi, ketua komunitas Sastra Rabuang Gadiang. Pernah berproses sebagai aktor dan sutradara di Teater Imam Bonjol Padang. Selain sebagai jurnalis juga sebagai juri FLS2N dan FLS3N di Sumbar. Beberapa karyanya terbit di media masa cetak dan online baik daerah maupun nasional. Dua buku antologi puisi tunggalnya terbitan (Prasasti Dara Minangkabau) 2017 dan (Sajak Bulan di Puncak Singgalang) 2018 pernah dilounching di Padang dan Bukittinggi.