Tilatang Kamang, Banuaminang.co.id — Terkait berita sebelumnya yang tayang di Banuaminang.co.id yaitunya tentang oknum ASN kantor camat Tilatang Kamang, yang menempati tanah milik dari Frismanto dimana belum lagi membayar sewa kepada Frismanto dari tahun 2020 hingga sekarang. Hingga terjadi pemagaran tanah tersebut yang semula dijadikan tempat atau warung sanjai dengan nama Sanjai Fajri Pasaman Saiyo.
Berdasarkan pengumuman yang terpasang di pagar tersebut, dinyatakan bahwa Frismanto telah memiliki kuasa hukum, yaitunya kepada Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH & Rekan.
Hari ini, Khamis (9/5) Banuaminang.co.id meminta keterangan kepada Riyan Permana Putra, melalui media WhatsApp.
Riyan menjelaskan dalam kasus ini, pemegang hak atas tanah yang sah sering kali merasa risau ketika tanahnya digunakan atau dikuasai pihak lain.
Sudah diberi tahu secara baik dan sudah dilakukan musyawarah namun si pemakai tanah tersebut juga tetap tidak mau keluar atau tetap saja menguasai tanah yang bukan miliknya, sedangkan jatuh tempo sewa sudah habis, ungkap Riyan.
Apalagi dalam hukum seseorang yang tetap menguasai tanah tanpa memiliki surat-surat tanah yang otentik atau dalam bentuk apapun, yang padahal di atas tanah tersebut ada pemilik yang sah, dalam hal seperti ini pihak yang menguasai atau yang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, telah melanggar Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya.
Meskipun peraturan perundang-undangan ini berada di luar kodifikasi KUHP, namun biasanya Peraturan ini digolongkan sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang populer terkait dengan tindak pidana aset tanah dan bangunan, lanjutnya.
Masyarakat umum menyebutnya sebagai pasal “Penyerobotan Tanah”. adapun bunyi Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya adalah “Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah,” terang Riyan.
Kemudian menurut Riyan, hal tersebut juga melanggar pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya yang menyebutkan sebagai berikut;
- Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal-pasal 3, 4 dan 5, maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);
- Barang siapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat (1);
- Barang siapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah didalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;
- Barang siapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini;
- Barang siapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini.
Ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian yang diadakan oleh Menteri Agraria dan Penguasa Daerah sebagai yang dimaksud dalam pasal-pasal 3 dan 5 dapat memuat ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) terhadap siapa yang melanggar atau tidak memenuhinya.
“Tindak pidana tersebut dalam pasal ini adalah pelanggaran,” tutup Riyan Permana Putra yang juga ketua PPKHI kota Bukittinggi dan Agam.
Untuk keberimbangan pemberitaan, Banuaminang.co.id belum meminta konfirmasi dan keterangan kepada H ataupun pengacara atau kuasa hukumnya.
(iing chaiang)
Referensi berita terkait :