Dari Derap Kuda ke Denyut Tradisi: Pacu Kuda Pabasko 2025 Satukan Anak Nagari

Padang panjang85 Dilihat

Padang Panjang, BanuaMinang.co.idGemuruh sorak-sorai ribuan penonton memecah langit sore di Gelanggang Pacuan Kuda Bancalaweh, Ahad (26/10/2025).

 

Panas matahari yang mulai condong tak menyurutkan semangat masyarakat untuk menyaksikan babak penutup di kelas bergengsi Derby Divisi I – 1.400 meter ajang pamungkas dari Pacu Kuda Gubernur Cup III Alek Anak Nagari Padang Panjang, Batipuah, dan X Koto (Pabasko) yang berlangsung meriah dan penuh makna budaya.

 

Sejak pagi, gelanggang legendaris yang pernah menjadi latar kisah cinta Zainudin dan Hayati dalam novel dan film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” itu telah dipadati pengunjung dari berbagai daerah. Anak-anak berlari di antara lapak pedagang, aroma makanan menggoda dari tenda UMKM, teriakan penonton menggema saat kuda berpacu di lintasan.

 

Sorak-sorai penonton kembali menggema di udara ketika kuda Sir Orbit, milik Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmantias, melesat melewati garis finis. Di bawah terik sore yang menyala, kuda berstamina luar biasa itu menutup perhelatan dengan kemenangan gemilang di kelas bergengsi Derby Divisi I – 1.400 meter.

 

Sir Orbit — hasil kawin silang dari indukan Toureq dan Puti Koto — tampil penuh tenaga sejak lepas dari gerbang start. Di atas pelana, sang joki mengendalikan laju sang kuda dengan presisi, membuat ribuan pasang mata terpaku pada setiap derap langkah yang memecah tanah Bancalaweh.

 

Suasana menjadi klimaks: masyarakat bersorak, panitia bertepuk tangan, dan sorak sorai menggema dari setiap sudut arena.

 

Kemenangan itu menjadi penutup manis bagi helat besar Pacu Kuda Alek Anak Nagari Pabasko, yang sejak pagi telah menjadi pusat perhatian masyarakat dari berbagai penjuru Sumatera Barat.

 

Suasana itu seolah membawa Padang Panjang kembali ke masa keemasan “alek pacu kudo” — sebuah tradisi yang telah menjadi denyut nadi kebersamaan masyarakat Pabasko.

 

Wali Kota Padang Panjang, Hendri Arnis, hadir bersama Wakil Wali Kota Allex Saputrra, Niniak Mamak dan tokoh masyarakat. Ia tampak menyatu dalam suasana adat yang kental dan penuh kebanggaan.

 

“Alek pacu kudo bukan hanya sekadar perlombaan, tapi cerminan dari semangat kebersamaan, kekompakan, dan kecintaan kita terhadap budaya,” ujarnya penuh semangat.

 

Ia menegaskan, penyelenggaraan Pacu Kuda Pabasko membawa multiplier effect besar bagi masyarakat.

 

“Dengan adanya kegiatan seperti ini, kami berharap ekonomi masyarakat menggeliat. Peternak kuda kita mendapat ruang untuk berkembang, UMKM tumbuh, dan para pedagang kecil ikut merasakan manfaatnya. Inilah bukti bahwa tradisi bisa menjadi sumber kekuatan ekonomi daerah,” ungkap Hendri.

 

Selain itu, lanjutnya, kegiatan ini menjadi ajang pembibitan dan peningkatan kualitas kuda pacu di Sumatera Barat.

 

“Kita ingin Pabasko menjadi barometer pacu kuda Sumatera Barat, bahkan Indonesia. Dari gelanggang ini, akan lahir kuda-kuda terbaik yang mampu bersaing di tingkat nasional,” tambahnya optimistis.

 

Wako juga menyampaikan apresiasi mendalam kepada seluruh panitia, ninik mamak, dan masyarakat yang telah bekerja keras menyukseskan kegiatan ini.

 

“Terima kasih kepada panitia yang sudah pontang-panting dari awal hingga akhir. Kepada para niniak mamak yang selalu menjaga nilai adat dan budaya, kami sangat berterima kasih. Alek ini hiburan rakyat sekaligus ruang silaturahmi untuk anak kemenakan kita semua,” ujarnya disambut tepuk tangan meriah penonton.

 

Tak lupa, Hendri juga menyoroti kekompakan nagari-nagari di wilayah Pabasko yang dinilainya luar biasa.

 

“Meski secara administratif berbeda wilayah, tapi masyarakat Pabasko kompak dan satu hati. Ini kekuatan sosial yang harus terus kita rawat. Dari kekompakan seperti inilah lahir kegiatan sebesar ini,” tuturnya.

 

Di sela riuhnya penonton, Iqbal (35), warga Batipuah, Kabupaten Tanah Datar mengaku senang bisa menyaksikan pacu kuda tahun ini.

 

“Sudah lama kami menunggu alek sebesar ini. Ramai sekali, apalagi bisa lihat kuda-kuda hebat dari berbagai daerah. Dagangan saya juga laris hari ini,” katanya sambil tersenyum, menunjukkan betapa kegiatan ini memberi dampak langsung pada ekonomi masyarakat kecil.

 

Sementara itu, Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmantias, tak mampu menahan rasa bangganya atas kemenangan kuda miliknya.

 

“Sir Orbit tampil luar biasa hari ini. Namun yang lebih penting, saya merasa bangga melihat semangat dan kekompakan masyarakat Pabasko dalam melestarikan tradisi pacu kuda ini,” ujarnya.

 

Race terakhir sore itu menjadi klimaks. Kuda-kuda terbaik berpacu kencang di lintasan, membelah sorakan penonton yang berdiri di pinggir arena. Debu berterbangan, semangat membara, sebuah simbol bahwa tradisi pacu kuda tidak pernah mati, hanya menunggu waktu untuk terus bersinar.

 

Ketika matahari perlahan tenggelam di balik Bukit Tui, sorak kemenangan terdengar di seluruh penjuru gelanggang. Masyarakat saling bersalaman, tertawa, dan bernostalgia, tanda bahwa alek pacu kuda Pabasko bukan sekadar ajang olahraga, tetapi juga pesta rakyat, perekat silaturahmi, dan peneguh identitas budaya Minangkabau.

 

Sebagaimana diungkapkan Wako Hendri di akhir acara, “Selama kita menjaga tradisi dan kebersamaan ini, maka Padang Panjang akan selalu hidup — tidak hanya sebagai kota pendidikan, tapi juga sebagai kota budaya dan persaudaraan.”

 

Pacu kuda boleh usai, tapi gema kebanggaan dan semangat anak nagari Pabasko akan terus bergaung, menandai suksesnya sebuah alek besar yang menyatukan hati dan menghidupkan kembali legenda gelanggang Bancalaweh. (RIFKI MAHENDRA – KOMINFO )