Bantan, Banuaminang.co.id -– Kasus dugaan diskriminasi murid SDN 26 Desa Muntai Barat Kecamatan Bantan yang dilakukan wali kelasnya berbuntut panjang. Karena pihak keluarga murid kelas 6 ini tak terima atas perlakukan gurunya yang membuat murid tersebut trauma dan jadi bahan pembicaraan masyarakat.
Sebelumnya, Rizal paman korban sudah melaporkan oknum guru ke Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bengkalis, kali ini ia membuat laporan ke UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Kecamatan Bengkalis, Rabu (4/10/2023).
Rizal diterima Kepala Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Kecamatan Bengkalis, Yeni Yuliana diruang kerjanya dan meminta rizal menceritakan semua kejadian perundungan keponakannya tersebut.
“Memang pihak sekolah sudah ke rumah kakak saya dan sempat meminta maaf. Ternyata hal itu belum mampu meredakan kondisi psikologis keponakan saya di tengah masyarakat,” ucap Rizal.
Karena kata Rizal, ponakannya diperlakukan seperti anak yang moralnya sudah rusak. Ini hanya dikarenakan ada tulisan dibuku pelajarannya yang mengandung kata-kata yang tak semestinya disebutkan oleh anak perempuan seusianya.
Namun jelas Rizal dari pengakuan keponakannya, tulisan itu bukanlah tulisannya. Karena sudah dibandingkan dengan tulisannya yang asli, namun tidak serupa.
“Tapi ponakan saya ini dipaksa untuk mengakui perbuatan yang bukan dibuatnya. Tapi anehnya sang wali kelas malah menuduh secara membabi buta dan akhirnya menskor ponakan saya selama satu minggu tak boleh masuk. Atau dipindahkan sekolah lain,” jelasnya dihadapan Kepala UPT PPA.
Menurutnya, ada kata-kata yang tak pantas dilontarkan oknum guru itu kepada kedua orang tuanya, baik secara lisan maupun melalui pesan singkat WA. Makanya pihak keluarga meminta ini diselesaikan melalui UPT PPA Bengkalis.
“Kami minta ini segera diselesaikan. Karena korban sudah terlanjut trauma dan menjadi bajan olok-olokan masyarakat dan seolah-olah kejadian itu benar dibuat oleh korban” ucapnya.
Sedangkan pemberitaan sebelumnya, intimidasi pun di lakukan oleh oknum wali kelas kepada keponakannya dengan cara untuk memindahkan dari sekolah tersebut. Tentu kondisi ini sangat disayangkan dan seharusnya pihak sekolah memanggil orang tua dan bukan dengan cara diskriminatif seperti ini.
Alasannya menurut guru tersebut yang bernama Reni mengatakan, saat ini gurunya sakit hati melihat muridnya tersebut, akibatnya bila terpandang murid yang menulis kata-kata tersebut guru-guru takut murid lain tidak bisa belajar karena sakit hati memandangnya.
Saat diinterogasi murid tersebut, dipaksa untuk mengaku hingga disebut akan menghubungi polisi dan tentara supaya mengaku dan dipenjara kalau sampai tidak mengaku.
Orang tua murid tersebut melalui pesan singkat WhatsApp, yang disampaikan guru yang bernama Reni menyebutkan, “Kalau dah menyebutkan secara rinci hal dalam kelambu, itu bukan budak lagi, dah bisa buat budak”.
Hal ini disampai paman dari orang tua murid tersebut Rizal, ketika dia mendapat kabar dari keluarganya, dan Rizal juga sempat menghubungi guru tersebut yang bernama Reni menanyakan hal ini, dan benar anak tersebut dianggap menulis kan hal hal tidak senonoh dibuku sekolah guru tersebut mengakui diskor karna hal itu.
“Berdasarkan keterangan orang tuanya, murid tersebut diskor sampai rasa sakit hati gurunya hilang dan nanti akan di cari sekolah lain untuk dipindahkan. Itu kata gurunya,” timpal Rizal menirukan ucapan abangnya.
Dari pengakuan murid tersebut, memang mengaku ada menulis dibuku beberapa minggu yang lalu, dan bukan pula buku itu buku gurunya, melainkan buku milinya sendiri di atas buku sekolah alias belajar. Namun Reni selaku guru ngotot mengatakan, “Memang dia yang menulis dalam seminggu lebih dah”.
Hasilnya orang tua merasa dirugikan, atas tuduhan tersebut, Selain anak nya ketinggalan belajar yang begitu lama dan merasa kecewa atas keputusan yang diambil oleh pihak sekolah, terlebih lagi merasa malu anaknya dituduh menuliskan kata kata kotor sehingga malu apalagi anak nya masih kecil baru SD sudah pasti mental anaknya tergoncang dengan tuduhan ini.
Bahkan hingga diancam seperti itu dan sampai disebut anak seusia itu bukan anak anak lagi kalau sudah pintar nulis seperti itu, Itu sudah bisa bikin budak. Akibatnya orang tua korban merasa sangat dirugikan dengan kejadian yang memalukan ini apa mungkin anaknya sekolah lagi disitu.
Terhadap persoalan itu, Plh Kepala SDN 26 Hendri, saat dikonfirmasi tim media melalui pesan WhatsApps membantah dan mengaku tidak benar.
Sedangkan Kepala UPT PPA Kecamatan Bengkalis, Yeni Yuliana saat menerima laporan mengaku akan segera menindaklanjuti dan mengagendakan mendatangi SDN 26 untuk melakukan klarifikasi dan akan mengundang pihak yang terlibat dalam persoalan itu untuk bermusyawarah, sebelum pihak keluarga menempuh jalur hukum.
“Kita sangat menyangkan jika seperti itu kondisinya. Kita akan segera turun ke lapangan agar persoalan ini tidak bertambah melebar dan pada akhirnya korban yang dirugikan,” ujarnya. (Red)