Pembacaan Pledoi Oleh Penasehat Hukum 4 Terdakwa dari Palupuh, Terkait Pemukulan Desember Tahun Lalu

Bukittinggi483 Dilihat

Bukittinggi, Banuaminang.co.id Sidang hari ini (Selasa, 27/8) di Pengadilan Negeri Bukittinggi, terkait pemukulan M di Paninggiran Bawah Nagari Nan Limo Kecamatan Palupuh pada tanggal 20 Desember 2023, oleh ke empat terdakwa Mel, Ad, Lis dan abd. Adalah pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh penasehat hukum para terdakwa.

 

Dimana pada sidang sebelumnya yaitu pada hari Selasa (20/8), jaksa penuntut umum, menuntut terdakwa dengan tuntutan hukum 1 tahun dan 6 bulan penjara.

 

Endriadi. MR,SH selaku penasehat hukum terdakwa didampingi oleh rekannya Romi Arianto. SH, menyatakan, apakah lamanya hukuman penjara ini sudah sesuai dengan keyakinan, hati nurani dan rasa keadilan jaksa penuntut umum!

 

“Kami memiliki keyakinan penuh pada senioritas, Loyalitas dan integritas Majelis Hakim yang kami yakini, dalam memeriksa perkara ini, telah bertindak dengan teliti dan bijaksana, sejak dari awal mula pemeriksaan perkara, hingga saat pembacaan Nota Pembelaan ini.” Lanjut Endriadi selaku LBH Wira Ksatria.

 

Bahwa Majelis Hakim dalam memutus perkara haruslah berdasarkan kekutan 2 alat bukti yang sah dan kualitas alat bukti tersebut harus diuji didepan persidangan bukan hanya berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan ditingkat Penyidikan.

 

Bahwa kami sangat meyakini dan kami percaya, Majelis Hakim Yang Mulia akan dapat memberikan putusan yang adil, sesuai dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Lanjutnya sebelum membaca fakta persidangan.

 

Bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah mengatur secara jelas dan tegas bahwa yang menjadi dasar atau pedoman penilaian bagi Majelis hakim terhadap suatu perkara yang diajukan oleh penuntut umum kepadanya, bukanlah fakta-fakta yang terungkap didalam pemeriksaan tingkat penyidikan sebagaimana diuraikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di tingkat penyidikan, karena fakta-fakta yang demikian hanya berlaku sebagai pintu gerbang dan pemeriksaan sementara (voor onderzoek), namun seharusnya Majelis Hakim berpijak pada fakta-fakta yang terungkap di muka persidangan pengadilan (gerechtelijk onderzoek).

 

Berikut lebih lanjut pembacaan nota pembelaan dari penasehat hukum para terdakwa dalam perkara pidana nomor 55/Pid.B/2024/PN.BKT.

 

Adapun fakta-fakta berdasarkan keterangan saksi, bukti surat dan keterangan terdakwa di dalam persidangan adalah sebagai berikut:

 

1. Mengenai Dakwaan Penuntut umum

Bahwa penuntut umum mendakwa para terdakwa dengan dakwaan subsideritas yaitu Primer Pasal 170 ayat 1 KUHPidana dan subsider Pasal 351 ayat 1 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.

Bahwa Penempatan Pasal 170 di dalam BAB V Penyertaan dalam Tindak Pidana sebagai delik ‘Kejahatan terhadap Ketertiban Umum’ dimaknai sebagai perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat dari segala bentuk gangguan ketertiban, bukan untuk melindungi kepentingan individu. Pasal 170 KUHP dapat dikenakan jika ada tindak kejahatan yang mengganggu ketertiban umum dan terbukti benar-benar mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat luas dengan tujuan pelaku adalah membuat kekacauan ditengah masyarakat. Contoh kasus Pasal 170 KUHP adalah melakukan penghasutan di muka umum dengan membakar fasilitas umum, sehingga menimbulkan kekacauan.

 

2. Mengenai Keterangan Saksi

Bahwa seluruh saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum baik saksi fakta maupun saksi verbalisan dari penyidik kepolisian dan saksi Ad chard (saksi meringankan) dalam persidangan telah memberikan keterangan didepan persidangan dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan dan membenarkan adanya tindakan kekerasan secara bersama-sama yang dilakukan oleh para terdakwa terhadap korban M pada hari Rabu tanggal 20 Desember 2023 jam 18.34 wib bertempat di halam toko RR di Bania Laweh Jorong Paninggiran Bawah, Nagari Nan Limo Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam.

 

Bahwa keterangan saksi diartikan sebagai orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan sendiri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP.

 

Bahwa keterangan saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum atau saksi yang meringankan berapapun banyaknya yang dihadirkan dipersidangan tetaplah dipandang sebagai satu alat bukti dan alat bukti tersebut harus didukung oleh alat bukti yang lain untuk menentukan seseorang atau beberapa orang bersalah.

 

3. Mengenai Bukti Surat

Bahwa jaksa penuntut umum untuk membuktikan dakwaannya menyampaikan bukti surat berupa Hasil Visum Et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Nomor :04/VER/ISBT/I/2023 tanggal 24 Januari 2024 yang ditanda tangani oleh AA.

 

Bahwa mengenai Visum et repertum Menurut Undang-undang 8 TAHUN 1981 tentang Kitab Undang –undang Hukum Acara Pidana Pasal 133 KUHAP :

Ayat 1 menyatakan “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”

Ayat 2 menyatakan “Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.”

 

Bahwa jelaslah dan terang lah Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana secara Formil mengharuskan bahwa seorang dokter yang melakukan Visum atau pemeriksaan terhadap korban tindak pidana harus berdasarkan permintaan tertulis dari Penyidik kepolisian.

 

Bahwa didalam perkara A quo berdasarkan keterangan korban M dan keterangan Dokter AA dibawah sumpah didepan persidangan pada pokoknya sebagai berikut :

 

  • Bahwa korban datang kerumah sakit Ibnu Sina Bukittinggi sendiri tanpa didampingi penyidik kepolisian pada tanggal 22 Desember 2023.
  • Bahwa Dokter AA sebagai dokter jaga melakukan pemeriksaan kepada korban sebagai Pasien biasa dan memberikan resep obat untuk Rawat Jalan.
  • Bahwa Penyidik kepolisian baru mengajukan permohonan untuk dilakukan visum pada tanggal 17 Januari 2024 terhadap orang yang bernama M karena diduga menjadi korban Tindak Pidana Penganiayaan.
  • Bahwa Dokter AA setelah adanya permintaan visum dari penyidik kepolisian Polresta Bukittinggi tidak ada melakukan pemeriksaan ulang terhadap Korban M dalam rangka untuk kepentingan Visum Et Repertum.
  • Bahwa surat Visum Nomor :04/VER/ISBT/I/2023 tanggal 24 Januari 2024 adalah menerangkan tentang pemeriksaan pasien biasa pada tanggal 22 Desember 2024 atas nama Pasien M.

 

Maka dari uraian diatas jelas dan teranglah bahwa surat Hasil Visum Et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi Nomor :04/VER/ISBT/I/2023 tanggal 24 Januari 2024 yang ditanda tangani oleh AA adalah Cacat Formil dan cacat hukum, maka kami mohon kepada yang mulia majelis hakim menyatakan surat tersebut batal demi hukum.

 

Bahwa dengan cacat hukum dan batal demi hukum surat Visum Et Repertum dalam perkara A quo maka yang menjadi alat bukti hanya keterangan saksi saja.

 

III. Analisa Yuridis

Bahwa dengan belum adanya bukti-bukti yang cukup dengan tingkat keterbuktian yang sangat kuat (beyond reasonable doubt) sebagaimana dimaksud Pasal 183 KUHAP, yaitu tentang adanya suatu perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dalam kaitannya dengan tindak pidana yang didakwakan jaksa penuntut umum maka menurut kami tidak ada satupun unsur pidana dalam dakwaan terpenuhi sehingga tidak perlu rasanya kami menguraikan lebih lanjut tentang unsur pidana dalam dakwaan jaksa penuntut umum tersebut.

 

Bahwa mengenai pengakuan para Terdakwa di pengadilan tetap harus didukung oleh alat bukti yang lain , mengenai Pengakuan terdakwa yang telah melakukan tindak pidana menurut pendapat Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Yahya harahap mengatakan bahwa penerapan pembuktian perkara pidana yang diatur dalam hukum acara pidana selamanya tetap diperlukan sekalipun terdakwa mengakui tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

 

Bahwa dalam perkara ini keterangan yang dapat menyempurnakan keterangan Saksi-saksi adalah bukti surat berupa surat Visum Et Repertum namun Surat visum itu dibuat tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

 

Bahwa dalam penegakan hukum pidana berlaku suatu asas exeptio format regulam, yang berarti ketika penegak hukum bingung dalam menafsirkan suatu fakta atau suatu ketentuan hukum, maka penegak hukum termasuk hakim dalam hal ini haruslah memilih penafsiran yang menguntungkan pihak Terdakwa.

 

Bahwa sesuai asas umum yang berlaku dalam hukum acara pidana, apabila terjadi suatu keraguan dalam menentukan putusan bagi Terdakwa, maka Majelis harus memilih suatu putusan yang menguntungkan posisi Terdakwa (asas in dubio pro reo).

 

Selanjutnya penentuan pilihan mengenai putusan yang menguntungkan tersebut tentunya bukan berdasarkan pada keyakinan dan pertimbangan subjektif belaka, melainkan harus melalui penyelidikan dan pengamatan terhadap alat-alat bukti di persidangan, yang menghasilkan kesimpulan secara objektif bahwa benar terdakwa tidak melakukan dan tidak ada hubungan dengan tindak pidana tersebut.

 

Bahwa didalam perkara A quo dengan tidak terpenuhinya 2 alat bukti untuk membuktikan dakwaanya dan dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan kesalahan yang didakwakan kepada para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. maka sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP sudah patut dan cukup beralasan bagi yang mulia Majelis Hakim untuk menyatakan Para Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Jaksa penuntut umum, serta membebaskan Para Terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan Penuntut Umum tersebut.

 

Bahwa dalam perkara ini terhadap Para Terdakwa telah dilakukan penahanan, dan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 191 ayat (3) dan Pasal 192 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, maka Para Terdakwa haruslah dibebaskan dari penahanan di Lembaga Pemasyarakatan seketika setelah putusan ini diucapkan.

 

Bahwa dengan dibebaskannya Para Terdakwa dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum maka maka Terdakwa berhak untuk mendapatkan rehabilitasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 92 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan KUHAP, yaitu memulihkan hak-hak Para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya.

 

Berdasarkan semua alasan diatas kami Penasihat Hukum Terdakwa memohon dengan segala hormat kepada Majelis Hakim Yang Mulia, yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, kiranya berkenan memutus yang amarnya sebagai berikut :

Primair :

1. Menerima Nota Pembelaan/Pledoi Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Para Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Primer dan Subsider Penuntut Umum;

3. Membebaskan Para Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan dakwaan Primer dan Subsider Penuntut Umum;

4. Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk membebaskan Para Terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan;

5. Memulihkan hak-hak Para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;

6. Membebankan Biaya Perkara Kepada Negara

 

Subsidair :

Apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Di akhir dari Nota Keberatan ini, kami sampaikan bahwa para pihak didalam perkara ini adalah orang-orang yang bertali darah dan hubungan perkawinan, maka perbaikilah Silaturrahmi yang telah rusak dan terputus tersebut karena Hubungan Perkawinan akan terputus cukup dengan satu kata Cerai namun hubungan tali darah tidak akan terputus dunia dan akhirat.

 

Selanjutnya perkenankanlah kami mengutip definisi keadilan tertua yang dirumuskan oleh para ahli hukum zaman romawi, yang menyatakan:

 

 “Keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya dia perdapat”.

 

Selanjutnya Prof. Mr. Wirjono Prodjodikoro, seorang ahli hukum berpesan sebagai berikut: “sebelum memutus perkara, supaya berwawancara dahulu dengan hati nuraninya”.

 

Menghukum dalam keraguan adalah dosa, “jika terjadi keragu-raguan apakah Terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi Terdakwa”. “IN DUBIO PRO REO”

 

Oleh karena itu, kami yakin dan percaya bahwa Hakim Yang Mulia akan menjatuhkan putusan yang adil dan benar berdasarkan fakta hukum dan keyakinannya dan Akhirnya, kami serahkan nasib dan masa depan terdakwa kepada Majelis Hakim Yang Mulia, karena hanya Hakimlah yang dapat menentukannya dengan bunyi ketukan palunya, mudah-mudahan ketukan palu tersebut memberikan rasa keadilan kepada Terdakwa dan keluarganya serta pertanggung jawaban yang benar demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

Demikianlah Nota Pembelaan atau Pledoi ini kami bacakan pada persidangan hari ini, atas perhatian dan pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia kami ucapkan terima kasih.

 

Itulah yang dibacakan dalam sidang di pengadilan Negeri Bukittinggi oleh Penasehat Hukum dari LBH Wira Ksatria yang beralamat di jl. Singa Harau, Balai Panjang, Kecamatan Payakumbuh Selatan Kota Payakumbuh Provinsi Sumbar.

 

Banuaminang.co.id menggunakan inisial terhadap nama-nama yang disebutkan dalam Pledoi ini.

 

(iing chaiang)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *