ANALISIS KRITIK SASTRA MENURUT RAHMAT DJOKO PRADOPO PADA LAGU RAYOLA “SALAHNYO UDA” 

ANALISIS KRITIK SASTRA MENURUT RAHMAT DJOKO PRADOPO PADA LAGU RAYOLA “SALAHNYO UDA” 

 

Alasan Pemilihan Lagu “Salahnyo Uda” untuk Analisis Kritik Sastra (Pendekatan Pradopo).

 

Lagu “Salahnyo Uda” karya Rayola dipilih karena memiliki nilai sastra yang kuat, baik dari segi bahasa, isi, maupun makna yang mencerminkan kehidupan sosial dan emosional masyarakat Minangkabau. Lagu ini tidak hanya mengandung unsur hiburan, tetapi juga mengungkap konflik batin, penyesalan, dan moralitas cinta, yang merupakan aspek-aspek penting dalam kajian sastra menurut pendekatan Rachmat Djoko Pradopo.

 

Pendekatan kritik sastra menurut Pradopo menekankan analisis menyeluruh terhadap karya sastra baik dari unsur intrinsik (tema, alur, tokoh, gaya bahasa, amanat) maupun unsur ekstrinsik (konteks sosial, budaya, psikologis, dan nilai moral). Lagu “Salahnyo Uda” sangat relevan karena liriknya kaya akan gaya bahasa kiasan dan ungkapan emosional, serta mencerminkan realitas sosial masyarakat Minangkabau yang sarat nilai adat dan norma hubungan antarindividu.

 

Lirik lagu “Salahnyo Uda” merupakan karya yang berakar dari budaya Minangkabau, yang menggambarkan penyesalan seseorang karena kehilangan cinta sejati akibat kesalahan masa lalu. Melalui penggunaan bahasa Minangkabau yang puitis dan emosional, lagu ini mengandung makna yang dalam tentang cinta, kesetiaan, dan penyesalan. Sebagai bentuk karya sastra lisan modern, lagu ini dapat dikaji melalui pandangan kritik sastra Rachmat Djoko Pradopo, yang menekankan pentingnya pendekatan ilmiah, objektif, dan estetik dalam menilai karya sastra.

 

Analisis dan Penilaian Karya

 

1. Unsur Estetika dan Gaya Bahasa

Lirik ini memiliki nilai estetika yang tinggi karena menggunakan bahasa Minangkabau dengan nuansa emosional dan simbolik. Penggunaan kata-kata seperti “jikok takuik tabaka, manga bamain api” (jika takut terbakar, mengapa bermain api) memperlihatkan metafora yang indah dan kuat. Api di sini melambangkan cinta dan risiko sebuah simbol universal dalam karya sastra.

 

Gaya bahasanya sederhana namun penuh irama dan perasaan. Repetisi (pengulangan) pada bagian “Kini uda datang mambaok panyasalan” memperkuat nada penyesalan dan penekanan emosional. Dalam pandangan Djoko Pradopo, aspek ini menunjukkan keindahan ekspresif, di mana bentuk dan isi saling menguatkan untuk menghasilkan keutuhan estetika.

 

Selain itu, lirik ini menunjukkan ciri khas sastra lisan Minangkabau: berirama, penuh pepatah kias, dan emosional. Hal ini menunjukkan keterikatan dengan tradisi lisan yang mengutamakan rasa dan keindahan bunyi salah satu unsur yang sangat dihargai oleh Djoko Pradopo dalam penilaian estetika sastra.

 

2. Nilai Moral dan Kemanusiaan

Secara tematik, lagu ini mengangkat penyesalan seseorang yang telah menelantarkan cinta sejati. Tokoh “uda” (lelaki Minang) dalam lirik menggambarkan seseorang yang baru menyadari kesalahannya setelah kehilangan kekasih yang kini telah dimiliki orang lain. Nilai moral yang terkandung ialah pentingnya menghargai cinta yang tulus sebelum terlambat, serta kesadaran bahwa kesalahan dalam hubungan harus disadari dan dipertanggungjawabkan.

 

Menurut Djoko Pradopo, karya sastra yang baik harus menyentuh nilai kemanusiaan universal. Dalam lirik ini, tema penyesalan, cinta, dan kehilangan merupakan pengalaman batin yang universal dapat dirasakan oleh siapa pun, di mana pun. Pesan moralnya bersifat reflektif: bahwa cinta yang suci tidak akan bisa kembali jika telah disia-siakan.

 

3. Fungsi Sosial dan Emosional

Lirik lagu ini berfungsi sebagai cermin kehidupan sosial masyarakat Minangkabau yang sarat nilai-nilai perasaan, kesetiaan, dan tanggung jawab. Dalam budaya Minangkabau yang menjunjung tinggi adat dan kehormatan, cinta bukan sekadar urusan pribadi, tetapi juga bagian dari martabat keluarga. Maka penyesalan dalam lagu ini memiliki dimensi sosial: bukan hanya kehilangan seseorang, tetapi juga kehilangan kehormatan dan kesempatan memperbaiki diri.

 

Rachmat Djoko Pradopo menekankan bahwa karya sastra berfungsi untuk mendidik dan menyadarkan manusia akan nilai-nilai kehidupan. Lirik “Jikok Takuik Tabaka” berhasil menjalankan fungsi itu mengajak pendengar merenung bahwa setiap keputusan emosional membawa akibat moral yang tidak bisa dihapuskan.

 

Penulis: Annisa Putri Mahasiswa di FIB Unand