Mengenal Lebih Jauh Tentang Hukum Adat dan Undang-Undang Minangkabau dalam Perspektif A.A. Navis

Mengenal Lebih Jauh Tentang Hukum Adat dan Undang-Undang Minangkabau dalam Perspektif A.A. Navis

 

Oleh: Rahmina Putri

Nim: 2310741002

Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas 

 

Minangkabau adalah salah satu suku unik yang berada di Sumatera Barat, Indonesia. Minangkabau adalah suku yang memiliki sistem kekerabatan berbeda dengan suku-suku yang ada di negeri lain, sistem kekerabatan di Minangkabau itu adalah sistem kekerabatan matrilineal, yaitu dimana setiap anak yang lahir itu akan mengikuti garis keturunan ibunya. Minangkabau adalah salah satu wilayah yang sangat kaya akan kebudayaannya, serta memiliki banyak falsafah dan ungkapan didalamnya. Salah satu falsafahnya yaitu Alam Takambang Manjadi Guru, artinya suku Minangkabau ini menjadikan alam disekitarnya sebagai pembelajaran utama dalam kehidupannya. Berdasarkan konteks ini, A.A. Navis, melalui sebuah karyanya yang berjudul Aalam Takambang Jadi Guru, Undang-undang Dan Hukum, menjelaskan lebih dalam tentang bagaimana hukum dan undang-undang di Minangkabau.

 

Setiap suku yang ada di nagari itu memiliki pemerintahannya sendiri, dan tentunya memiliki undang-undang dan hukum, baik itu secara tertulis maupun tidak tertulis. Dalam sejarah di Minangkabau, suku ini sudah dikuasai oleh banyak kekuasaan asing. Dalam beberapa pepatah yang ada dijelaskan bahwa setiap peraturan yang ad aitu bisa berubah kapan saja dan sesuai zamannya, tetapi tidak dengan adatnya.

 

Adat di Minangkabau adalah suatu kebudayaan yang dapat berubah. Namun tidak semuanya dapat berubah, seperti yang diungkapkan dalam pepatahnya yaitu, “kain dipakai usang, adaik dipakai baru” (kain dipakai usang, adat dipakai baru). Maksudnya adalah sebagaimana yang kita ketahui pakaian yang dipakai secara terus-menerus itu akan usang dan lusuh, tetapi adat yang dipakai secara terus-menerus itu tidak akan pernah usang dan selalu awet. Tetapi karena ada adat yang tidak berubah serta ada yang bisa berubah maka mereka membagi adat menjadi empat kategori yaitu:

 

1. Adat nan sabana adat (adat yang sebenarnya adat), maksud dari adat yang sebenarnya adalah adat yang asli, dan tidak bisa berubah dan tidak akan pernah pudar.

2. Adat istiadat, maksud dari adat istiadat adalah kebiasaan yang ada dalam kehidupan masyarakat setempat, dan adat yang terus tumbuh karena dijaga dan dirawat dengan baik.

3. Adat yang diadatkan (adat yang diadatkan), maksudnya adalah yang dinamakan sebagai hukum dan ndang-undang, seperti Undang -undang Luhak dan Rantau,Undang-Undang nan Dua Puluh.

4. Adat yang teradat, maksud dari adat yang teradat adalah peraturan yang dilahirkan dari musyawarah dan mufakat masyarakat yang memakai dan mengikuti aturan tersebut.

 

Cupak nan Dua

 

Menurut A.A. Navis dalam bukunya yang berjudul Alam Takambang Jadi Guru hal 90, jenis cupak ada dua yang disebut dengan cupak nan duo, yaitu cupak usali dan cupak buatan. Cupak usali adalah nilai-nilai yang diterima secara turun temurun dari orang terdahulu atau nenek moyang mereka, sedangkan cupak buatan adalah nilai-nilai yang lahir atau dibuat atas kesepakatan atau karena keadaan tertentu. Dalam setiap perubahan yang terjadi orang Minangkabau melihat ajaran-ajaran pokoknya.

 

Undang-Undang nan Empat

 

Menurut A.A. Navis dalam buku Alam Takambang Jadi Guru hal 91, undang-undang di Minangkabau itu terbagi menjadi empat pokok yang mengatur seluruh tata tertib peraturan kehidupan masyarakat. Pokok undang-undang ini memiliki sistematika masing-masing, yang disebabkan oleh undang-undang yang disampaikan secara lisan dan berubah dalam perucapannya.

 

Undang-ini disampaikan secara lisan didalam setiap pidato yang dilakukan baik itu dalam pemerintahan atau peradilan.

 

Bagian dari undang-undang nan empat itu adalah:

 

1. Undang-undang nagari, undang-undang ini disebut sebagai undang-undang tata negara yang hanya berlaku di lingkungan nagari. Undang-undang ini terdiri dari delapan pasal yaitu, babalai-bamasajik, basuku-banagari, bakorong-bakampuang, bahuma-badendang, balabuah batapian, basawah baladang, bahalaman-bapamedanan, dan bapandan-bapusaro. Semua pasal itu harus dimiliki suatu nagari.

2. Undang-undang isi nagari, undang-undang berisikan tentang ajaran hidup, yang melingkupi pandangan hidup, etik, moral. Apabila undang-undang ini lebih menekankan ketentuan tentang hubungan secara langsung maupun tidak langsung masyarakat sebagai warga setempat, misalnya sistem kekerabatan, perkawinan, pewarisan dan lainnya.

3. Undang -undang luhak dan rantau, undang-undang ini memiliki peran penting dalam mengatur sistem pemerintahan pada dua wilayah yang berbeda di setiap nagari. Wilayah yang satu disebut dengan luhak dan yang satu lagi disebut dengan rantau. Wilayah yang disebut luhak biasanya berada di selingkar Gunung Merapi, sedangkan wilayah rantau biasanya berada di luarnya seperti dipelabuhan bagian barat dan timur Minangkabau.

4. Undang-undang dua puluh,undang-undang dua puluh ini adalah undang-undang yang mengatur tentang soalan hukum pidana di Minangkabau.

 

Undang-undang ini terbagi menjadi dua yaitu:

 

1. Undang-undang Delapan, undang-undang ini terdiri dari delapan pasal yaitu,

– Tikam bunuah (tikam bunuh), adalah perbuatan yang melukai orang lain.

– Upeh racun (upas racun), adalah perbuatan atau tindakan yang menyebabkan orang lain sampai sakit setelah memberi makanan atau minuman yang diberi racun.

– Samun saka (samun sakar), adalah perbuatan yang merampok orang lain dengan perbuatan yang keji yaitu pembunuhan.

– Sia bakar (siar bakar), adalah perbuatan membuat api yang mengakibatkan kebakaran dan merugikan orang lain.

– Maliang curi (maling curi), adalah perbuatan buruk yang mengambil hak milik orang lain dan mengakibatkan kerusakan tempatnya.

– Dago dagi (daga dagi), adalah perbuatan menyebabkan kerushuan dan kekacauan.

– Kicuah kicang (kicuh kicang), adalah perbuatan menipu dan memalsukan sesuatu yang merugikan orang lain.

– Sumbang salah, adalah perbuatan yang menggauli seseorang yang tidak boleh untuk dinikahi atau istri orang lain. (A.A. Navis, Alam Takambang Jadi Guru, hal 110-111)

 

2. Undang-undang Dua Belas, undang-undang ini terdiri dari dua bagian, yang masing-masing memiliki enam pasal.

 

Bagian pertama adalah pasal tuduh, setiap pasal memiliki alasan tuduhanya yaitu:

– Tatumbang taciak (tertumbang terciak), tertumbang adalah tersangka tidak dapat mengelak tuduhan dan terciak adalah tersangka megakui tuduhan yang diberikan.

– Tatando tabukti (tertanda terbukti), tertanda adalah ditemukan terdakwa ditempat kejahatan dan terbukti adalah ditemukannya benda yang ada.

– Tercancang tarageh (tercencang teregas), tercencang adalah ditemukannya bekas ,akibat dari kejahatan dan tarageh adalah ditemukannya bekas pada tubuh terdakwa.

– Tikek takabek (terikat terkebat), terikat adalah tertangkap melakukan kejahatan dan terkebat adalah terdakwa kepergok ditempat.

– Talala takaja (terlatar terkejr), adalah ditemukan ditempat persembunyian dan ditangakap.

– Tahambek tapukua, adalah tertangkap dan dipukul atau dikeroyok warga. (A.A. Navis, Alam Takambang Jadi Guru, hal 111)

 

Bagian yang kedua adalah prasangka, memiliki enam pasal yaitu:

– Basuriah bak sipasin,bajajak bak bakiak, maksudnya adalah ditemukan tanda atau jejak.

– Enggan lalu,ata jatuah, maksudnya adalah melihat seseorang berada ditempat kejadian.

– Kecondongan mato urang banyak, maksudnya adalah seseorang yang menarik perhatian orang lain karena hidupnya yang berubah secara tiba-tiba.

– Bajua murah-muran, maksudnya adalah seseorangyang menjual banyak secara tidak wajar, seakan-akan barang itu bukan milik dia.

– Jalan tagageh-gageh, maksudnya adalah seseorang yang tergesa-gesa berjalan pada suatu tempat.

– Dibao pikek, dibao langau, maksudnya adalah seseorang yang berjalan bolak-balik pada suatu tempat. (A.A. Navis, Alam Takambang Jadi Guru, hal 112)

 

Ancaman Hukum

 

Dalam masyarakat Minangkabau yang memandang setiap orang adalah kaumnya, dan setiap kaum itu adalah warga Masyarakat yang disegani. Dengan demikian ,ancaman hukum bagi yang tertuduh melakukan kejahatan berdasarkan asas kekeluargaan “awak samo awak”, dengan maksud setiap orang yang bersalah itu harus dihukum. Dan setiap kejahatan yang dilakukan oleh seseorang, maka yang akan bertanggung jawab ialah karib kerabat atau dunsanak famili dari pelaku itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *