Rimbo Panti: Ketika Surga Air Panas Itu Mulai Terlupa

Rimbo Panti: Ketika Surga Air Panas Itu Mulai Terlupa

 

Penulis: Zahara Nurul Fatdira

(Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Andalas)

 

Di antara rimbunnya hutan tropis di Kabupaten Pasaman Timur, berdiri sebuah tempat yang dulu menjadi kebanggaan masyarakat: Wisata Air Panas Rimbo Panti. Pada masa jayanya, kawasan ini tak pernah sepi dari pengunjung. Suara tawa anak-anak yang bermain air berpadu dengan aroma belerang yang khas, menciptakan suasana hangat penuh kehidupan. Kini, semua itu tinggal kenangan. Keheningan menyelimuti kawasan yang dulu ramai, seolah alam tengah menarik napas panjang setelah lama ditinggalkan.

 

Rimbo Panti bukan sekadar tempat wisata, melainkan bagian dari sejarah panjang Pasaman Timur. Terletak di kaki Bukit Barisan, sekitar 20 kilometer dari Lubuk Sikaping, kawasan ini sudah dikenal sejak masa kolonial Belanda. Air panas yang memancar dari perut bumi dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kulit dan rematik. Bagi masyarakat sekitar, Rimbo Panti adalah tempat berobat alami sekaligus tempat melepas lelah dan menenangkan diri di tengah kesejukan hutan tropis.

 

Pada dekade 1980-an hingga awal 2000-an, nama Rimbo Panti begitu dikenal di Sumatera Barat. Setiap akhir pekan atau musim libur, orang datang berbondong-bondong. Ada yang datang bersama keluarga untuk mandi air panas, ada pula yang sekadar menikmati pemandangan hijau yang membentang luas. Pemerintah daerah kala itu mengelola kawasan ini dengan cukup baik. Kolam pemandian bersih, pondok-pondok istirahat tertata, dan pedagang lokal ramai menjajakan makanan. Rimbo Panti menjadi simbol harmoni antara manusia dan alam.

 

Namun waktu berjalan. Perhatian manusia perlahan berpindah. Rimbo Panti mulai kehilangan sentuhan tangan-tangan yang dulu merawatnya. Fasilitas yang dahulu terpelihara kini rusak dimakan usia. Kolam air panas menjadi keruh, jalan menuju lokasi ditumbuhi semak, dan pondok-pondok kayu mulai lapuk. Kini hanya suara burung dan gemericik air yang masih setia menyapa pengunjung yang datang sesekali. Banyak dari mereka yang pulang dengan perasaan sendu, karena tempat indah yang mereka kenal di masa kecil kini tampak asing dan sunyi.

 

Meski begitu, potensi Rimbo Panti belum hilang. Sumber air panasnya masih mengalir deras, dan keindahan alam di sekitarnya tetap memukau. Udara sejuk, pepohonan tinggi, serta pemandangan perbukitan menjadikan kawasan ini tetap memiliki nilai wisata besar. Sayangnya, tanpa perhatian serius, semua itu bisa berubah menjadi sekadar cerita masa lalu. Padahal, dengan sedikit perbaikan, promosi yang tepat, dan keterlibatan masyarakat lokal, Rimbo Panti bisa kembali menjadi destinasi unggulan Pasaman Timur, bahkan menjadi wisata alam, edukasi, dan riset geotermal yang berkelanjutan.

 

Kini, Rimbo Panti berdiri dalam diam, menjadi saksi bisu perubahan zaman dan sikap manusia terhadap alamnya sendiri. Tempat ini bukan hanya tentang air panas yang menyembur dari bumi, melainkan juga tentang kenangan yang menguap bersama uap belerang. Tentang tawa masa lalu, tentang kebanggaan yang pudar, dan tentang harapan agar suatu hari nanti, seseorang akan datang kembali untuk menghidupkannya.

 

Rimbo Panti menunggu bukan dengan marah, tetapi dengan kesabaran alam yang tak lekang waktu. Ia menunggu agar manusia kembali menengoknya, bukan sekadar untuk mandi air panas, tetapi untuk mengingat bahwa di sanalah dulu pernah ada surga kecil di jantung Pasaman Timur.