Gagasan Sang Orator Muhammad Yamin Setelah Kemerdekaan RI, Hingga Persahabatan Berujung Peletakan Jabatan Sebagai Menteri Kehakiman
Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1950, Muhammad Yamin diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Di sini bakat Muhammad Yamin sebagai orator kembali hidup.
Dalam kedudukannya sebagai Anggota DPR RIS Muhammad Yamin tetap berusaha untuk menyempurnakan negara. Ia tetap seorang nasionalis yang teguh pada prinsip-prinsip. Kedulatan RI yang penuh adalah cita-citanya.
Dirangkum dari Jangkara.com beberapa pandangan Muhammad Yamin mengenai Misi Militer Belanda (NMM) singkatan dari Nederlandsche Militaire Missie yang pada tahun 1950 masih ada di Indonesia.
Muhammad Yamin berkata “Walaupun dalam zaman damai ini NMM tersebut tidak memerlihatkan bahaya yang nyata, tetapi potensial situasi yang dimiliki oleh NMM itu sangat membahayakan masyarakat dan negara Indonesia”.
Selanjutnya Muhammad Yamin tidak ragu-ragu untuk memilih TNI menjadi intisari ketentaraan kita. Seterusnya ia berkata lagi “Sejarah peperangan yang lampau membuktikan, bahwa tentara Belanda tidaklah untuk dicontoh di lapangan organisasi, teknik, dan disiplin.Tentara Belanda, baik di Eropa, ataupun di Hindia Belanda dulu memberikan bukti yang nyata, tidak ada mengambil bagian dalam kemenangan peperangan demokrasi yang kedua, dalam waktu yang pendek menyerah dan berkapitulasi di Nederland atau Hindia Belanda dulu kepada musuhnya.”
Menurut pendapat Muhammad Yamin dikutip dari buku yang berjudul Prof. H. Muhammad Yamin S.H. karya Sutrisno Kutoyo terbitan tahun 1976 Muhammad Yamin berpendapat bahwa “untuk kepentingan negara dan perjuangan Irian Barat (sekarang berganti nama menjadi Papua), hendaklah dalam tahun 1950 itu juga, seluruh Nederlandsche Militaire Missie (NMM) itu meninggalkan Indonesia.”
Muhammad Yamin juga tak ketinggalan ikut dalam rombongan misi diplomasi RIS ke Moskow Rusia.
Pada tahun 1951, Muhammad Yamin menjabat sebagai Menteri Kehakiman, dalam kabinet Sukiman – Suwirjo (kabinet ke XII Negara RI) namun hanya sebentar, hanya masa dua bulan, dari mulai bulan April 1951 sampai pada Juni 1951. Waktu yang sangat singkat. Mengapa demikian? Tentu ada sebabnya.
Waktu itu Chairul Saleh, sahabat dekat dan teman seperjuangan Muhammad Yamin sedang berada dalam tahanan Pemerintah RI. Ternyata Chairul Saleh, sebagai pemimpin pemuda tidak merasa puas dengan cara-cara berunding yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pihak Belanda.
Chairul Saleh tidak menyetujui kasih Konferensi Meja Bundar (KMB). Karena itu Chairul Saleh dengan beberapa teman-temannya meninggalkan Jakarta dan pergi ke daerah Banten.
Sikap Chairul Saleh itu di pandang Pemerintah sebagai ancaman yang dapat membahayakan ketertiban di Masyarakat kala itu, dan karena itulah ia di tahan oleh alat-alat kekuasan Pemerintah dan di penjarakan di Glodok, Jakarta.
Ketika Muhammad Yamin diangkat menjadi Menteri Kehakiman, tindakannya yang pertama adalah melepaskan sahabatnya Chairul Saleh dari penjara, hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, seperti partai-partai oposisi, dan pers kala itu. Dan karena itu pula kabinet segera mengambil tindakan dan Muhammad Yamin terpaksa meletakkan kedudukannya sebagai Menteri Kehakiman yang baru saja dijabatnya selama dua bulan.
Setelah Muhammad yamin meletakkan jabatannya sebagai Menteri Kehakiman, nasib Chairul Saleh pun Kembali ke penjara, meskipun tidak lama.
Sebenarnya Pemerintah memang sudah akan membebaskan Chairul Saleh dari penjara. Karena Chairul Saleh akan di kirim ke Jerman atau Swiss untuk belajar.
Sayangnya Muhammad Yamin rupanya terlalu cepat bertindak. Sebenarnya antara Muhammad Yamin dengan Chairul Saleh terdapat banyak persamaan dari watak, karakter dan memiliki ambisi yang hampir sama.
Kedua-duanya Bersifat Individualis
Persahabatan Muhammad Yamin dan Chairul Saleh memiliki karakter dan sifat yang sama, yaitu individualis. Namun ada juga perbedaannya. Chairul Saleh masih muda kala itu. Sedangkan Muhammad Yamin sudah agak tua. Usianya hampir setengah abad.
Selain itu perbedaaan Muhammad Yamin dengan Chairul Saleh yang mencolok adalah Chairul Saleh suka berpakaian rapi, necis dan perlente. Muhammad yamin sebaliknya. Walaupun Muhammad Yamin menyukai orang-orang yang berpakaian apik dan rapi, tetapi dirinya sendiri tidak demikian halnya.
Muhammad Yamin berlaku bebas atau tidak begitu peduli dengan pakaian dan penampilan. Ia tidak pernah berpakaian menurut mode terakhir ataupun update model pakaian saat itu. Soal bentuk, warna maupun potongan tidak menjadi soal. Yang penting dapat di manfaatkan dan bisa di pakai. Semasa hidupnya Muhammad Yamin sangatlah sederhana.
Peran Siti Sundari lah yang bisa membuat Muhammad Yamin tampil modis. Dengan setia Siti Sundari istri Muhammad Yamin mengurus pakaian Pak Yamin. Ia membelikan kemeja, dasi, jas, Sepatu, sapu tangan dan lain-lainnya. Ibu Siti Sundari memang isteri yang amat setia kepada Pak Yamin.
Penghimpun: iing chaiang