Filosofi Warga Minangkabau Nagari dan Adatnya
Oleh: Alya Nabila
Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Menurut kamus besar bahasa indonesia nagari adalah wilayah atau sekumpulan kampung yang dipimpin( dikepalai) oleh seorang penghulu. Secara pantun adat di ungkapan: taratak mulo dibuek sudah taratak menjadi dusun sudah dusun manjadi koto kudian bakampuang banagari anggari bakarek kuku dikarek jopisau rauik kaparuik batang tuo tuonyo elok kalantai nagari bakaampek suku suku nan babuah paruik kampuang nan ba tuo rumah nan batunggani. Nagari merupakan pemerintah terendah versi minangkabau yang di diami empa buah suku. Kata adaik dalam pengertian minangkabau ialah aturan hidup bermasyarakat yang sudah lazim diikuti sejak dulu ketika diciptakan oleh para leluhur.
Adat minangkabau: kata adat berasal dari bahasa sanskerta yang dibentuk dari “a” dan “dato”. “a” artinya tidak “dato” artinya sesuatu yang bersifat kebendaan. Adat pada hakikatnya ialah segala sesuatu yang bersifat kebendaan, jadi adat ada dalam pikiran yang akan menentukan untuk bersikap berperilaku maupun berbuat.menurut sejarah orang minang sudah ada sejak sebelum dan awal masehi.ini dikisahkan di dalam tambo yaitu:apabila hukum sudah diputuskan maka harus dijalankan tidak ada bandingan. Akan berarti yang dahululah yang menang atau dibenarkan. Berdasarkan kekuasaan saja. Ada pula adat yang bernama undang tariak baleh utang ameh bayia jo amek
Dalam perjalanan sejarah adat minangkabau yang berstruktur dan bersistem dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman sepanjang struktur dan sistemnya tidak berubah. Dalam musyawarah adat yang di adakan susah ada di alam ini adat yang terpakai yang sifatnya abadi ciptaan tuhan seperti: burung murai berkicau sapi melenguh air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah manusia berakal ayam berkotek dan sebagainya. Sudah ada adat yang terpakai dalam alam ciptaan tuhan disebut dengan “sunnatullah” .untuk mengatur tatanan kehidupan yang ber adab disusunlah adat yang akan dipakai berdasarkan gurindam yang memanfaatkan akal manusia dengan nama adat yang di adatkan.
Sebagai garis besar adat ini sebagai pedoman bagi para pemangku adat dinagari dalam menyusun ketentuan adat di nagari. Delapan pokok adat tersebut ialah:
1. Adat yang berjenjang naik turun di perani oleh penghulu suku
2. Adat yang berbaris sebelas nagari yang dipagar oleh undang undang nagari
3. Adat yang bertiru berteladan menjadi undang undang pokok oleh adat di dalam berbagai pemakaian adat yang sejalan dengan keadaan dalam masyarakat di tiap nagari
4. Adat bercupak yang bergantang apa saja harus berdasarkan ketentuan yang pasti dan nyata
5. Adat berjokok berjelaga bertujuan untuk menjadi pribadi dan budi supaya mempunyai rasa sosial rasa kemasyarakatan rasa toleransi dan sejenisnya
6. Adar yang bernazar segala sesuatu di berbagai bidang memiliki hubungan yang baik dan sepantasnya
7. Adat yang berpikir bertoleran maka berjalan mufakat maka berkata disisik di parit dibanding hukum ditimang kata
8. Adat mengkehendaki akan sifatnya bersiang di waktu tumbuh menimbang setelah ada
Oleh karna sudah ada garis besar adat di nagari tersebut maka ia bernama adat yang teradat,jadi sudah ada adat di ranah ini kemudian baru setelah secara bertahap pengaruh agama islam mulai masuk. Berakar kuat pada nilai-nilai tradisional dan kepercayaan nenek moyang, masyarakat Minangkabau membangun tatanan sosial yang kompleks namun selaras dengan kehidupan alam dan manusia. Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, dua unsur utama yang menjadi fondasi peradaban mereka adalah nagari dan adat. Keduanya tidak hanya sekadar struktur sosial atau sistem hukum, tetapi mencerminkan filosofi mendalam tentang kehidupan, kebersamaan, dan identitas kultural.
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Filosofi utama yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Minangkabau adalah ungkapan:
“Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”. Artinya, adat bersendikan syariat, dan syariat bersumber dari Kitabullah (Al-Qur’an). Kalimat ini menegaskan bahwa adat Minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan menyatu dengannya. Ini menjadi salah satu contoh paling berhasil dalam harmonisasi antara budaya lokal dan agama Islam di Nusantara.
Filosofi ini bukan sekadar slogan, melainkan diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya, dalam adat pernikahan, meskipun dilakukan secara adat Minangkabau, tetap harus sesuai dengan syariat Islam.
Nagari: Lebih dari Sekadar Wilayah
Dalam masyarakat Minangkabau, nagari adalah kesatuan masyarakat adat yang memiliki batas wilayah, pemerintahan sendiri, aturan hukum adat, dan sumber daya alam yang dikelola bersama. Istilah “nagari” memiliki akar dari kata “nagari” dalam bahasa Sanskerta yang berarti negara atau kerajaan kecil. Namun dalam konteks Minangkabau, nagari bukan sekadar pembagian administratif seperti desa atau kelurahan, melainkan institusi adat yang mencerminkan kedaulatan sosial dan budaya.
Nagari merupakan pusat identitas warga Minangkabau. Seseorang bukan hanya dikenal dari nama pribadi atau keluarga, tetapi juga dari nagari asalnya. Rasa keterikatan terhadap nagari begitu kuat, bahkan di perantauan. Ini terlihat dari banyaknya organisasi perantau yang dinamai berdasarkan nagari, yang bertujuan mempererat hubungan antara warga rantau dan kampung halaman.
Struktur nagari dikelola berdasarkan prinsip musyawarah dan mufakat. Pemimpin adat dalam nagari disebut penghulu, dan keputusan penting biasanya dibahas dalam forum yang disebut balai adat. Keberadaan kaum, yaitu kelompok kekerabatan matrilineal yang merupakan unit sosial terkecil, menambah kekhasan struktur sosial ini. dalam era ini mempertahankan filosofi menjadi tantangan sekaligus peluang dengan menjaga nilai-nilai adat dan leluhur yang beradap.