Semarang, BanuaMinang.co.id – Komisi Yudisial (KY) Jawa Tengah mengimbau kepada Majelis Hakim, terutama yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Batang, agar tidak melarang Wartawan menjalankan tugas jurnalistiknya, untuk melakukan liputan di sebuah persidangan, khususnya Sidang Terbuka.
Imbauan itu disampaikan oleh Ketua KY Jawa Tengah M Farchan, menanggapi larangan Majelis Hakim PN Batang kepada Wartawan, saat melakukan peliputan di Sidang Terbuka dalam perkara nomor 26/Pdt.G/2025/PNBtg, di ruang sidang Cakra PN Batang pada hari Rabu (18/6).
“Akan lebih Arif dan bijaksana jika majelis hakim memberikan izin kepada media dan pengunjung sidang juga tertib mengikuti persidangan, justru kalau media dilarang akan menimbulkan prasangka negatif kepada majelis hakim,” imbaunya.
Sebab menurut Farchan, Pers diletakkan sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Keberadaan pers memiliki posisi strategis, tidak hanya sebatas penyampaian informasi, melainkan menjadi alat kontrol sosial.
Pers juga dapat menjalankan fungsinya sebagai pengawas bagi pemegang kekuasaan untuk kepentingan publik. Dalam memberikan informasi kepada publik melalui berita, pers dituntut untuk menyajikan informasi yang berimbang, netral dan objektif sesuai kode etik jurnalistik.
“Pada prinsipnya, seluruh perkara yang disidangkan dapat dilakukan pemantauan karena persidangan dimaksud terbuka untuk umum, kecuali untuk perkara tertentu seperti perkara kesusilaan, perceraian dan tindak pidana yang dilakukan oleh anak,” tegasnya.
Dinyatakan pula, bahwa KY mendukung upaya menjaga integritas persidangan, namun juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi dan perizinan yang jelas terkait peliputan. Bahwa hakim memiliki kewenangan untuk menjaga ketertiban dan kelancaran persidangan, termasuk dalam hal mengatur peliputan media.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan yang telah diterbitkan MA dan berlaku, bertujuan untuk menjaga tata tertib di lingkungan peradilan serta menjaga marwah lembaga peradilan dan para hakim.
Ketentuan Pasal 4 ayat (6) Perma Nomor 5 Tahun 2020 itu, bukan bertujuan untuk melarang para jurnalis mengambil foto serta merekam persidangan secara audio maupun visual.
“Bahwa tidak ada satu pun ketentuan, yang menyebutkan pelarangan pengambilan foto dan rekaman dalam persidangan yang terbuka untuk umum,” tegasnya.
Pasal 4 ayat (6) Perma Nomor 5 Tahun 2020 berbunyi, pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya Persidangan. Permintaan izin ke hakim/majelis hakim yang menyidangkan perkara, untuk menjaga ketertiban saat persidangan perkara berlangsung.
“Jika persidangan terganggu, maka ada banyak pihak yang dirugikan terutama para pencari keadilan,” pungkasnya.
(Sukindar)