Banuaminang.co.id ~~ Apa maksudnya sholat gerhana bulan total atau sebaliknya matahari total itu perlu disyukuri bahwa Tuhan tak pernah alfa mengobrol dan menjalankan rembulan dan matahari dengan peredarannya yang pasti dan terhitung secara rigit untuk menjadi bacaan dan perhitungan manusia, bahwa kelak segenap dosa manusia kelak pun akan terbilang sama riginya dengan perjalanan rembulan dan matahari yang jauh nun disana.
Jadi kerja besar Tuhan yang maha besar itu sungguh tidak terkira jika hendak dicapai oleh akal manusia. Maka itu hanya lewat takaran dan pemahaman serta kesadaran spiritual, semua itu bisa diyakini dan dipercaya bahwa Allah itu Maha Kuasa dan Maha Pencipta sebagai sekaligus pemilik jagat raya itu yang tak bisa dikapling oleh rezim penguasa manapun, apalagi hanya untuk penguasa real estate yang tamak dan rakus seperti di bumi ini.
Manusia hanya bisa menghitung atau mengkaji perjalan bulan dan matahari itu secara astronomi untuk memproyeksikan bagi manusia di wilayah Indonesia harus lebih pandai dan tahmid mendekatkan diri kepada Tuhan yang semakin dominan dilupakan. Karena Tuhan seakan telah diganti dengan berhala-berhala yang diciptakan sendiri di dalam kepala dan hati seperti yang terjadi sekarang.
Ketika Tuhan mengguyur bumi dengan air yang tak alang kepalang derasnya dari langit, banyak orang pun sekedar memahaminya sebagai bencana. Sehingga tak berpikir bahwa itu bagian dari cari Tuhan membasuh bumi yang sudah bergelimang najis dan kekotoran akibat ulah ketamakan dan kerakusan yang liar tak lagi mampu dikendalikan.
Sore nanti, Selasa 8 November 2022 tepat pukul 17.59 waktu Indonesia Barat, semua penduduk bumi di Sumatra dan Kepulauan Riau hingga Lampung, Banten, Jajarta sekitar meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat boleh memuji Maha Besar Allah yang masih mau mempertanyakan kebesaran dan kekuasaannya jauh diatas kepongahan dan kesombongan manusia yang telah memper-Tuhan-kan selain Yang Maha Esa itu, seperti yang cuma menjadi hiasan dari sila Pancasila itu sekarang.
Lalu apa maksudnya pihak Kementetian Agama RI mengimbau agar masyarakat yang bisa menyaksikan gerhana bulan total (GBT) itu agar banyak berzikir, istighfar, sedekah dan beramal Saleh bahkan sejumlah perbuatan baik lainnya untuk Tuhan, untuk manusia dan untuk bumi seperti Tangtu Tungga Buana serta mendoakan kesejahteraan dan kemajuan bangsa seperti rilis yang disebar sejak kemarin ?
Siaran pers Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI yang diteken Kamaruddin Amin itu juga masih merasa perlu untuk mengajarkan tata cara sholat, membaca do’a Iftitah dan berta’awudz, lalu membaca Al Fatihah yang dijaharkan (dikeraskan bacaannya) seperti anjuran Aisyah atas dasar hadis Bukhari No. 1065 dan Muslim No. 901) dan seterusnya- seterusnya.
Jadi cara melihat dan memahami isyarat dari Tuhan yang agak langka (gerhana misalnya) agak berbeda dengan yang sudah rutin dan berulang kali sudah dilakukan, seperti mencuci bumi dengan cara mengguyur bumi dengan air yang ditempahkan dari langit hingga menghanyutkan kotoran-kotoran termasuk harta benda yang mungkin kita peroleh dengan susah payah, meski tak cukup jelas cara kita mendapatkannya.
Padahal, gerhana bulan arau matahari yang sama ini kelak akan kembali berulang untuk menandai bahwa siklus seperti itu tetap berada dalam genggaman Tuhan sebelum kiamat atau bila kita sendiri belum mati. Lantas, mengapa perenungan manusia tidak juga sampai pada misteri kematian yang akan dialami setiap kita nanti ?
Kalau hanya masalah waktu saja, toh sebentar lagi pun kematian itu akan segera menjemput kita juga. Jadi gerhana bukan atau gerhana matahari itu sekedar mengingatkan kepongahan manusia agar tak alfa mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebab hujan hanya dua planet di angkasa raya sana saja milik-Nya, tetapi bumi dan seisinya ini milik-Nya juga.
Lalu mengapa mesti tamak dan rakus serta kemaruk ? Hingga enggan berbagi dan membiarkan orang lain bisa menikmati haknya masing-masing ? Termasuk kekuasaan yang sifatnya pun sementara di bumi ini, mengaka mesti dikeloni sendiri. Karena milik sendiri itu hanya kematian dari diri kita sendiri. Lebih dari itu, biarlah untuk dinikmati orang banyak. Ibarat perkawinan, bulan dan matahari yang besetangkup hari ini seperti percumbuan suami istri yang sesaat saja di bumi. Karena setiap orang patut percaya yang kekal itu hanya di alam akhirat.
Banten, 8 November 2022
Penulis: Jacob Ereste