AGAM KITA DAN PILKADA 2024

Oleh : Ardinal Bandaro Putiah

Agam,Banuaminang.co.id _Kabupaten Agam sebelumnya merupakan wilayah dari luhak Agam. Keberadaannya memainkan peran penting dalam sejarah peradaban Minangkabau dan Agam merupakan salah satu wilayah inti dari Minangkabau itu sendiri.

Dalam sejarahnya, Agam memainkan peran penting terhadap warna kehidupan masyarakat Minang. Agam meupakan salah satu titik sentral dalam berbagai perubahan. Karena peranannya itulah Agam di masa kolonial Belanda menjadi daerah penting dalam kekuasaannya.

Pusat pendidikan ketika itu di pusatkan di Bukittinggi dengan berdirinya MULO, diakui atau tidak disinilah awal mulanya tempat persemaian lahirnya para pemikir progresif yang banyak berperan dalam gerakan kemerdekaan Republik ini. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya tokoh dari Agam yang diakui sebagai Pahlawan Nasional.

Selain itu Agam juga merupakan daerah penting dalam penyiaran Agama Islam. Dua perguruan agama islam (pesantren), yakni Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang dan Sumatera Thawalib Parabek sangat berperan untuk itu. Selain dua perguruan tersebut juga banyak perguruan lain berdiri di salingka Agam, walau tidak sebesar kedua perguruan tersebut juga berkontribusi untuk itu.

Agam menjadi wilayah administrasi sebagai Kabupaten diawali dengan keluarnya Undang-undang No. 12 tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Tingkat II dalam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah, sehingga daerah ini menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Agam dengan ibukotanya Bukittinggi yang kemudian pada tanggal 19 Juli 1993 ibukota Kabupaten pindah ke Lubuk Basung dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perpindahan Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II Agam dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bukittinggi ke Kota Lubuk Basung.

Perkembangan Kabupaten Agam tidak terlepas dengan dinamika dan perkembangan politik di tingkat nasional. Semasa Orde Lama konflik politik membawa daerah ini dalam pergolakan daerah. Dalam masa Orde Baru dengan sistem yang sentralistik daerah ini tidak berkembang, sama dengan daerah daerah lainnya di Indonesia.

“Sakali aia gadang, sakali tapian barubah”. Reformasi membawa perubahan yang besar dalam sistem politik di Indonesia. Hal itu juga memberikan pengaruh besar untuk Kabupaten Agam. Semangat perubahan bergema dimana saja. Perubahan yang menginginkan ada perbaikan terhadap kesejahteraan.

Sejak reformasi bergulir, daerah di Indonesia berlomba memajukan daerahnya masing masing. Banyak daerah yang mencapai lompatan lompatan besar dalam kemajuan. Berbeda dengan Agam, kabupaten ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dibandingkan dengan daerah lainnya.

Sejak reformasi Agam telah di pimpin Bupati Aristo Munandar dua periode, Indra Chatri dua periode dan Andri Warman Bupati yang sedang menjabat saat ini. Bila di bandingkan dengan daerah lain di Sumatera Barat, Agam terkesan hanya berjalan di tempat dan berjalan hanya dengan mengandalkan APBD dari pusat yang menyebabkan selalu tersandera dengan kemampuan keuangan daerah.

Tuntutan pemekaran merupakan salah satu bukti untuk itu. Kecemburuan antara wilayah timur dengan wilayah barat tentang pembagian kue pembangunan tidak pernah berhenti menjadi polemik dari satu Bupati ke Bupati berikutnya. Ktidakpuasan itu akhirnya melahirkan kesepakatan di belahnya Kabuoaten ini menjadi dua.

Bila dilihat secara geografis dan topografis, Agam memiliki modal yang sangat besar untuk menjadi Kabupaten yang lebih sejahtera. Belum lagi modal sejarah yang dimilikinya dan ikatan batin yang kuat dari anak nagari dalam membangun nagarinya. Banyak diantara mereka yang berkiprah di berbagai bidang di luar Agam, nasional maupun internasional.

Lalu bisakah Agam mengejar ketertinggalannya?. Jawaban sangat bisa. Agam membutuhkan kepala daerah yang benar-benar paham dengan Agam itu sendiri. Membutuhkan pemimpin yang mengerti apa menjadi kebutuhan rakyatnya. Kepala Daerah yang bisa mengatasi berbagai persoalan karena hambatan kewenangan. Kita tidak ingin lagi Kepala Daerah yang berlindung dari ketidakmampuannya dengan melontarkan bahwa itu adalah kewenangan provinsi atau kewenangan pusat. Kita butuh Bupati yang bisa mencarikan solusi atas semua kebuntuan itu.

Sudah saatnya kesadaran kolegtif untuk ini terbangin. Agam memang berbeda dengan daerah lain. Keterpilihan seorang Kepala Daerah tidak bisa hanya dihitung dengan angka statistik. Pendekatan kultural sangat menentukan keterpilihan. Peran dari pimpinan informal sangat berpengaruh untuk itu. Sudah saatnya kembali kita kembali memberikan amanah kepada mereka yang benar benar paham dengan kaluak paku kacang balimbiang, tampuruang dilenggang lenggokkan, baok manurun ka saruaso, anak di pangku kamanakan di bimbiang, jago nagari jan binaso.

Jika kesadaran kolegtif ini tidak terbangun, masih dalam semangat suka atau tidak suka. Bukan berangkat dari timbangan alua jo patuik, patuik dan mungkin, kemungkinan besar tidak akan terjadi perubahan.
Wallahu’alam.

Ardinal Bandaro Putiah

( Editor: Tim Bm )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *