Cakaran Terakhir Sang Macan
by: Bumiara
Apakah ini cakaran terakhir sang macan,
atau hanya isyarat sebelum ia jadi patung di tugu kenangan
Dulu mengaum dari rimba nurani,
kini terbata lirih ditelan protokol dan selfie.
Taringnya disimpan dalam brankas sejarah,
dipoles selayak medali tak lagi melawan,
tapi pajangan di lelang demokrasi,
Karena suara dijual seperti diskon bulan ini.
Prasasti perjuangan jadi batu nisan,
diratapi oleh kaum yang menjual nama Tuhan.
Lidah mereka lentur seperti bendera,
menari mengikuti arah angin dana.
Hahaha…
Politik… politik…
gerbong emas penuh tikus berdasi,
menyantap janji yang mereka tulis sendiri.
Di meja bundar, mereka minum darah rakyat,
lalu muntahkan kekuasaan ke dalam amplop
Kebenaran disobek jadi draft RUU,
Rapi dijahit oleh tangan tanpa malu.
Dan sang macan?
Mungkin masih hidup di pojok cermin,
menatap tajam ke kita:
“Apakah aku mati atau kalian yang terlalu nyaman jadi domba?”
—