Majelis Syuro XIV Pemuda Muslimin Indonesia, Saatnya Gerakan Pemuda Kembali ke Jalan Perjuangan

Oleh: Ardinal Bandaro Putiah

Bogor akan menjadi saksi momentum penting dalam perjalanan gerakan pemuda Islam Indonesia. Majelis Syuro XIV Pemuda Muslimin Indonesia yang digelar 8–12 Desember 2025 bukan sekadar pertemuan organisasi. Ia adalah ujian ideologis, refleksi sejarah, dan yang paling penting, pernyataan posisi politik dan sosial organisasi pemuda Islam tertua di republik ini terhadap nasib bangsa dan umat.

Tema besar kegiatan, “Sinergi dan Kontribusi Pemuda Muslimin Indonesia dalam Mewujudkan Asta Cita”, mengandung pesan mendalam bahwa organisasi ini tidak boleh berdiri sebagai struktur administratif tanpa arah, melainkan sebagai barisan pejuang yang terikat oleh tujuan ideologis. Di tengah derasnya arus neoliberal, komersialisasi pendidikan, ketimpangan ekonomi, penetrasi budaya asing digital, serta dominasi oligarki dalam politik nasional, majelis ini hadir pada saat yang tepat untuk menagih peran historis pemuda Muslim.

Sejarah tidak pernah memberikan panggung bagi mereka yang ragu dan pasif. Perubahan hanya datang melalui organisasi yang tahu apa yang diperjuangkan dan berani memperjuangkannya. Majelis Syuro XIV menjadi momen untuk menegaskan kembali arah itu.

Asta Cita, Kompas Perjuangan, Bukan Dekorasi Organisasi

Asta Cita (delapan tujuan perjuangan Pemuda Muslimin Indonesi) sering dikutip tetapi belum sepenuhnya dijalankan sebagai ideologi gerakan. Di banyak aktivitas organisasi, slogan-slogan ideologis menghiasi baliho dan pidato, tetapi belum diterjemahkan ke dalam program yang menyentuh inti persoalan umat.

Asta Cita menuntut gerakan yang sistematis:

1. Gerakan ekonomi rakyat, bukan ekonomi konsumtif
2. Gerakan pendidikan pembebasan, bukan seremoni transfer ilmu
3. Gerakan politik berlandaskan etika, bukan ambisi personal
4. Gerakan pembelaan kaum tertindas, bukan pencitraan sosial
5. Gerakan kebudayaan Islam progresif, bukan nostalgia simbolik

Sementara realitas bangsa menunjukkan persoalan yang jauh dari nilai keadilan sosial. Kemajuan tata kota tidak menghapus jurang kesenjangan. Gedung-gedung pendidikan menjulang, tetapi akses pendidikan berkualitas tetap berwajah kelas. Demokrasi pemilu berlangsung setiap lima tahun, namun posisi politik rakyat kecil tetap tidak berubah.

Asta Cita hadir untuk menjawab itu, jika organisasi benar-benar menempatkannya sebagai pedoman konseptual dan operasional, bukan sekadar identitas simbolik.

Pemuda dan Tugas Sejarah, Dari Retorika ke Gerakan Nyata

Setiap generasi pemuda memiliki tugas sejarah. Generasi Sarekat Islam memikul agenda pembebasan dari kolonialisme fisik. Generasi pasca-proklamasi membangun fondasi kebangsaan. Lalu, apa tugas generasi hari ini?

Jawabannya tegas yaitu melawan kolonialisme baru dalam bentuk eksploitasi ekonomi, dominasi budaya, dan hegemoni politik oligarki.

Indonesia hari ini belum benar-benar merdeka dalam makna sosial-ekonomi:

•60% aset nasional dikuasai segelintir elite

•Petani tidak berdaulat atas benihnya sendiri

•Buruh bekerja tanpa kepastian masa depan

•Pendidikan dan kesehatan tersubordinasi oleh logika pasar

•Informasi publik dikuasai kepentingan korporasi media

Pemuda Muslimin Indonesia tidak boleh memandang ini sebagai statistik semata. Ia adalah panggilan perjuangan. Gerakan pemuda hanya bermakna ketika menghadirkan pembelaan terhadap rakyat, bukan sekadar memperbanyak kegiatan organisasi.

Sinergi dan Kontribusi, Dua Kata yang Menentukan Arah Organisasi

Tema Majelis Syuro XIV menyebut dua kata kunci yaitu sinergi dan kontribusi. Ini bukan bahasa teknokratis, ini adalah kritik terhadap pola gerakan organisasi selama bertahun-tahun.

Kita memiliki cabang di banyak daerah, kader di berbagai bidang, serta jejaring yang luas. Tetapi apakah potensi itu telah bekerja sebagai kekuatan kolektif? Ataukah kita masih bergerak secara parsial dan sporadis?

Organisasi besar tak berarti apa-apa bila tidak bekerja seperti jaringan perjuangan. Majelis Syuro XIV harus memastikan bahwa organisasi berhenti berjalan sebagai individu-individu yang sibuk, dan mulai bekerja sebagai barisan yang bersatu.

Sinergi bukan berarti berhimpun tanpa agenda, kontribusi bukan berarti kegiatan sesaat. Sinergi hanya bermakna jika kontribusi yang diberikan mengarah pada pencapaian Asta Cita.

Kaderisasi Ideologis, Masa Depan atau Kehancuran Gerakan

Banyak organisasi pemuda runtuh bukan karena kekurangan anggota, tetapi karena kekurangan kader ideologis. Mereka memiliki massa, tetapi tidak memiliki arah. Mereka besar dalam acara, tetapi tidak berpengaruh dalam realitas sosial.

Pemuda Muslimin Indonesia harus belajar dari kesalahan banyak gerakan lain:

•Gerakan yang meriah namun tanpa pondasi ideologi
•Aktivisme seremonial yang tidak mengubah keadaan
•Kaderisasi yang berbasis seleksi loyalitas personal, bukan kualitas kader

Kaderisasi ideologis menjadi nadi perubahan. Hakikat kaderisasi bukan hanya pelatihan, modul, dan sertifikat, melainkan:

1. Membangun kesadaran sejarah dan kesadaran kelas
2. Menumbuhkan karakter moral perjuangan
3. Melahirkan kader turun lapangan, bukan hanya jago wacana

Instruktur, sekolah kader, pusat kajian, dan media digital harus menjadi tulang punggung gerakan, bukan pelengkap program.

Agenda Besar Perjuangan Nasional 2025–2030

Majelis Syuro XIV memikul tanggung jawab untuk memperjelas arah 5 tahun ke depan. Resolusi organisasi harus berwujud agenda besar perjuangan, yang dapat diterjemahkan secara operasional oleh seluruh wilayah dan cabang:

1. Ekonomi Umat
•Koperasi kader nasional berbasis digital
•Program UMKM kader & pemberdayaan ekonomi keluarga

2. Pendidikan & Kaderisasi
•Kurikulum ideologi Pemuda Muslimin Indonesia
•Sekolah pemikiran dan pusat kajian digital

3. Gerakan Sosial & Advokasi
•Pendampingan masyarakat miskin, buruh, petani, dan pelajar
•Posko advokasi hukum untuk kaum lemah

4. Gerakan Politik Beretika
•Partisipasi politik tanpa pragmatisme
•Pendidikan etika politik untuk pemuda

5. Gerakan Kebudayaan
•Konten digital, film, musik, literasi, budaya Islam

6. Lingkungan & Ketahanan Pangan
•Kampanye kedaulatan pangan dan energi hijau

Gerakan nasional menjadi tidak bermakna bila tidak terdengar di akar rumput. Karena itu agenda perjuangan harus bersifat desentralistik, tetapi memiliki arah ideologis tunggal.

Pemuda Muslimin Indonesia Harus Layak Menang

Perjuangan tidak dapat diwarisi. Hanya dapat dilanjutkan.

Kemuliaan organisasi tidak ditentukan oleh lamanya berdiri, tetapi sejauh mana ia memperjuangkan keadaan rakyat. Pemuda Muslimin Indonesia harus memilih: menjadi penonton perubahan atau menjadi penggerak perubahan. Menjadi organisasi struktural atau organisasi perjuangan. Menjadi penyambung lidah kekuasaan atau pembela umat hingga titik akhir.

Majelis Syuro XIV bukan hanya agenda, ia adalah panggilan sejarah. Dan sejarah akan mengingat apakah kita menjawabnya atau membiarkannya berlalu. Indonesia tidak kekurangan pemuda cerdas. Yang kurang adalah pemuda yang berani memperjuangkan kebenaran tanpa pamrih.
Karena itu, jika Pemuda Muslimin Indonesia ingin menang, maka satu prinsip harus menjadi pegangan:

Tidak ada kemenangan tanpa perjuangan.
Dan tidak ada perjuangan yang sejati tanpa ideologi.