Negeri yang Memilih Berdiri

Negeri yang Memilih Berdiri

 

Di saat bencana datang beruntun dan emosi publik mudah digiring ke kepanikan, Presiden memilih bahasa yang berbeda: bahasa ketegasan. Pernyataan yang disampaikan bukan sekadar respons administratif, melainkan penegasan sikap negara—bahwa Indonesia tidak sedang mencari belas kasihan, tetapi sedang bekerja.

 

Desakan agar peristiwa ini segera ditetapkan sebagai bencana nasional memang terdengar empatik di permukaan. Namun pengalaman bangsa ini mengajarkan bahwa label besar sering kali membuka pintu yang lebih besar pula: pintu ketergantungan, pintu kepentingan, dan pintu tawar-menawar yang tidak selalu berpihak pada rakyat.

 

Presiden tampaknya memahami satu hal mendasar: tidak semua bantuan datang tanpa agenda. Di balik solidaritas internasional, kerap terselip kepentingan politik, ekonomi, bahkan pengaruh jangka panjang. Negara yang berdaulat harus mampu membedakan antara pertolongan dan penetrasi.

 

Indonesia bukan bangsa yang kekurangan kemampuan. Aparatur negara, relawan, TNI–Polri, dan masyarakat sipil telah berkali-kali membuktikan bahwa negeri ini mampu bangkit dengan kekuatan sendiri. Persoalan yang sering muncul bukanlah ketidakmampuan, melainkan kebocoran—ketika bencana berubah menjadi ladang bagi segelintir oknum.

 

Di sinilah pekerjaan rumah terbesar pemerintah setelah masa tanggap darurat berlalu. Publik menunggu bukan hanya perbaikan jalan dan bangunan, tetapi juga pembersihan moral. Mereka yang memanfaatkan penderitaan rakyat untuk keuntungan pribadi harus ditindak tegas, tanpa kompromi dan tanpa sandiwara.

 

Ketegasan Presiden tidak akan diuji oleh derasnya air atau runtuhnya bangunan, melainkan oleh keberanian menertibkan mereka yang bersembunyi di balik meja bantuan dan anggaran darurat.

 

Jika itu dilakukan, maka pernyataan hari ini tidak akan berhenti sebagai pidato. Ia akan menjadi penanda bahwa di tengah bencana, negara tidak hanya hadir, tetapi berdiri tegak.

 

Dan bangsa yang memilih berdiri, tidak mudah dipermainkan oleh siapa pun—baik dari luar, maupun dari dalam.


Penulis: Ardi Muktamar