Bonjol, BanuaMinang.co.id — Setelah pemberitaan di BanuaMinang.co.id dengan judul “Masyarakat Meminta Proyek Geothermal Bonjol Dihentikan Sementara.” BanuaMinang.co.id segera melakukan tugas jurnalistiknya.
Sesuai dengan UU Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers Pasal 4 ayat 3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional berhak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. BanuaMinang.co.id melakukan pantauan dan mengumpulkan informasi langsung ke tengah masyarakat yang terkena proyek Geothermal Bonjol.
BanuaMinang.co.id menghubungi ibu Iie seorang masyarakat Bonjol di rantau yaitunya di Pekanbaru, dimana Beliau pernah melakukan pembebasan lahan masyarakat.
Beliau mengatakan dalam pembebasan lahan, seharusnya terlibat pula profesional penilai publik dan penilai pertanahan yang punya lisensi dari pemerintah. Mereka inilah yang nantinya akan menentukan harga dan nilai tanah masyarakat secara adil berdasarkan nilai wajar serta nilai pasar dan bukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Hal ini sesuai dengan PP Nomor 39 tahun 2023 pasal 68 ayat 1.
“Jadi bukan asal-asalan saja menentukan harga tanah dan tata cara ganti kerugian lahan masyarakat.” Tandasnya. (11/7)
BanuaMinang.co.id memperoleh contoh surat yang ditandatangani oleh masyarakat pemilik lahan. Dari surat berita acara perjanjian kesepakatan harga diatas, ada hal yang aneh yaitu tidak adanya harga yang disepakati berapa jumlah nominalnya.
Sementara dilampiran harga tidak ada tanda tangan masyarakat. Ini sangat rentan terjadi manipulasi harga. Masyarakat yang sudah tanda tangan, saat ditanya langsung oleh BanuaMinang.co.id mengatakan tidak ada pertinggal di mereka, aneh sekali kok tidak ada pertinggal untuk mereka yang tanda tangan.
Salah seorang masyarakat yang sudah tandatangan perjanjian tanah mengatakan kepada BanuaMinang.co.id harga jual tanah ladangnya hanya Rp.30.000 permeter. Harga ini katanya sudah didudukan oleh Ninik Mamak tertentu dan Wali Nagari serta Jorong, buktinya mereka juga ikut tandatangan.
“Kami takut nanti dituduh menghalangi pembangunan dan melawan pada Ninik Mamak itu kalau tidak tanda tangan,” ujarnya lirih.
Padahal tidak jauh dari lokasi proyek geothermal Bonjol juga ada pembebasan lahan untuk proyek PLTA dan harga yang diberikan ke masyarakat sebesar Rp.182.500 rupiah untuk tanah ladang. Sangat jauh perbedaan harganya.
Ada juga masyarakat yang memberi informasi kepada BanuaMinang.co.id tentang tanahnya. Sawahnya ditepi jalan hitam 3 meter pertama harganya 190 ribu sesudah itu langsung turun harganya jadi 50 ribu rupiah. Padahal di bidang tanah yang sama.
Seorang tokoh masyarakat yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan pada BanuaMinang.co.id “Ini pasti ada permainan mafia pembebasan lahan. Masak harga turun naik gak jelas. Pantas diduga ada Pihak yang mencari keuntungan pribadi atas pembebasan tanah masyarakat itu.” Ungkapnya dengan rasa geram.
Untuk itu BanuaMinang.co.id dalam waktu dekat akan melakukan investigasi dan konfirmasi kepada pihak terkait terhadap permasalahan ini.
(Teddy)
Referensi berita sebelumnya: