IMPLEMENTASI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR PADA ERA KEKINIAN

Bukittinggi, Nasional655 Dilihat

 

Oleh : Isma Yulia Sari
Mahasiswa Akuntansi Universitas Mohammad Natsir Bukittinggi

 

Bukittinggi, Banuaminang.co.id ~~ “Negara bukanlah tujuan, melainkan hanyalah alat untuk mewujudkan ajaran-ajaran Islam,” tulis Natsir dalam Pandji Islam (15 Juli 1940).
Adalah Mohammad Natsir, salah satu tokoh pejuang sekaligus pendiri bangsa, yang bejuang menjaga keutuhan Negara Indonesia dalam satu kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam perjalanannya, beliau selalu berusaha menanamkan ideologi islam dalam hukum maupun politik di Indonesia. Beliau berpikir bahwa ideologi islam adalah ideologi yang paling tepat untuk bangsa Indonesia, sebab memiliki aturan yang rinci dan menjamin kehidupan bangsa yang beragam. Menurut beliau, Islam dan kebudayaan Indonesia adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Natsir adalah putra tanah minang yang lahir dan besar di Solok. Beliau melanjutkan pendidikan setara SMA ke Bandung, dan mendalami ilmu Islam secara luas di perguruan tinggi. Natsir muda adalah sosok yang kritis dan agamis. Beliau telah menghasilkan banyak karya tulis, baik berupa buku, monografi, dan artikel-artikel yang sebagian besarnya memuat tentang pemikiran Islam, hubungan Islam dan politik, dan hubungan Islam dengan agama lain. Bersama tokoh Islam lain beliau mendirikan surat kabar Pembela Islam yang terbit dari tahun 1929 sampai 1935.
Natsir adalah sosok yang sangat memegang ajaran Islam dalam hidupnya. Meski memiliki latar belakang pendidikan barat, Natsir tidak tergerak mengubah dunia pendidikan Islam menjadi sekular. Beliau juga sangat peduli akan pengaruh dunia barat dalam pendidikan di Indonesia.

Bentuk kepedulian pada dunia pendidikan beliau wujudkan dengan mendirikan sekolah Pendidikan Islam pada tahun 1930, namun sekolah tersebut ditutup setelah pendudukan Jepang. Hal ini juga dipicu setelah beliau membaca karangan Snouck Hurgronje yang memaparkan strategi Hurgronje dalam melawan Islam. Beliau kemudian bertekad melawan Belanda melalui jalur pendidikan.
Dalam bidang politik, karier M. Natsir tidak hanya berkiprah di dalam negeri, beliau juga dipercaya memegang beberapa jabatan dalam kancah internasional. Beliau memperoleh beberapa gelar kehormatan yang disematkan oleh beberapa negara.

Meski di luar negeri beliau sangat di hormati sebagai politisi paling menonjol, pemikir dan ulama terkemuka, di dalam negeri beliau sering dituding sebagai pembangkang, baik pada masa pemerintahan Soekarno maupun Soeharto.
Perselisihan tersebut terjadi karena Natsir memiliki pemikiran bahwa Islam seharusnya menjadi ideologi negara, dimana saat itu Soekarno lebih cenderung menganut paham sekulerisme. Soekarno kemudian berusaha menekan Natsir dengan tidak mendukung semua program yang diusulkan oleh kabinet Natsir.

Natsir bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang menuntut otonomi yang lebih luas bagi daerah-daerah luar Jawa. Hal ini disalahartikan oleh pemerintah pusat sebagai pemberontakan. Natsir ditangkap dan dipenjarakan di Malang dari tahun 1962 sampai 1964.
Setelah bebas, Natsir kembali bergabung dengan organisasi-organisasi Islam. Pada masa era Orde Baru, Natsir mendirikan Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Semangatnya dalam memperjuangkan dan menyebarkan ajaran Islam tidak pernah padam. Beliau tetap mengkritisi pemerintahan yang tidak sesuai dengan semangat perjuangan Indonesia. Beliau ikut menandatangani Petisi 50 saat pemerintahan Soeharto yang anti kritik.
Sepanjang sejarah, Natsir dikenal sebagai negarawan yang sederhana dan bersahaja. Pejuangan dan dakwahnya, beliau sampaikan tidak hanya dengan kata-kata, tapi dengan pengamalan Islam yang totalitas. Beliau menolak segala bentuk kemewahan. Natsir menyumbangkan semua bantuan dan dana yang berhak beliau terima sebagai Perdana Mentri ke Koperasi Karyawan tanpa diterima seperserpun.

Indonesia adalah negara yang merdeka setelah melalui proses perjuangan yang panjang dan lama, dimana dalam perjalanannya Indonesia melahirkan banyak tokoh pejuang dari berbagai penjuru nusantara, yang beberapa di antaranya dinobatkan sebagai pahlawan nasional.

Pasca kemerdekaan Indonesia kembali berjuang untuk menjadi bangsa yang mandiri, bersatu, dan berdaulat. Hingga saat ini, Indonesia akhirnya sampai pada tahap harus berjuang melawan diri sendiri dari sesuatu yang bernama ketamakan.

Di tengah carut marutnya dunia perpolitikan saat ini, kita merindukan sosok yang sederhana dan bersahaja seperti Mohammad Natsir. Yang mengkritik tanpa niat menjatuhkan, yang berjuang dan membangun tanpa niat memperkaya diri sendiri.

Andai para pemimpin kita saat ini mengimplementasikan pemikiran dan prinsip Mohammad Natsir, kesejahteraan bangsa Indonesia bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. (Isma Yulia Sari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *