Fit and Proper Test RT/RW Dinilai Langgar Hukum, Jaka Marhan Gugat Perwako ke MA

Riau144 Dilihat

Pekanbaru, BanuaMinang.co.id Pengacara muda Jaka Marhan, S.H. menyatakan siap mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan Wali Kota (Perwako) Pekanbaru Nomor 48 Tahun 2025 tentang Pedoman Pemilihan dan Pengesahan serta Pengukuhan Ketua RT dan RW. Langkah ini ditempuh karena Perwako tersebut dinilai cacat hukum, melampaui kewenangan, serta berpotensi merusak demokrasi lokal

 

Hal ini disampaikan Jaka Marhan kepada media di Pekanbaru, Rabu (24/12/2025).

 

Jaka menegaskan, salah satu ketentuan paling bermasalah dalam Perwako tersebut adalah kewajiban fit and proper test bagi calon Ketua RT dan RW. Menurutnya, kebijakan itu bukan sekadar persoalan teknis administratif, melainkan persoalan prinsipil yang menyangkut pembatasan hak warga negara di tingkat paling bawah.

 

“RT dan RW bukan jabatan birokrasi dan bukan pula bagian dari struktur pemerintahan. Mereka adalah lembaga kemasyarakatan yang lahir dari kehendak warga, bukan dari seleksi administrasi pemerintah,” tegas Jaka Marhan.

 

Ia menjelaskan, secara normatif posisi RT dan RW telah diatur secara jelas dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, yang secara substansi juga berlaku bagi kelurahan. Dalam regulasi tersebut, RT dan RW diposisikan sebagai mitra pemerintah kelurahan yang dibentuk dan dipilih oleh masyarakat dengan prinsip partisipatif, demokratis, swadaya, dan berbasis kearifan lokal

 

“Tidak ada satu pun norma dalam Permendagri yang memberi kewenangan kepada kepala daerah untuk melakukan penyaringan calon RT dan RW melalui mekanisme fit and proper test. Ketika Perwako menambahkan syarat baru yang membatasi hak warga, di situlah letak persoalan hukumnya,” ujarnya.

 

Lebih jauh, Jaka Marhan menilai Perwako 48 Tahun 2025 bertentangan langsung dengan Perda Kota Pekanbaru Nomor 12 Tahun 2002 tentang RT dan RW, yang hingga kini masih berlaku. Dalam hierarki peraturan perundang-undangan, Perwako tidak boleh menabrak Perda, apalagi menciptakan norma baru yang mengubah substansi pengaturan yang telah disepakati bersama DPRD.

 

“Dalam asas hukum dikenal prinsip lex superior derogat legi inferiori. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Jika ini dipaksakan, maka Perwako tersebut patut diduga cacat hukum dan melampaui kewenangan (ultra vires),” tegasnya.

 

Selain persoalan yuridis, Jaka juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap demokrasi lokal, Menurutnya, kewajiban fit and proper test telah menggeser makna demokrasi di tingkat akar rumput.

 

“Demokrasi lokal bukan sekadar pemilu kepala daerah. Demokrasi itu hidup di RT dan RW. Ketika negara mulai menguji warga sebelum mereka boleh dipilih oleh masyarakat, maka negara telah masuk terlalu jauh ke ruang sosial warga,” katanya.

 

Ia menambahkan, jika tujuan pemerintah adalah meningkatkan kualitas kepemimpinan RT dan RW, maka instrumen yang tepat adalah **pembinaan, pelatihan, dan evaluasi kinerja,bukan penyaringan awal yang berpotensi subjektif dan politis.

 

“RT dan RW bekerja dengan modal sosial dan kepercayaan warga, bukan mandat birokrasi. Kepemimpinan sosial tidak lahir dari kelulusan tes, tetapi dari legitimasi masyarakat,” tambahnya.

 

Atas dasar itu, Jaka Marhan memastikan akan menempuh uji materiil ke Mahkamah Agung sebagai langkah konstitusional untuk menguji apakah Perwako Nomor 48 Tahun 2025 masih sejalan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi.

 

“Demokrasi tidak boleh diuji dengan tes. Yang seharusnya diuji adalah komitmen negara dalam menghormati hak warga untuk memilih dan dipilih secara bebas,” pungkasnya. (CC)