Kemudahan Mendapatkan Kartu Pers & KTA, Diduga Pemicu Aktivitas “Wartawan Abal-Abal”

Riau576 Dilihat

Pekanbaru, Banuaminang.co.id Direktur Utama, Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., meminta segenap pemimpin redaksi media berita di tanah air agar berhati-hati mengeluarkan “kartu pers”.

 

“Sebab, pemberian ‘kartu pers’ atau KTA (Kartu Tanda Anggota) bagi yang belum pernah menjalani pendidikan wartawan, adalah tindakan berbahaya,” kata Wahyudi di Pekanbaru, Jumat (24/11) siang.

 

Menurut pengamatannya, salah satu pemicu maraknya aktivitas wartawan “abal-abal” di tanah air, justru kemudahan beroleh KTA ini.

 

Merupakan hal yang mustahil, jelasnya, seorang yang tidak paham dengan kode etik jurnalistik misalnya, bisa menjalankan profesi wartawan secara profesional.

 

“Padahal, profesiomalisme merupakan syarat dasar menjalankan profesi wartawan sebagaimana diamanahi Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik Indonesia,” kata penulis buku-buku jurnalistik itu.

 

Maraknya aktivitas jurnalis kontra-profesional ini jelasnya, menjadi peluang massif terjadinya konflik di tengah masyarakat.

 

Publik yang seyogianya berharap banyak kepada pers sebagai penyaji informasi kebenaran, lanjutnya, dengan aktivitas wartawan abal-abal ini, justru jadi masalah baru bagi masyarakat.

 

“Yah, seharusnya wartawan ‘kan memburu informasi dengan ‘senjata’ yang dipunyainya. Tetapi jika dia tidak paham menggunakan ‘senjata’-nya, bisa-bisa dia ‘menembak’ narasumbernya,” katanya.

 

“Yang pasti, konsekuensi dari penyimpangan ini akan merugikan publik,” ungkap Wahyudi.

 

Segala upaya meningkatkan kompetensi dan profesiinalisme pun, demikian Wahyudi, dinilai akan percuma, jika arus deras yang menjadi sumber wartawan abal-abal ini tidak segera dibendung.

 

“Kita cermati data eskalasi jumlah wartawan tanah air sudah di atas angka 140 ribu. Dengan pertambahan angka ribuan setiap tahun,” kata Wahyudi.

 

Berharap dengan program Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dinilai pesimistis, jika arus deras lahirnya “wartawan karbitan” ini tidak diantisipasi.

 

“UKW itu ‘kan, bersifat menguji. Bukan melatih. Itupun sangat tidak sebanding antara yang sudah lulus UKW (sekitar 20 ribu – red) dengan pertambahan wartawan baru,” katanya.

 

Wahyudi lantas mengajukan dua alternatif. Kesatu, setiap pemimpin redaksi perlu mempertimbangkan dengan cermat sebelum menerbitkan kartu pers atau KTA.

 

“Paling tidak, bagi calon wartawan, dia bisa lebih dulu menunjukkan sertifikat pelatihan jurnalistik. Atau diuji menulis berita,” tegas Wahyudi.

 

Kedua, lanjut Wahyudi bagi pihak-pihak yang terlanjur “memegang” kartu pers, harus segera mengikuti pelatihan jurnalistik agar paham ilmu jurnalistik.

 

“Minimal pendidikan jurnalistik tingkat dasar,” katanya.

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *