Mandapek Samo Balabo, Kailangan Samo Rugi Filosofi Hidup Minangkabau dalam Semangat Kebersamaan
Oleh: Revy Trisma Wahyuni
Mahasiswa Universitas Andalas Jurusan Sastra Minangkabau
Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau yang sarat akan nilai adat dan filosofi, banyak ungkapan bijak yang menjadi panduan dalam menjalani hidup. Salah satunya adalah pepatah “Mandapek samo balabo, kailangan samo rugi.” Ungkapan ini menggambarkan semangat kolektivitas, gotong royong, dan keadilan sosial yang telah mengakar kuat dalam budaya Minangkabau sejak dahulu kala.
Pepatah “Mandapek samo balabo, kailangan samo rugi” secara harfiah berarti mendapat sama banyak, kehilangan sama rugi. Kalimat ini menyiratkan bahwa dalam suatu kelompok atau komunitas, setiap anggota memiliki kedudukan yang setara dalam hal menerima keuntungan maupun menanggung kerugian. Tidak boleh ada yang merasa paling diuntungkan, begitu juga tidak boleh ada yang ditinggalkan ketika terjadi musibah atau kerugian.
Filosofi ini bukan sekadar kata-kata manis, tetapi merupakan panduan hidup sehari-hari bagi masyarakat Minangkabau, terutama dalam konteks musyawarah, usaha bersama, serta kehidupan sosial dan ekonomi dalam nagari.
Masyarakat Minangkabau dikenal sebagai salah satu suku yang menjunjung tinggi sistem kekerabatan matrilineal, tetapi dalam praktik sosial, peran kolektif menjadi fondasi utama dalam membangun komunitas. Sejak zaman dahulu, masyarakat hidup dalam kelompok-kelompok suku dan kaum yang bekerja sama dalam banyak aspek kehidupan, seperti pertanian, peternakan, musyawarah adat, pembangunan rumah gadang, hingga acara kemasyarakatan seperti pernikahan dan kematian.
Dalam konteks inilah pepatah “mandapek samo balabo, kailangan samo rugi” menjadi sangat relevan. Prinsip ini menjamin bahwa kebersamaan bukan hanya indah dalam kata, tapi juga dijaga dalam tindakan. Jika satu orang dalam komunitas mendapat untung, keuntungan itu harus bisa memberi dampak positif pada kelompok. Sebaliknya, jika ada anggota yang mengalami kerugian, maka komunitas tidak tinggal diam, tapi turut menanggung beban bersama.
Contoh Penerapan dalam Kehidupan Sehari-Hari:
1. Pertanian dan Perladangan
Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, praktik (borongan) bertani secara bersama-sama masih dilestarikan. Misalnya, dalam sistem baralek gadang atau gotong royong di sawah, masyarakat bekerja sama menanam dan memanen padi. Bila hasil panen melimpah, semua yang terlibat mendapat bagian yang adil. Namun jika gagal panen terjadi karena hama atau cuaca, seluruh kelompok ikut menanggung beban, tidak hanya pemilik lahan saja. Ini adalah wujud nyata dari prinsip kailangan samo rugi.
2. Musyawarah dan Pengambilan Keputusan
Dalam setiap musyawarah adat, baik itu menentukan pimpinan suku, menyelesaikan konflik, atau mengambil keputusan penting bagi nagari, prinsip “mandapek samo balabo, kailangan samo rugi” dijadikan acuan. Semua pihak harus merasa didengar dan dilibatkan. Jika sebuah keputusan memberikan manfaat bagi sebagian orang saja, maka keputusan itu dianggap belum sah atau belum bijak. Sebaliknya, keputusan yang benar adalah yang menguntungkan semua atau yang membawa kerugian yang dapat dipikul bersama.
3. Sistem Timbal Balik (arisan)
Di Minangkabau ada Namanya system timbal balik contoh, ketika ada satu keluarga akan mengadakan sebuah acara batagak rumah, pernikahan, biasanya Masyarakat akan membuat acara yang di sebut manimbang tando dalam nagari atau mangolak. Sebelum itu akan di lakukan beberapa rangkaian acara seperti etongan, dan etongan niniak mamak untuk menentukan tanggal dan hari yang cocok. Pada hari acara Masyarakat datang tidak dengan tangan kosong, tetapi mereka membawa jinjingan. Jinjingan mereka biasanya berupa bahan dapur atau bahan pokok seperti beras, kelapa, minyak goreng, gula, kopi, teh, atau bumbu-bumbu. Sumbangan ini sangat fungsional dan langsung mengurangi pos pengeluaran besar keluarga tuan rumah untuk kebutuhan konsumsi selama persiapan dan pelaksanaan pesta.
Sumbangan dalam bentuk “jinjingan” atau “baban” ini menunjukkan bahwa partisipasi dalam Mangolak adalah investasi sosial. Ketika satu keluarga mengadakan acara Mangolak, mereka menerima dukungan materi dari kerabat dan tetangga. Sebagai gantinya, ketika keluarga lain mengadakan hajatan serupa, mereka akan memberikan dukungan yang sama. Ini menciptakan sebuah siklus saling bantu yang sangat efektif dalam masyarakat tradisional, memperkuat ikatan kekeluargaan dan persaudaraan.
Pepatah ini memuat banyak nilai penting yang patut direnungkan dan diaplikasikan dalam kehidupan modern, beberapa di antaranya:
1. Keadilan: Semua pihak harus mendapat bagian yang adil, baik dalam untung maupun rugi.
2. Solidaritas: Kebersamaan dalam menanggung beban menciptakan ikatan sosial yang kuat.
3. Musyawarah: Setiap keputusan hendaknya didasarkan pada kesepakatan bersama, bukan dominasi satu pihak.
4. Tanggung jawab kolektif: Masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang mau memikul tanggung jawab bersama, bukan melemparkan kesalahan ke pihak lain.
Meski zaman telah berubah dan modernisasi masuk ke berbagai aspek kehidupan, nilai-nilai yang terkandung dalam pepatah ini tetap relevan. Dunia hari ini menghadapi berbagai tantangan seperti ketimpangan sosial, krisis lingkungan, hingga konflik antar kelompok. Dalam kondisi seperti ini, filosofi “mandapek samo balabo, kailangan samo rugi” menawarkan jalan tengah: membangun kehidupan yang adil dan seimbang melalui kerja sama dan kepekaan sosial.
Pepatah “mandapek samo balabo, kailangan samo rugi” bukan hanya sebatas warisan lisan dari nenek moyang Minangkabau, melainkan sebuah filosofi hidup yang mengajarkan tentang arti kebersamaan sejati. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memberikan fondasi bagi terciptanya masyarakat yang adil, beradab, dan penuh solidaritas.
Di tengah dunia yang semakin individualistik, ajaran ini menjadi pengingat bahwa manusia sejatinya tidak bisa hidup sendiri. Setiap keuntungan yang kita peroleh harus memberi manfaat pada sesama, dan setiap beban yang ada harus kita pikul bersama. Hanya dengan begitu, masyarakat yang harmonis dan berkeadilan dapat terwujud.