Hoax Dalam Media Sosial Harus Dilawan dan Dijinakkan

Jacob Ereste :

Hoax Dalam Media Sosial Harus Dilawan dan Dijinakkan

 

 

Mengeluh dan menghujat media sosial penuh hoax, banyak opini sesat serta cerita dan berita hingga informasi negatif tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Apalagi kemudian terus mengharamkan media sosial untuk tidak digunakan sama sekali, sehingga bisa menghambat kecepatan komunikasi atau memperoleh informasi serta hendak menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi yang efektif dan efisien, sungguh naib.

 

Media sosial yang tersedia dari sarana online berbasis internet sudah menjadi semacam kebutuhan hidup yang pokok untuk tidak dinafikan kehadirannya guna mendapat kemudahan dalam komunikasi, informasi maupun publikasi. Sebab pilihan lain untuk memenuhi semua itu tak ada yang lebih efektif dan yang lebih efisien.

 

Masalah dampak negatifnya seperti yang dicemaskan oleh berbagai pihak dan ahli cyber, toh bisa diminimalisir meski tidak sepenuhnya dapat dihindari. Setiap orang pun boleh menimbang mudarat maupun nilai manfaatnya. Untuk kemudian menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya sendiri, atau untuk lingkungan keluarganya.

 

Padahal, sarana yang tersedia dari media online ini sungguh banyak. Mulai dari sarana hiburan — tidak hanya disukai oleh anak-anak saja, sebab realitasnya sejumlah permainan game dari media online itu tidak kalah banyak disukai juga oleh mereka yang sudah dewasa bahkan terbilang tua.

 

Cobalah perhatikan saat jam pulang kerja ketika berada di Bus Way atau kereta listrik di Jabodetabeka, kalau pun tidak semua orang melepaskan penat dengan bermain game, setidaknya tak kalah banyak diantaranya yang menikmati musik melalui headset atau menonton film lewat yutube.

 

Keluhan banyak pihak yang merasa gerah terhadap kehadiran media sosial karena dianggap menjadi daya perusak budaya generasi bangsa — utamanya kawula muda dan anak- anak sungguh tidak logis, karena lebih terkesan tak mampu membina atau memberi arahan terhadap generasi muda dan anak-anak yang dianggap sudah sangat mengancam — mulai dari yang bersifat fisik akibat radiasi yang ditimbulkan olah pengaruh alat elektronik itu hingga pengaruh psikologis serta dampak sosial budaya akibat dari pengaruh alat elektronik yang mengasyikkan diri masing-masing penggunanya, sehingga abai atau tak acuh pada lingkungan sosial sekitarnya.

 

Dalam acara diskusi tentang dampak bawaan dari handphone yang menyediakan beragam fasilitas informasi, komunikasi bahkan dapat digunakan sebagai sarana publikasi itu yang terdapat di dalam telepon genggam itu tetap digunakan meski di bagian sana ada pembicara utama yang sedang memaparkan cara memanfaatkan media sosial secara baik dan benar untuk semua usia. Artinya, dampak buruk ikutan dari sarana media sosial berbasis internet itu cukup variatif sifatnya yang sangat tergantung dari cara memanfaatkan fungsinya untuk keperluan maupun kebutuhan diri masing-masing.

 

Apalagi kemudian dalam konteks keperluan informasi, komunikasi serta publikasi yang sangat dibutuhkan misalnya untuk mereka yang menekuni profesi jurnalis, penulis, peneliti hingga pengamat sosial yang memerlukan informasi serta data sebanyak mungkin untuk dijadikan bahan rujukan.

 

Karena bagi seorang penulis — peneliti maupun pengamat sosial — fakta dan data tidak cuma yang baik-baik saja yang dia perlukan, tapi data dan fakta yang tidak baik pun mampu dijadikan rujukan terhadap indikasi tertentu untuk mengukuhkan konklusi yang hendak diungkap dari hasil penelitian atau pengamatannya agar akurat pembuktiannya.

 

Jadi mengeluhkan banyaknya hoax dalam media soal, itu semacam mengeluhkan banyaknya pacet di rawa liar yang tidak tersentuh oleh gerak kehidupan lain, selain pacet dan serangga liar lainnya. Persis seperti kecebong di sawah yang hidup liar di sawah yang tak terawat. Atau seperti kampret yang memang dari sononya telah menjadi makhluk yang hidup di kegelapan malam yang sangat minimal sinar yang menerangi habitat dan waktu peredarannya.

 

Media sosial itu ibarat dunia malam yang gelap gulita tanpa penerangan, seperti Departemen Penerangan yang tak pernah terang. Jadi, dunia malam yang gelap itu akan gemerlap dan dan bercahaya seperti ibu kota yang tak pernah tidur, selalu terjaga dengan aneka lampu penerang, seperti tulisan atau ulasan opini anda yang ikut mewarnai media sosial, sehingga tidak dibiarkan tampil dan bertumbuh seperti belantara lair yang tak tersentuh oleh anda.

 

Karen itu saran untuk menghajar berita, cerita atau informasi dan publikasi hoax di media sosial, tidak bijak kalau cuma dikeluhkan, tanpa pernah didesak oleh karya tulis anda yang terbaik, dan yang paling bermutu hingga yang paling diyakini paling bermanfaat bagi orang banyak. Dan upaya nyata untuk melawan dan menjinakkan hoax itu diantaranya bisa juga membuat media sosial sendiri yang bermutu dan terarah tujuannya untuk ikut mencerdaskan anak bangsa. Maka itu agak aneh dan janggal bila sebuah organisasi atau lembaga maupun instansi tertentu tidak mempunyai media penyampai pesan dari gagasan maupun tujuan dari organisasi atau suatu lembaga untuk mensukseskan tujuan dari capaian yang hendak diraih. Sementara untuk seorang Calon Presiden atau anggota legislatif lewat Pemilu tahun 2024 sudah memasang sejumlah buzzer dan influenser yang tak alang kepalang banyaknya, cuma sekedar untuk membangun opini dan pencitraan terhadap masyarakat agar mau memilih dan memenangkan dirinya.

 

Nasehat guru spiritual saya yang bijak, untuk bahwa untuk menghadapi hoax di media sosial jangan sampai menambah kebodohan, lantaran cuma bisa dikeluhkan saja. Karena hoax yang bertebaran di media sosial itu merupakan tabiat bawaannya seperti fitrah yang tak perlu dibantah. Tapi tabiat hoax itu hanya bisa dijinakkan oleh karya tulis anda, apapun bentuk dan jenis kelamin dari tulisan yang anda biakkan di media sosial. Sebab keluhan terhadap hoax, hanya akan membuat hoax dan pembuat hoax jadi besar kepalanya.

 

 

Balaraja, 26 Mei 2023

Penulis : Jacob Ereste

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *